Translate

Monday, October 3, 2016

MELAKNAT, MENGUTUK atau MENCELA

Salah satu lagi bahaya lidah yang tidak dikontrol oleh agama dan dikendalikan oleh iman dan taqwa adalah; melaknat, mengutuk atau mencela.

Larangan melaknat, mengutuk atau mencela tidak hanya ditujukan kepada manusia saja, akan tetapi juga terhadap binatang, makanan atau sesuatu yang diciptakan Allah. Kelak pada hari kiamat akan diminta pertanggung jawaban bagi seseorang selama didunia yang selalu mencela, mengutuk sesuatu ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Nabi Muhammad saw. tidak pernah mencela kepada sesuatu makanan yang telah dihidangkan kepadanya, apabila beliau tidak suka maka ditinggalkan.

Seorang mukmin tidaklah layak atau pantas untuk menjadi tukang laknat: sebagaimana yang disabdakan oleh beliau dalam haditsnya:
Artinya:
“Orang mukmin ini bukanlah seorang yang tukang melaknat”

Juga orang yang tukang laknat kelak pada hari kiamat tidak bisa diambil syafa’at, dan menerima syafa’at dari orang lain.
Dalam hal ini Rasullullah saw. bersabda:
Artinya:
“Dari Abu Darba’ ia berkata, Rasullullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya tukang laknat itu tidak akan menjadi ahli syafa’at dan tukang laknat itu tidak akan menjadi ahli syafa’at dan tidak jadi saksi-saksi pada hari kiamat’.” (Hadits riwayat Imam Muslim).
Juga terhadap orang yang sudah mati, kita tidak boleh untuk melaknatinya atau mengutuknya:
Artinya:
“Janganlah memaki-maki orang yang telah mati, karena nantinya akan menyakiti orang-orang yang masih hidup.”

Selanjutnya untuk diketahui, bahwa sifat-sifat yang membawa kepada kutukan atau laknat itu ada tiga;
(1). Kufur, (2). Bid’ah dan (3). Fasiq. Dan untuk kutukan pada masing-masing itu ada tiga tingkat.

Tingkat pertama, kutukan dengan sifat yang lebih umum. Seperti engkau katakan: “Kutukan Allah atas orang-orang kafir, orang-orang pembuat bid’ah dan orang-orang fasiq.”
Tingkat kedua, kutukan dengan sifat-sifat lebih khusus. Seperti engkau katakan: “Kutukan Allah atas orang Yahudi, Nasroni, Majusi. Atau atas orang-orang pezina, orang-orang dhalim dan pemakan riba.” Dan setiap yang demikian itu boleh. Akan tetapi pada mengutuk, melaknat sifat-sifat kepada orang yang berbuat bid’ah itu berbahaya. Karena mengenai bid’ah itu sulit. Dan tidak terdapat suatu kata-kata yang diperoleh dari Nabi saw. dan para sahabat mengenai yang demikian. Maka sebaiknya untuk orang-orang awam dianjurkan untuk tidak mengutuk terhadap orang yang bersifat bid’ah itu. Karena yang demikian itu membawa kepada pertentangan yang menyamai dengan kutukan itu. Dan mengobarkan diantara sesama manusia yang akhirnya membawa kerusakan.
Tingkat ketiga, kutukan bagi orang tertentu. Dan hal ini sangat berbahaya, seperti engkau mengatakan: “Sifulan yang dikutuk oleh Allah. Dia itu kafir dan fasiq atau pembuat bid’ah.”

Dengan demikian, jelaslah bahwa mengutuk seseorang yang sudah jelas terkutuk dalam agama itu diperbolehkan. Seperti engkau mengatakan: “Fir’aun yang dikutuk oleh Allah. Abu Jahal yang dilaknat oleh Allah.” Karena telah tegas dan jelas bahwa mereka itu mati dalam keadaan kufur dan ingkar kepada Allah.

Mungkin ada sebagian orang bertanya kepada kita, bolehkah mengutuk Yazid bin Mu’awiyah? Karena dia adalah seorang pembunuh Husein bin Ali, cucu Rasullullah atau yang menyuruh membunuhnya?. Sebagai jawabannya ialah kita tidak boleh mengatakan lebih-lebih mengutuknya bahwa Yazid bin Mu’awiyah itu pembunuhnya atau yang menyuruhnya, sebelum ada bukti yang menguatkan. Memang benar boleh dikatakan bahwa Muljam membunuh Ali, Abu Lu’luah membunuh Umar ra. Karena yang demikian telah terbukti dengan berita yang mutawatir (berita yang meyakinkan).

Dengan demikian tidaklah boleh menuduh seorang muslim dengan tuduhan fasiq atau kufur, tanpa pembuktian yang meyakinkan.
Nabi saw. bersabda yang artinya:
“Tidaklah seorang menuduh seorang dengan (tuduhan) kufur dan tidak menuduhnya dengan fasiq, kecuali ia kembali padanya, jikalau temannya (orang itu) tidak demikian.”

Dan sabdanya lagi:
“Tidaklah seseorang naik saksi terhadap orang lain dengan kekufuran, melainkan salah seorang dari keduanya mengembalikannya dengan kekufuran, jikalau dia itu kafir”.

Dan sabdanya lagi:
“Dan jikalau ia bukan kafir, maka ia telah menjadi kafir, dengan sebab mengkafirkan orang itu.”
Hadits tersebut maksudnya, bahwa ia mengkafirkan orang, sedang ia tahu, bahwa orang itu muslim. Maka orang yang menuduhnya itu menjadi kafir. Dan jikalau ia menyangka bahwa orang itu kafir lantaran disebabkan perbuatan bid’ah atau lainnya, maka dia itu bersalah, tapi ia (yang menyangka) tidak menjadi kafir.

HADITS-HADITS RASULLULLAH SAW. berkaitan dengan Mengutuk, Mencela, Menghina.
a). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Muslim:. 
Artinya:
“Seorang mukmim (yang sejati) bukanlah orang yang suka mencerca, bukan suka mengutuk, bukan suka berbuat keji, dan bukan suka beromong keji.”

b). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Darba’:
Artinya:
“Tidaklah orang-orang yang suka melaknat menjadi penolong dan saksi pada hari kiamat.” 

c). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud:
Artinya:
“Memaki seorang muslim adalah perbuatan durhaka, dan membunuhnya adalah perbuatan keji.” 

d). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Bukhory dari Tsabit bin Dhahak:
  Artinya:
“Mengutuk seorang mukmin laksana membunuhnya.”

e). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Turmudzi:
  Artinya:
“Seorang mukmin (yang sejati) bukanlah tukang pemberi celaan, tukang melaknat orang, tukang berkata kotor atau berkata rendah.”

f). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Muslim : dari sahabat Abu Hurairah:
Artinya:
“Dua orang yang bermaki-makian itu (bertanggung jawab atas) apa yang mereka katakan, tetapi (kesalahan) atas yang memulai, selama yang teraniaya tiada melampaui batas.”

g). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Turmudzi:
Artinya:
“Barangsiapa mengejek saudaranya lantaran suatu dosa, maka ia tidak mati hingga mengamalkan seperti itu.”

h). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Bukhory dari ‘Aisyah:
Artinya:
“Janganlah kamu memaki orang yang telah mati, karena itu sudah sampai kepada apa yang mereka sediakan.”

i). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Bukhory dan Muslim dari sahabat Abdillahi bin ‘Amr bin ‘Ash:
Artinya:
“Termasuk dosa-dosa besar adalah seseorang memaki ibu bapaknya? Lalu ada orang yang bertanya: Adakah seseorang memaki ibu bapaknya? Jawabnya: Ada, yaitu seorang  memaki bapak orang lain, lalu ia membalas memaki bapaknya, dan seorang memaki ibu orang lain lalu ia membalas memaki ibunya.”

j). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Ibnu Abidunya dan Nasa’i:
Artinya:
“Janganlah kamu semua memaki-maki mereka itu (yakni orang-orang musyrikin yang terbunuh dalam medan pertempuran perang Badar), sebab tidak ada sesuatu apapun yang membekasi orang-orang yang mati itu dengan apa-apa yang kamu semua ucapkan, malahan hanya menyakiti orang-orang yang masih hidup saja (seperti keluarga mereka dan lain-lain). Ingatlah bahwa kata-kata rendah itu adalah kehinaan (bagi yang mengucapkan).”

k). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa dan Thabrani:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu tidak suka kepada orang yang kotor katanya, yang menyebabkan timbulnya kata-kata kotor dari orang lain, juga yang suka bersuara keras (berteriak-teriak) dipasar-pasar.”

l). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
Artinya:
“Dilaknatilah orang yang memaki-maki kedua orang tuanya.”

AYAT-AYAT AL-QUR’AN. berkaitan dengan Mengutuk, Mencela, Menghina.
1). Surat Al-Hujurat ayat 11:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU LAA YASKHOR QOUMUN MIN QOUMIN ‘ASAA AN YA KUUNU KHOIRON MINHUM WALAA NISAA-UN MIN NISAA IN ‘ASAA AN YAKUNNA KHOIRON MINHUNNA WALAA TALMIZUU ANFUSAKUM WALAA TANAABAZUU BIL ALQOOBI BIKSAL ISMUL FUSUUQU BA’DAL IIMAANI WAMAN LAM YATUB FA-ULAA-IKA HUMUDH DHOOLIMUUN.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan juga kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah unan, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.”

2). Surat Al-Ahzab ayat 58:
WAL LADZIINA YUKDZUUNAL MUKMINIINA WAL MUKMINAATI BIGHOIRI MAKTASABUU FAQODIHTAMALUU BUHTA ANAN WA ITSMAN MUBIINAA.
Artinya:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

3). Surat Al-Ahzab ayat 64:
INNALLAAHA LA’ANAL KAAFIRIINA WA A-‘ADDA LAHUM SA’IIROO.
Artinya:
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala.”

4). Surat Al-Ahzab ayat 57:
INNAL LADZIINA YUKDZUUNALLAAHA WAROSUULAHU LA’ANAHUMULLAAHU FID DUNYAA WAL AAKHIROTI WA-A’ADDALAHUM ‘ADZAA-BAN MUHIINAA.
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan diakhirat, dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan.”

5). Surat Huud ayat 18:
ALAA LA’NATULLAAHI ‘ALADH DHOOLIMIIN.
“Ketahuilah, kutukan Allah adalah kepada orang-orang yang dholim.”

Sebagai penutup uraian ini, maka renungkanlah wasiat Rasullullah di bawah ini, yang berkenaan dengan seorang sahabat minta wasiat kepada beliau.

Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasullullah saw.: Berilah aku wasiat (nasehat) ya Rasullullah. Rasullullah saw. menjawab: “Aku wasiatkan kepadamu, bahwa kamu jangan mengutuk orang.” (Riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani).

                                                ***

No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.