Salah satu lagi bahaya lidah
yang tidak dikontrol oleh agama dan dikendalikan oleh iman dan taqwa adalah;
melaknat, mengutuk atau mencela.
Larangan melaknat, mengutuk
atau mencela tidak hanya ditujukan kepada manusia saja, akan tetapi juga
terhadap binatang, makanan atau sesuatu yang diciptakan Allah. Kelak pada hari
kiamat akan diminta pertanggung jawaban bagi seseorang selama didunia yang selalu
mencela, mengutuk sesuatu ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Nabi Muhammad saw.
tidak pernah mencela kepada sesuatu makanan yang telah dihidangkan kepadanya,
apabila beliau tidak suka maka ditinggalkan.
Seorang mukmin tidaklah
layak atau pantas untuk menjadi tukang laknat: sebagaimana yang disabdakan oleh
beliau dalam haditsnya:
Artinya:
“Orang
mukmin ini bukanlah seorang yang tukang melaknat”
Juga orang yang tukang
laknat kelak pada hari kiamat tidak bisa diambil syafa’at, dan menerima syafa’at
dari orang lain.
Dalam hal ini Rasullullah
saw. bersabda:
Artinya:
“Dari
Abu Darba’ ia berkata, Rasullullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya tukang laknat
itu tidak akan menjadi ahli syafa’at dan tukang laknat itu tidak akan menjadi
ahli syafa’at dan tidak jadi saksi-saksi pada hari kiamat’.” (Hadits riwayat
Imam Muslim).
Juga terhadap orang yang
sudah mati, kita tidak boleh untuk melaknatinya atau mengutuknya:
Artinya:
“Janganlah
memaki-maki orang yang telah mati, karena nantinya akan menyakiti orang-orang
yang masih hidup.”
Selanjutnya untuk diketahui,
bahwa sifat-sifat yang membawa kepada kutukan atau laknat itu ada tiga;
(1). Kufur, (2). Bid’ah dan
(3). Fasiq. Dan untuk kutukan pada masing-masing itu ada tiga tingkat.
Tingkat
pertama, kutukan dengan sifat yang lebih umum. Seperti engkau
katakan: “Kutukan Allah atas orang-orang kafir, orang-orang pembuat bid’ah dan
orang-orang fasiq.”
Tingkat
kedua, kutukan dengan sifat-sifat lebih khusus. Seperti engkau
katakan: “Kutukan Allah atas orang Yahudi, Nasroni, Majusi. Atau atas
orang-orang pezina, orang-orang dhalim dan pemakan riba.” Dan setiap yang
demikian itu boleh. Akan tetapi pada mengutuk, melaknat sifat-sifat kepada orang
yang berbuat bid’ah itu berbahaya. Karena mengenai bid’ah itu sulit. Dan tidak
terdapat suatu kata-kata yang diperoleh dari Nabi saw. dan para sahabat
mengenai yang demikian. Maka sebaiknya untuk orang-orang awam dianjurkan untuk
tidak mengutuk terhadap orang yang bersifat bid’ah itu. Karena yang demikian
itu membawa kepada pertentangan yang menyamai dengan kutukan itu. Dan
mengobarkan diantara sesama manusia yang akhirnya membawa kerusakan.
Tingkat
ketiga, kutukan bagi orang tertentu. Dan hal ini sangat
berbahaya, seperti engkau mengatakan: “Sifulan yang dikutuk oleh Allah. Dia itu
kafir dan fasiq atau pembuat bid’ah.”
Dengan demikian, jelaslah
bahwa mengutuk seseorang yang sudah jelas
terkutuk dalam agama itu diperbolehkan. Seperti engkau mengatakan: “Fir’aun
yang dikutuk oleh Allah. Abu Jahal yang dilaknat oleh Allah.” Karena telah
tegas dan jelas bahwa mereka itu mati dalam keadaan kufur dan ingkar kepada
Allah.
Mungkin ada sebagian orang
bertanya kepada kita, bolehkah mengutuk Yazid bin Mu’awiyah? Karena dia adalah
seorang pembunuh Husein bin Ali, cucu Rasullullah atau yang menyuruh
membunuhnya?. Sebagai jawabannya ialah kita tidak boleh mengatakan lebih-lebih
mengutuknya bahwa Yazid bin Mu’awiyah itu pembunuhnya atau yang menyuruhnya,
sebelum ada bukti yang menguatkan. Memang benar boleh dikatakan bahwa Muljam
membunuh Ali, Abu Lu’luah membunuh Umar ra. Karena yang demikian telah terbukti
dengan berita yang mutawatir (berita yang meyakinkan).
Dengan demikian tidaklah
boleh menuduh seorang muslim dengan tuduhan fasiq atau kufur, tanpa pembuktian
yang meyakinkan.
Nabi saw. bersabda yang
artinya:
“Tidaklah
seorang menuduh seorang dengan (tuduhan) kufur dan tidak menuduhnya dengan
fasiq, kecuali ia kembali padanya, jikalau temannya (orang itu) tidak demikian.”
Dan sabdanya lagi:
“Tidaklah
seseorang naik saksi terhadap orang lain dengan kekufuran, melainkan salah
seorang dari keduanya mengembalikannya dengan kekufuran, jikalau dia itu kafir”.
Dan sabdanya lagi:
“Dan
jikalau ia bukan kafir, maka ia telah menjadi kafir, dengan sebab mengkafirkan
orang itu.”
Hadits tersebut maksudnya,
bahwa ia mengkafirkan orang, sedang ia tahu, bahwa orang itu muslim. Maka orang
yang menuduhnya itu menjadi kafir. Dan jikalau ia menyangka bahwa orang itu
kafir lantaran disebabkan perbuatan bid’ah atau lainnya, maka dia itu bersalah,
tapi ia (yang menyangka) tidak menjadi kafir.
HADITS-HADITS RASULLULLAH
SAW. berkaitan dengan Mengutuk, Mencela, Menghina.
a). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Imam Muslim:.
Artinya:
“Seorang
mukmim (yang sejati) bukanlah orang yang suka mencerca, bukan suka mengutuk,
bukan suka berbuat keji, dan bukan suka beromong keji.”
b). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Imam Muslim dari Abu Darba’:
Artinya:
“Tidaklah
orang-orang yang suka melaknat menjadi penolong dan saksi pada hari
kiamat.”
c). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Imam Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud:
Artinya:
“Memaki
seorang muslim adalah perbuatan durhaka, dan membunuhnya adalah perbuatan
keji.”
d). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Imam Bukhory dari Tsabit bin Dhahak:
Artinya:
“Mengutuk
seorang mukmin laksana membunuhnya.”
e). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Turmudzi:
Artinya:
“Seorang
mukmin (yang sejati) bukanlah tukang pemberi celaan, tukang melaknat orang,
tukang berkata kotor atau berkata rendah.”
f). Sabda Rasullullah saw. diriwayatkan
oleh Imam Muslim : dari sahabat Abu Hurairah:
Artinya:
“Dua
orang yang bermaki-makian itu (bertanggung jawab atas) apa yang mereka katakan,
tetapi (kesalahan) atas yang memulai, selama yang teraniaya tiada melampaui
batas.”
g). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Turmudzi:
Artinya:
“Barangsiapa
mengejek saudaranya lantaran suatu dosa, maka ia tidak mati hingga mengamalkan
seperti itu.”
h). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Imam Bukhory dari ‘Aisyah:
Artinya:
“Janganlah
kamu memaki orang yang telah mati, karena itu sudah sampai kepada apa yang
mereka sediakan.”
i). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Imam Bukhory dan Muslim dari sahabat Abdillahi bin ‘Amr bin ‘Ash:
Artinya:
“Termasuk
dosa-dosa besar adalah seseorang memaki ibu bapaknya? Lalu ada orang yang
bertanya: Adakah seseorang memaki ibu bapaknya? Jawabnya: Ada, yaitu seorang memaki bapak orang lain, lalu ia membalas
memaki bapaknya, dan seorang memaki ibu orang lain lalu ia membalas memaki
ibunya.”
j). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Ibnu Abidunya dan Nasa’i:
Artinya:
“Janganlah
kamu semua memaki-maki mereka itu (yakni orang-orang musyrikin yang terbunuh
dalam medan pertempuran perang Badar), sebab tidak ada sesuatu apapun yang
membekasi orang-orang yang mati itu dengan apa-apa yang kamu semua ucapkan,
malahan hanya menyakiti orang-orang yang masih hidup saja (seperti keluarga
mereka dan lain-lain). Ingatlah bahwa kata-kata rendah itu adalah kehinaan
(bagi yang mengucapkan).”
k). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa dan Thabrani:
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala itu tidak suka kepada orang yang kotor katanya, yang menyebabkan
timbulnya kata-kata kotor dari orang lain, juga yang suka bersuara keras
(berteriak-teriak) dipasar-pasar.”
l). Sabda Rasullullah saw.
diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
Artinya:
“Dilaknatilah
orang yang memaki-maki kedua orang tuanya.”
AYAT-AYAT AL-QUR’AN.
berkaitan dengan Mengutuk, Mencela, Menghina.
1). Surat Al-Hujurat ayat
11:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU
LAA YASKHOR QOUMUN MIN QOUMIN ‘ASAA AN YA KUUNU KHOIRON MINHUM WALAA NISAA-UN
MIN NISAA IN ‘ASAA AN YAKUNNA KHOIRON MINHUNNA WALAA TALMIZUU ANFUSAKUM WALAA
TANAABAZUU BIL ALQOOBI BIKSAL ISMUL FUSUUQU BA’DAL IIMAANI WAMAN LAM YATUB
FA-ULAA-IKA HUMUDH DHOOLIMUUN.
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolokkan kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan juga kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah unan, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang dzalim.”
2). Surat Al-Ahzab ayat 58:
WAL LADZIINA YUKDZUUNAL
MUKMINIINA WAL MUKMINAATI BIGHOIRI MAKTASABUU FAQODIHTAMALUU BUHTA ANAN WA
ITSMAN MUBIINAA.
Artinya:
“Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin
perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
3). Surat Al-Ahzab ayat 64:
INNALLAAHA LA’ANAL
KAAFIRIINA WA A-‘ADDA LAHUM SA’IIROO.
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang
menyala-nyala.”
4). Surat Al-Ahzab ayat 57:
INNAL LADZIINA YUKDZUUNALLAAHA
WAROSUULAHU LA’ANAHUMULLAAHU FID DUNYAA WAL AAKHIROTI WA-A’ADDALAHUM ‘ADZAA-BAN
MUHIINAA.
Artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di
dunia dan diakhirat, dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan.”
5). Surat Huud ayat 18:
ALAA LA’NATULLAAHI ‘ALADH
DHOOLIMIIN.
“Ketahuilah,
kutukan Allah adalah kepada orang-orang yang dholim.”
Sebagai penutup uraian ini, maka
renungkanlah wasiat Rasullullah di bawah ini, yang berkenaan dengan seorang
sahabat minta wasiat kepada beliau.
Ada seorang laki-laki
berkata kepada Rasullullah saw.: Berilah aku wasiat (nasehat) ya Rasullullah.
Rasullullah saw. menjawab: “Aku wasiatkan
kepadamu, bahwa kamu jangan mengutuk orang.” (Riwayat Ahmad dan
Ath-Thabrani).
***
***
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.