Adab Islam.
Sifat Orang Mukmin.
Muslim adalah secara harfiah berarti "seseorang
yang berserah diri kepada Allah", termasuk segala makhluk yang ada di
langit dan bumi.
Mukmin istilah
Islam dalam bahasa Arab yang sering disebut dalam Al-Qur'an, berarti
"orang beriman", dan merupakan seorang Muslim yang dapat memenuhi
seluruh kehendak Allah, dan memiliki iman kuat dalam hatinya.
Sabda Rasulullah saw.:
Idzaa
sarratka hasanatuka wa saa-atka sayyiatuka fa anta mu’minun.
Artinya:
“Apabila
engkau menyukai kebaikan dan engkau tidak menyukai akan kejahatan, sesungguhnya
engkau adalah orang mu’min.” (HR. Adhdhiya’).
[= Seorang mu’min menyukai
akan yang baik dan dia merasa gembira dengan kebaikannya itu, dan dia tidak
suka akan yang jahat-jahat, sehingga dijauhinya perbuaan-perbuatan jahat itu.]
Kewajiban Muslim terhadap
Muslim yang Lain.
Sabda Rasulullah saw.:
Khamsun
min haqqil muslimi ‘alal muslimi radduttahiyyati wa ijaa batud da’wati wa
syuhuudul janaazati wa ‘iyaadatul mariidhi wa tasymiitul ‘aathisi idzaa
hamidallaaha ta’aalaa.
Artinya:
“Lima
macam hak muslim atas muslim, ialah mengembalikan (menjawab) salam, mengabulkan undangan, dan menyaksikan
jenazah, dan menjenguk orang sakit, dan menjawab orang yang bersin apabila dia
menuji akan Allah.” (HR. Ibnu Majah).
Saling mengunjungi sesama
muslim. Itu adalah pertanda kasih sayang dan sekaligus menghidupkan lingkungan
yang baik. (HR. Muslim, Baihaqi, Thabrani).
Merasa gembira dan senang
jika orang lain mendapat kesenangan atau kegembiraan. Walaupun kita sendiri belum
tentu dalam kondisi bahagia atau tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari
kesenangannya. (HR. Muslim, Thabrani).
Menolong sesama muslim yang
dizalimi orang kafir. (HR. Muslim, Ibnu Syaibah).
Menutup Cela Orang Islam.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
yasturu ‘abdun ‘abdan fiddun-yaa illa satarahullaahu yaumal qiyaamati.
Artinya:
“Tidak
ada seorang hambapun yang menutupi cela hamba yang lain di dunia, kecuali Allah
akan menutupi celanya kelak di hari kiamat.” (HR. Muslim).
[= Sudah sering diungkapkan
bahwa sesama orang Islam adalah bersaudara, walau tidak ada hubungan kekeluargaan,
bahasa, suku ataupun adat kebiasaan, tetapi dengan adanya kalimah yang sama
tertanam di hati, satu Tuhan, satu Nabi saw., satu agama, satu kitab suci,
sudah sangat kuat untuk melegitimasi persaudaraan sesama Muslim. Persaudaraan
itu ternyata tidak di dunia saja, tetapi bersaudara juga berlanjut nanti kelak
di akherat, karena di sana akan berjumpa kembali, itulah persaudaraan sejati. Sebagian
dari sifat bersaudara adalah merasa malu jika saudaranya mendapat malu. Oleh
karena itu, apabila seorang muslim melihat muslim lainnya mempunyai cela, maka
dia harus merahasiakannya. Sebab kalau cela itu diceritakan kepada orang lain,
tentu yang mempunyai cela akan merasa malu, otomatis sebagai saudara sesama
agama yang bersangkutan akan turut seharusnya merasa malu.
Cela itu ada dua macam, cela
badaniah seperti cacat fisik, penyakitan. Kedua adalah cela budi pekerti. Kedua
macam cela itu harus ditutupi oleh orang yang mengetahuinya. Toleransi dan
kemauan untuk melindungi serta mengayomi seorang muslim terhadap saudaranya
sesama muslim, kelak di hari kiamat celanya akan ditutup oleh Allah,
sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas.]
Jangan membicarakan
kesalahan orang mukmin, jika bukan untuk ishlah
(memperbaiki), walaupun jelas kesalahannya. (HR. Bukhari).
Usahakan selalu menutupi
kekurangan atau keburukan sesama mukmin. Menutupi keburukan sesama mukmin sama
dengan menyelamatkan anak yang dikubur
hidup-hidup. (HR. Abu Daud, Baihaqi, Thabrani).
Jangan meneliti Kejelekan
Orang Lain.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
tahassasuu wa laa tajassasuu wa laa taqaatha-‘uu wa laa tadaa baruu wa kuunuu ‘ibaadallaahi
ikhwaanan.
Artinya:
“Janganlah
kamu semua meneliti kejelekan orang, jangan pula mengamat-amati, juga janganlah
putus-memutuskan ikatan, sateru-menyateru dan jadilah kamu semua hamba-hamba
Allah sebagai saudara.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[= Hadits di atas memberikan
peringatan kepada semua orang Islam, bahwa keimanan seseorang belum dapat
dianggap sempurna, selama ia tidak ada perasaan mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Serendah-rendah tingkat persaudaraan
ialah hendaknya seseorang itu memperlakukan sesuatu pada saudaranya sebagaimana
ia senang jikalau diperlakukan demikian itu oleh orang lain.]
Tidak diperbolehkan
memata-matai kesalahan seorang mukmin. (Al Qur’an, HR. Thabrani).
Menjauhi Perasangka Sesama
Muslim.
Sabda Rasulullah saw.:
Iyyakum
wazhzhanna fa innazhzhanna akdzabul hadiitsi.
Artinya:
“Jauhilah
perasangka. Karena sesungguhnya perasangka itu percakapan yang paling bohong.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
[= Orang Islam dengan sesama
orang Islam adalah bersaudara. Oleh karena itu hendaknya hindari pertikaian
diantara mereka. Untuk menjaga hal itu, seorang muslim harus selalu berperasangka
baik terhadap yang lain selagi tidak ada tanda-tanda buruk pada orang tersebut.
Didalam hadits di atas disebutkan, bahwa perasangka adalah percakapan yang
paling bohong. Disebutkan demikian karena perasangka adalah percakapan di dalam
hati yang tidak mempunyai dasar yang kuat, sehingga seringkali dugaan itu
meleset dengan kenyataan.]
Carilah Sahabat yang Mu’min
dan Bertaqwa.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
tushaahib illa mu’minan wa laa ya’kul tha-‘aamaka illaa taqiyyun.
Artinya:
“Jangan
bersahabat kecuali pada orang mu’min (yang beriman). Dan jangan makan makananmu
kecuali orang bertaqwa.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi).
[=Perlu diketahui, bahwa
dalam persahabatan masing-masing mengharapkan saling bantu membantu dengan dasar
percaya-mempercayai, hal ini tidak dijamin adanya keamanan dari pengkhianatan,
kecuali jika bersahabat dengan orang mu’min yang betul-betul beriman.
Juga makanan jika dimakan
oleh orang bertaqwa akan berguna di dunia dengan selalu teringat budi kebaikan
itu, dan pada masyarakat tidak dipergunakan untuk kejahatan, dan dihari
kemudian akan mendapat pahala dari amalnya.]
Toleransi Seorang Muslim.
Sabda Rasulullah saw.:
Afdhalul
mu’miniina rajulun samahal bai’a samahasy syiraa-a samahal qadhaa-a samahal iqtidhaa-a.
Artinya:
“Orang
mukmin yang paling utama ialah orang yang memudahkan penjualan, memudahkan
pembelian, memudahkan membayar penjaman dan memudahkan memberi pinjaman.”
(HR. Thabrani).
Seorang mukmin memiliki
sifat selalu mendahulukan kepentingan orang lain, walau mereka sendiri dalam
keadaan susah payah, mereka akan berusaha menolong kesusahaan orang lain lebih
dahulu. (Al-Qur’an).
Memberi nasehat jika diminta
nasehat. (HR. Bukhari).
Menunjukkan Kepada Kebaikan.
Sabda Rasulullah saw.:
Man
dalla ‘alaa khairin falahu mitslu ajri faa-‘lihi.
Artinya:
“Barang
siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka dia memperoleh pahala sebaimana pahala
orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim).
[= Hadits ini menerangkan,
bahwa orang yang menunjukkan orang lain pada suatu kebaikan, kemudian orang
tersebut mengerjakannya, maka yang menunjukkan tadi mendapat pahala seperti
orang yang mengerjakannya.
Adapun cara untuk
menunjukkan kebaikan ini bermacam-macam, bisa dengan isyarat, dengan ucapan
atau dengan perbuatan. Diantara cara-cara tersebut, yang paling meresap di hati
orang adalah menunjukkan dengan sikap dan perbuatan. Dengan kata lain, memberi
contoh tauladan.]
Mencintai orang muslim
seperti mencintai diri sendiri. (HR. Muttafaq’alaih).
Jika saudara kita mempunyai
hajat atau keinginan maka segera tunaikan hajatnya. (HR. Bukhari, Baihaqi).
Jika ada orang yang ingin
menunaikan hajat saudaranya sesama muslim, sedangkan ia mempunyai kemampuan
yang sedikit maka kita seharusnya secepatnya membantunya. (HR. Muslim,
Thabrani, Baihaqi, Hakim).
Menunaikan hajat sesama
muslim, pahalanya sepuluh tahun i’tikaf
di masjid, sedangkan satu malam saja i’tikaf di masjid akan dijauhkan dari neraka jahanam sejauh langit dan bumi. (HR.
Thabrani).
Jangan sekali-kali
menyusahkan orang mukmin. Baik perasaannya, badannya dan fikirannya. Walaupun
sekedar main-main atau bergurau karena itu adalah suatu kezhaliman yang besar.
(HR. Muslim, Thabrani).
Menghormati yang tua dan
menyayangi yang muda. (HR. Abu Daud, Tirmidzi).
Hendaknya kita selalu
bersikap ramah kepada setiap orang, walaupun kita tidak menyukainya. (HR.
Ahmad. Thabrani, Na’im).
Jika kita dibenci seseorang
maka tanyakan: “Apa salah saya?” (HR. Ibnu Mundzir).
Jika bertengkar dengan
seseorang maka disunnahkan agar segera menyatakan sayang kepada lawan
bertengkar kita. (HR. Thabrani).
Jangan memutuskan hubungan
sesama muslim lebih dari tiga hari. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Mengukur Diri Dengan Yang
Lebih Rendah.
Sabda Rasulullah saw.:
Unzhuruu
ilaa man huwa asfalu minkum wa laa tanzhuruu ilaa man huwa fauqakum fahuwa
ajdaru allaa tazhaaruu ni’matallaahi minkum.
Artinya:
“Pandanglah
orang yang lebih rendah dari padamu, jangan kamu pandang orang yang lebih
tinggi dari kamu. Demikian itu lebih mendorong kamu untuk tidak meremehkan ni’mat
Allah yang telah dikaruniakan kepadamu.” (HR. Muslim).
[= Kerelaan seseorang dengan
apa yang diperolehnya di dalam dunia ini adalah dasar kebahagiaan. Sebab
kerelaan akan menimbulkan rasa syukur kepada Allah atas apapun yang telah
dikaruniakan oleh-Nya, baik karunia itu sedikit atau banyak.
Di dunia ini, kehidupan
manusia ada yang tinggi dan ada yang rendah. Orang yang berakal memandang
kepada yang lebih rendah, baik karena rendah karena kemiskinan, cacat tubuh dan
lain sebagainya. Dengan membandingkan diri dengan yang lebih rendah darinya,
diharapkan seharusnya timbul rasa syukur akan ni’mat Allah, baik berupa harta,
kesehatan, kesempatan pekerjaan atau lainnya.
Sebaliknya jika
membandingkan diri dengan yang lebih tinggi, timbul hasud di hatinya, sehingga
tidak ada rasa syukur, yang ada hanyalah penyesalan atas takdir Allah
kepadanya.
Meskipun ada larangan untuk
membandingkan dengan yang lebih tinggi, jika menyangkut masalah ilmu, amal
baik, budi pekerti dan sejenisnya, maka hal itu justru dianjurkan. Karena
justru akan timbul motivasi positif untuk lebih meningkatkan segala hal amal-baik
yang sudah dicapainya.
Dari keterangan hadits di atas
dapat diketahui, bahwa mengukur diri dengan yang lebih rendah itu dapat
mengingatkan seseorang akan ni’mat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya.]
Mananamkan rasa malu dalam
diri, karena malu adalah sebagian dari iman. Orang yang tidak memiliki rasa
malu, dia bisa berbuat apa saja. (HR. Tirmidzi).
Orang Muslim Mengutamakan Bermusyawarah.
Sabda Rasulullah saw.:
Alhazmu
an tusyaawira dzaa ra’yin tsumma tuthii-‘ahu.
Artinya:
“Kekuatan
satu urusan, bahwa bermusyawarahlah engkau dengan orang yang mempunyai pikiran
(keahlian) kemudian engkau ikutlah dianya.” (HR.Bukhari dan
Muslim).
Jangan Membenci dan
Mendengki.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
tabaaghadhuu wa laa tahaasaduu wa laa tadaabaaruu wa laataqaa tha-‘uu wa kuunuu
‘ibaadallaahi ikhwaanan wa laa yahillu limuslimin an yahjura akhaahu fauqa tsalaatsin.
Artinya:
“Janganlah
kamu saling membenci, mendengki, berpaling dan memutuskan hubungan, tapi
jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi orang Islam,
memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Sederhanalah dalam mencintai
dan membenci seseorang, yaitu jika mencintai tidak berlebih-labihan dan jika
(terpaksa) membencipun hendaknya tidak berlebihan. Kedua-duanya dilakukan
semata-mata karena Allah.
Jangan membenci orang yang
berbuat salah, tetapi hendaknya membenci kesalahannya saja. (HR. Ibnu ‘Asakir).
Jangan mendendam karena
kesalahan orang lain yang dilakukan terhadap kita. (HR. Muslim, Ahmad).
Jangan Memaki dan Membunuh
Orang Islam.
Sabda Rasulullah saw.:
Sibaabul
muslimi fusuuqun wa qitaaluhu kufrun.
Artinya:
“Mencari
orang Islam adalah perbuatan hasiq, dan membunuhnya adalah perbuatan kufur.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
[= Sesama muslim adalah
bersaudara, maka masing-masing saling menjaga perasaan hati, tidak menyakiti baik dengan perkataan atau
perbuatan. Diantara ucapan yang menyakitkan hati adalah makian. Cacian ini bisa
menimbulkan sakit hati pada orang yang orang dicaci. Hadits di atas
menerangkan, bahwa memaki orang Islam adalah perbuatan fasiq, dan membunuh
orang Islam adalah perbuatan kufur.].
Jangan membuat takut atau
terkejut kepada sesama muslim. Rasulullah saw. sangat marah ketika seorang
sahabatnya mengagetkan sahabatnya yang lain, walaupun hanya sekedar bergurau.
(HR. Muslim, Abu Daud, Thabrani).
Jangan meremehkan sesama
muslim, walaupun dari segi zhahirnya mereka hina atau lebih rendah dari kita,
tetapi yang harus kita ingat bahwa di dalam hati mereka ada kalimat yang mulia (kalimah Thayyibah). (HR. Muslim, Ibnu
Sa’ad, Ibnu Majah).
Jangan membuat seorang
mukmin marah. (HR. Muslim).
Jangan menghujat seorang
mukmin karena kesalahan mereka. Jangan kita tanyakan dengan nada menuntut: “kenapa
kamu berbuat kesalahan seperti ini?” (HR. Muslim).
Jangan menyinggung perasaan
orang mukmin. (HR. Muslim, Ibnu ‘Asakir).
Jangan menghina sesama
muslim, walaupun ia telah bebuat salah. Dengan menghinanya berarti kita telah
membantu syetan. Seharusnya jika mengetahui seorang mukmin berbuat salah, kita
memohonkan ampun dan rahmat untuknya. (HR. Bukhari, Baihaqi).
Menghina sesama mukmin
sangat dilarang oleh Al Qur’an. Barang siapa meremehkan larangan Al Qur’an
berarti menghina Al Qur’an. (HR. Abu Nu’aim).
*** 88 ***

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.