Translate

Tuesday, October 25, 2016

ADAB BERGAUL dengan SESAMA MUSLIM.

Adab Islam.
Sifat Orang Mukmin.
Muslim  adalah secara harfiah berarti "seseorang yang berserah diri kepada Allah", termasuk segala makhluk yang ada di langit dan bumi.
Mukmin istilah Islam dalam bahasa Arab yang sering disebut dalam Al-Qur'an, berarti "orang beriman", dan merupakan seorang Muslim yang dapat memenuhi seluruh kehendak Allah, dan memiliki iman kuat dalam hatinya.
Sabda Rasulullah saw.:
Idzaa sarratka hasanatuka wa saa-atka sayyiatuka fa anta mu’minun.
Artinya:
“Apabila engkau menyukai kebaikan dan engkau tidak menyukai akan kejahatan, sesungguhnya engkau adalah orang mu’min.” (HR. Adhdhiya’).
[= Seorang mu’min menyukai akan yang baik dan dia merasa gembira dengan kebaikannya itu, dan dia tidak suka akan yang jahat-jahat, sehingga dijauhinya perbuaan-perbuatan jahat itu.]

Kewajiban Muslim terhadap Muslim yang Lain.
Sabda Rasulullah saw.:
Khamsun min haqqil muslimi ‘alal muslimi radduttahiyyati wa ijaa batud da’wati wa syuhuudul janaazati wa ‘iyaadatul mariidhi wa tasymiitul ‘aathisi idzaa hamidallaaha ta’aalaa.
Artinya:
“Lima macam hak muslim atas muslim, ialah mengembalikan (menjawab)  salam, mengabulkan undangan, dan menyaksikan jenazah, dan menjenguk orang sakit, dan menjawab orang yang bersin apabila dia menuji akan Allah.” (HR. Ibnu Majah).

Saling mengunjungi sesama muslim. Itu adalah pertanda kasih sayang dan sekaligus menghidupkan lingkungan yang baik. (HR. Muslim, Baihaqi, Thabrani).

Merasa gembira dan senang jika orang lain mendapat kesenangan atau kegembiraan. Walaupun kita sendiri belum tentu dalam kondisi bahagia atau tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari kesenangannya. (HR. Muslim, Thabrani).

Menolong sesama muslim yang dizalimi orang kafir. (HR. Muslim, Ibnu Syaibah).

Menutup Cela Orang Islam.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa yasturu ‘abdun ‘abdan fiddun-yaa illa satarahullaahu yaumal qiyaamati.
Artinya:
“Tidak ada seorang hambapun yang menutupi cela hamba yang lain di dunia, kecuali Allah akan menutupi celanya kelak di hari kiamat.” (HR. Muslim).
[= Sudah sering diungkapkan bahwa sesama orang Islam adalah bersaudara, walau tidak ada hubungan kekeluargaan, bahasa, suku ataupun adat kebiasaan, tetapi dengan adanya kalimah yang sama tertanam di hati, satu Tuhan, satu Nabi saw., satu agama, satu kitab suci, sudah sangat kuat untuk melegitimasi persaudaraan sesama Muslim. Persaudaraan itu ternyata tidak di dunia saja, tetapi bersaudara juga berlanjut nanti kelak di akherat, karena di sana akan berjumpa kembali, itulah persaudaraan sejati. Sebagian dari sifat bersaudara adalah merasa malu jika saudaranya mendapat malu. Oleh karena itu, apabila seorang muslim melihat muslim lainnya mempunyai cela, maka dia harus merahasiakannya. Sebab kalau cela itu diceritakan kepada orang lain, tentu yang mempunyai cela akan merasa malu, otomatis sebagai saudara sesama agama yang bersangkutan akan turut seharusnya merasa malu.
Cela itu ada dua macam, cela badaniah seperti cacat fisik, penyakitan. Kedua adalah cela budi pekerti. Kedua macam cela itu harus ditutupi oleh orang yang mengetahuinya. Toleransi dan kemauan untuk melindungi serta mengayomi seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim, kelak di hari kiamat celanya akan ditutup oleh Allah, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas.]

Jangan membicarakan kesalahan orang mukmin, jika bukan untuk ishlah (memperbaiki), walaupun jelas kesalahannya. (HR. Bukhari).

Usahakan selalu menutupi kekurangan atau keburukan sesama mukmin. Menutupi keburukan sesama mukmin sama dengan menyelamatkan anak yang dikubur hidup-hidup. (HR. Abu Daud, Baihaqi, Thabrani).

Jangan meneliti Kejelekan Orang Lain.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa tahassasuu wa laa tajassasuu wa laa taqaatha-‘uu wa laa tadaa baruu wa kuunuu ‘ibaadallaahi ikhwaanan.
Artinya:
“Janganlah kamu semua meneliti kejelekan orang, jangan pula mengamat-amati, juga janganlah putus-memutuskan ikatan, sateru-menyateru dan jadilah kamu semua hamba-hamba Allah sebagai saudara.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[= Hadits di atas memberikan peringatan kepada semua orang Islam, bahwa keimanan seseorang belum dapat dianggap sempurna, selama ia tidak ada perasaan mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Serendah-rendah tingkat persaudaraan ialah hendaknya seseorang itu memperlakukan sesuatu pada saudaranya sebagaimana ia senang jikalau diperlakukan demikian itu oleh orang lain.]

Tidak diperbolehkan memata-matai kesalahan seorang mukmin. (Al Qur’an, HR. Thabrani).

Menjauhi Perasangka Sesama Muslim.
Sabda Rasulullah saw.:
Iyyakum wazhzhanna fa innazhzhanna akdzabul hadiitsi.
Artinya:
“Jauhilah perasangka. Karena sesungguhnya perasangka itu percakapan yang paling bohong.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[= Orang Islam dengan sesama orang Islam adalah bersaudara. Oleh karena itu hendaknya hindari pertikaian diantara mereka. Untuk menjaga hal itu, seorang muslim harus selalu berperasangka baik terhadap yang lain selagi tidak ada tanda-tanda buruk pada orang tersebut. Didalam hadits di atas disebutkan, bahwa perasangka adalah percakapan yang paling bohong. Disebutkan demikian karena perasangka adalah percakapan di dalam hati yang tidak mempunyai dasar yang kuat, sehingga seringkali dugaan itu meleset dengan kenyataan.]

Carilah Sahabat yang Mu’min dan Bertaqwa.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa tushaahib illa mu’minan wa laa ya’kul tha-‘aamaka illaa taqiyyun.
Artinya:
“Jangan bersahabat kecuali pada orang mu’min (yang beriman). Dan jangan makan makananmu kecuali orang bertaqwa.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi).
[=Perlu diketahui, bahwa dalam persahabatan masing-masing mengharapkan saling bantu membantu dengan dasar percaya-mempercayai, hal ini tidak dijamin adanya keamanan dari pengkhianatan, kecuali jika bersahabat dengan orang mu’min yang betul-betul beriman.
Juga makanan jika dimakan oleh orang bertaqwa akan berguna di dunia dengan selalu teringat budi kebaikan itu, dan pada masyarakat tidak dipergunakan untuk kejahatan, dan dihari kemudian akan mendapat pahala dari amalnya.]

Toleransi Seorang Muslim.
Sabda Rasulullah saw.:
Afdhalul mu’miniina rajulun samahal bai’a samahasy syiraa-a samahal qadhaa-a samahal iqtidhaa-a.
Artinya:
“Orang mukmin yang paling utama ialah orang yang memudahkan penjualan, memudahkan pembelian, memudahkan membayar penjaman dan memudahkan memberi pinjaman.” (HR. Thabrani).

Seorang mukmin memiliki sifat selalu mendahulukan kepentingan orang lain, walau mereka sendiri dalam keadaan susah payah, mereka akan berusaha menolong kesusahaan orang lain lebih dahulu. (Al-Qur’an).

Memberi nasehat jika diminta nasehat. (HR. Bukhari).

Menunjukkan Kepada Kebaikan.
Sabda Rasulullah saw.:
Man dalla ‘alaa khairin falahu mitslu ajri faa-‘lihi.
Artinya:
“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka dia memperoleh pahala sebaimana pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim).
[= Hadits ini menerangkan, bahwa orang yang menunjukkan orang lain pada suatu kebaikan, kemudian orang tersebut mengerjakannya, maka yang menunjukkan tadi mendapat pahala seperti orang yang mengerjakannya.
Adapun cara untuk menunjukkan kebaikan ini bermacam-macam, bisa dengan isyarat, dengan ucapan atau dengan perbuatan. Diantara cara-cara tersebut, yang paling meresap di hati orang adalah menunjukkan dengan sikap dan perbuatan. Dengan kata lain, memberi contoh tauladan.]

Mencintai orang muslim seperti mencintai diri sendiri. (HR. Muttafaq’alaih).

Jika saudara kita mempunyai hajat atau keinginan maka segera tunaikan hajatnya. (HR. Bukhari, Baihaqi).

Jika ada orang yang ingin menunaikan hajat saudaranya sesama muslim, sedangkan ia mempunyai kemampuan yang sedikit maka kita seharusnya secepatnya membantunya. (HR. Muslim, Thabrani, Baihaqi, Hakim).

Menunaikan hajat sesama muslim, pahalanya sepuluh tahun i’tikaf di masjid, sedangkan satu malam saja i’tikaf di masjid akan dijauhkan dari neraka jahanam sejauh langit dan bumi. (HR. Thabrani).

Jangan sekali-kali menyusahkan orang mukmin. Baik perasaannya, badannya dan fikirannya. Walaupun sekedar main-main atau bergurau karena itu adalah suatu kezhaliman yang besar. (HR. Muslim, Thabrani).

Menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. (HR. Abu Daud, Tirmidzi).

Hendaknya kita selalu bersikap ramah kepada setiap orang, walaupun kita tidak menyukainya. (HR. Ahmad. Thabrani, Na’im).

Jika kita dibenci seseorang maka tanyakan: “Apa salah saya?” (HR. Ibnu Mundzir).

Jika bertengkar dengan seseorang maka disunnahkan agar segera menyatakan sayang kepada lawan bertengkar kita. (HR. Thabrani).

Jangan memutuskan hubungan sesama muslim lebih dari tiga hari. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Mengukur Diri Dengan Yang Lebih Rendah.
Sabda Rasulullah saw.:
Unzhuruu ilaa man huwa asfalu minkum wa laa tanzhuruu ilaa man huwa fauqakum fahuwa ajdaru allaa tazhaaruu ni’matallaahi minkum.
Artinya:
“Pandanglah orang yang lebih rendah dari padamu, jangan kamu pandang orang yang lebih tinggi dari kamu. Demikian itu lebih mendorong kamu untuk tidak meremehkan ni’mat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu.” (HR. Muslim).
[= Kerelaan seseorang dengan apa yang diperolehnya di dalam dunia ini adalah dasar kebahagiaan. Sebab kerelaan akan menimbulkan rasa syukur kepada Allah atas apapun yang telah dikaruniakan oleh-Nya, baik karunia itu sedikit atau banyak.
Di dunia ini, kehidupan manusia ada yang tinggi dan ada yang rendah. Orang yang berakal memandang kepada yang lebih rendah, baik karena rendah karena kemiskinan, cacat tubuh dan lain sebagainya. Dengan membandingkan diri dengan yang lebih rendah darinya, diharapkan seharusnya timbul rasa syukur akan ni’mat Allah, baik berupa harta, kesehatan, kesempatan pekerjaan atau lainnya.
Sebaliknya jika membandingkan diri dengan yang lebih tinggi, timbul hasud di hatinya, sehingga tidak ada rasa syukur, yang ada hanyalah penyesalan atas takdir Allah kepadanya.
Meskipun ada larangan untuk membandingkan dengan yang lebih tinggi, jika menyangkut masalah ilmu, amal baik, budi pekerti dan sejenisnya, maka hal itu justru dianjurkan. Karena justru akan timbul motivasi positif untuk lebih meningkatkan segala hal amal-baik yang sudah dicapainya.
Dari keterangan hadits di atas dapat diketahui, bahwa mengukur diri dengan yang lebih rendah itu dapat mengingatkan seseorang akan ni’mat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya.]

Mananamkan rasa malu dalam diri, karena malu adalah sebagian dari iman. Orang yang tidak memiliki rasa malu, dia bisa berbuat apa saja. (HR. Tirmidzi).

Orang Muslim Mengutamakan Bermusyawarah.
Sabda Rasulullah saw.:
Alhazmu an tusyaawira dzaa ra’yin tsumma tuthii-‘ahu.
Artinya:
“Kekuatan satu urusan, bahwa bermusyawarahlah engkau dengan orang yang mempunyai pikiran (keahlian) kemudian engkau ikutlah dianya.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Jangan Membenci dan Mendengki.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa tabaaghadhuu wa laa tahaasaduu wa laa tadaabaaruu wa laataqaa tha-‘uu wa kuunuu ‘ibaadallaahi ikhwaanan wa laa yahillu limuslimin an yahjura akhaahu fauqa tsalaatsin.
Artinya:
“Janganlah kamu saling membenci, mendengki, berpaling dan memutuskan hubungan, tapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi orang Islam, memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sederhanalah dalam mencintai dan membenci seseorang, yaitu jika mencintai tidak berlebih-labihan dan jika (terpaksa) membencipun hendaknya tidak berlebihan. Kedua-duanya dilakukan semata-mata karena Allah.

Jangan membenci orang yang berbuat salah, tetapi hendaknya membenci kesalahannya saja. (HR. Ibnu ‘Asakir).

Jangan mendendam karena kesalahan orang lain yang dilakukan terhadap kita. (HR. Muslim, Ahmad).

Jangan Memaki dan Membunuh Orang Islam.
Sabda Rasulullah saw.:
Sibaabul muslimi fusuuqun wa qitaaluhu kufrun.
Artinya:
“Mencari orang Islam adalah perbuatan hasiq, dan membunuhnya adalah perbuatan kufur.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[= Sesama muslim adalah bersaudara, maka masing-masing saling menjaga perasaan hati,  tidak menyakiti baik dengan perkataan atau perbuatan. Diantara ucapan yang menyakitkan hati adalah makian. Cacian ini bisa menimbulkan sakit hati pada orang yang orang dicaci. Hadits di atas menerangkan, bahwa memaki orang Islam adalah perbuatan fasiq, dan membunuh orang Islam adalah perbuatan kufur.].

Jangan membuat takut atau terkejut kepada sesama muslim. Rasulullah saw. sangat marah ketika seorang sahabatnya mengagetkan sahabatnya yang lain, walaupun hanya sekedar bergurau. (HR. Muslim, Abu Daud, Thabrani).

Jangan meremehkan sesama muslim, walaupun dari segi zhahirnya mereka hina atau lebih rendah dari kita, tetapi yang harus kita ingat bahwa di dalam hati mereka ada kalimat yang mulia (kalimah Thayyibah). (HR. Muslim, Ibnu Sa’ad, Ibnu Majah).

Jangan membuat seorang mukmin marah. (HR. Muslim).

Jangan menghujat seorang mukmin karena kesalahan mereka. Jangan kita tanyakan dengan nada menuntut: “kenapa kamu berbuat kesalahan seperti ini?” (HR. Muslim).

Jangan menyinggung perasaan orang mukmin. (HR. Muslim, Ibnu ‘Asakir).

Jangan menghina sesama muslim, walaupun ia telah bebuat salah. Dengan menghinanya berarti kita telah membantu syetan. Seharusnya jika mengetahui seorang mukmin berbuat salah, kita memohonkan ampun dan rahmat untuknya. (HR. Bukhari, Baihaqi).

Menghina sesama mukmin sangat dilarang oleh Al Qur’an. Barang siapa meremehkan larangan Al Qur’an berarti menghina Al Qur’an. (HR. Abu Nu’aim).


                                                     *** 88 ***


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.