Adab Islam.
Menghormati Tamu.
Sabda Rasulullah saw.:
Man
kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim dhaifahu.
Artinya:
“Barang
siapa benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memulyakan
tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[= sebagian dari tanda-tanda
sempurnanya iman seseorang ialah menghormati tamunya. Adapun cara menghormati
tamu ialah menyambutnya dengan wajah yang cerah, menjamunya menurut kemampuan
dan lain sebagainya. Adapun batas waktu dalam menjamu tamu ini, menurut syara’,
yang wajib tiga hari, sedang selebihnya adalah merupakan sedekah dari tuan
rumah.]
Tamu membawa rizki dan
kepulangannya membawa ampunan. (HR. Tirmidzi).
Sejelek-jeleknya suatu kaum
adalah yang tidak menghormati tamunya. (HR. Baihaqi)
Jangan menunggu sampai tamu
datang, sebaiknya kita memasak makanan, kemudian mengundang orang untuk datang
makan bersama kita. (HR. Baihaqi, Ibnu Adi).
Tidak ada kebaikan bagi
seseorang yang tidak dikunjungi tamu.
Hak seorang tamu untuk
dilayani adalah selama tiga hari. Selama itu tuan rumah dianjurkan agar
menghormati dan melayani tamu dengan sebaik-baiknya. Lebih dari tiga hari
pelayanan kita dianggap sebagai sedekah. (HR. Bukhari, Muslim).
Jangan sekali-kali
menyusahkan tamu, disunnahkan agar melayani keinginan tamu. (HR. Bukhari,
Baihaqi).
Disunnahkan bagi tuan rumah
agar menemani tamu makan. (HR. Baihaqi).
Bila tamu akan pulang maka
disunnahkan bagi tuan rumah untuk mengantarkannya sampai ke pintu rumah. (HR.
Ibnu Majah).
Adab Bagi yang Bertamu.
Makanlah apa yang
dihidangkan. Jangan meminta sesuatu yang tidak dihidangkan. (HR. Abi Ya’la)..
Jika akan berpuasa (puasa
sunnah ataupun selain di bulan Ramadhan), hendaknya meminta izin dulu dari tuan
rumah. (HR. Ibnu ‘Adi).
Jika sedang berpuasa selain
Ramadhan, puasa nadzar atau qadza, maka sebaiknya berbuka jika bertamu kemudian
dihidangkan makanan oleh tuan rumah. (HR. Bukhari, Muslim).
Dianjurkan agar jangan
menjadi imam shalat berjamaah, jika sedang bertamu di tempat orang lain. (HR.
Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad).
Adab Undangan Makan.
Disunnahkan agar datang
menghadiri undangan, jika diundang. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad).
Jika ada dua undangan yang
mengundang kita maka hadirilah yang terdekat dengan pintu rumah kita. (HR. Abu
Daud, Ahmad).
Jangan datangi suatu acara
jika tak diundang oleh tuan rumah. (HR. Abu Daud).
Boleh menghadiri suatu
undangan dengan membawa teman, walaupun teman tersebut tidak diundang. (HR.
Bukhari, Abu Daud, Baihaqi).
Sebaiknya jangan menghadiri
jika diundang oleh orang fasik atau undangan pada acara yang mengadakan
kemaksiatan. (HR. Thabrani, Faihaqi).
Melapangkan Tempat Duduk.
Sabda Rasulullah saw.:
Idzaa
dakhala ahadukum ilal qaumi fa ausi’ lahu falyajlis fa innamaa hiya karaamatun
minallaahi akramahu bihaa akhuuhul muslimu fain lam yuwassi’ lahu falyanzhur au
sa-‘ahaa makaanan falyajlis fiihi.
Artinya:
“Apabila
salah seorang (kamu) masuk pada suatu kaum, maka lapangkanlah tempat baginya,
maka duduklah dia. Sesungguhnya itu adalah kemuliaan daripada Allah yang telah
memuliakan dengan dia oleh saudaranya sesama muslim. Jika tidak ada lapang
baginya, maka hendaklah ia lihat tempat yang lapang, maka duduklah dia padanya.”
Jangan Mengusir.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
yuqiimur rajulur rajula min majlisihi tsumma yajlisu fiihi walaakin tafassahuu
wa tawassa-‘uu.
Artinya:
“Janganlah
membangunkan seseorang akan seseorang dari tempat duduknya kemudian duduk dia
pada tempat duduknya itu akan tetapi lapangkanlah dan renggangkanlah tempat
duduk itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mengucapkan Salam.
Sabda Rasulullah saw.:
Walladzii
nafsii biyadihi laa tadkhulul jannata hattaa tu’minuu walaa tu’minuu hattaa
tahaabbuu alaa adullukum ‘alaa syai-in in fa’altumuuhu tahaababtum afsyus
salaama bainakum.
Artinya:
“Demi
Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, kamu tidak akan masuk syurga,
kecuali kalau kamu beriman; dan tidaklah kamu beriman, kecuali kalau kamu
saling mengasihi. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang jika kamu kerjakan,
kamu akan saling mengasihi? Sebarkanlah salam di antara kamu.”
(HR. Muslim).
[= Di dalam hadits ini Nabi
saw. menunjukkan tiga perkara yang saling berkait. Masuk surga yang tergantung
iman, iman yang sempurna tergantung saling kasih-mengasihi dan saling mengasihi
tergantung pada penyebaran salam. Lalu salah satu cara untuk menumbuhkan rasa
saling kasih ini ialah saling memberi salam. Sebab memberi salam tadi
menunjukkan adanya kecenderungan hati dari seseorang kepada yang disalami.
Kalau hal itu dibiasakan, maka perasaan tadi akan berkembang menjadi rasa
kasih. Dan inilah perkara ketiga yang disebutkan oleh Nabi saw.
Kemudian tentang pahala
salam ini, para Ulama berpendapat; sebagian berkata, bahwa mejawab salam lebih
utama daripada memberi salam. Sebab menjawab
salam hukumnya wajib, sedangkan memberi
salam hukumnya sunnah.
Sebagian Ulama yang lain
berpendapat, bahwa memberi salam itu lebih banyak pahalanya, sebab memberi
salam adalah lebih dahulu daripada
menjawabnya, dan yang demikian itu
mempunyai keutamaan tersendiri. Manapun yang lebih banyak pahalanya, yang jelas, saling
menyalami itu dapat menguatkan persaudaraan.
Tentang orang yang mendapat
salam, disamping diwajibkan menjawabnya, disunnahkan juga baginya membalas
dengan yang lebih baik.
Misalkan disalami dengan Assalaamu’alaikum.
Maka disunnahkan menjawab
dengan Wa ‘alaikumussalam warahmatullah.
Jika disalami dengan Assalaamu’alaikum warahmatullahi
Disunnahkan menjawab dengan Wa ‘alaikumussalam warahmatullahi wa barakaatuh.
Tetapi kalau disalami
dengan: Assalaamu’alaikum warahmatullahi
wa barakaatuh.
Maka tidak disunnahkan
menambahi jawabannya dengan kata-kata apapun juga, karena Nabi saw. tidak
pernah menambahi jawaban setelah wa
barakaatuh.
Jangan Memutuskan Hubungan.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
yahillu limuslimin an yahjura akhaahu fauqa tsalaatsi layaalin yaltaqiyaani
fayu’ridhu haadzaa wa yu’ridhu haadza wa khairuhumaa alladzii yabda-u bissalaami.
Artinya:
“Tidak
halal bagi orang Islam, memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga
malam; jika mereka bertemu, maka yang itu berpaling dan yang ini berpaling.
Yang terbaik di antara keduanya ialah yang memulai memberi salam.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
[= Dihafami dari hadits di
atas, memutuskan hubungan selama kurang dari tiga hari diperbolehkan. Demikian
itu adalah kemurahan yang diberikan oleh Nabi saw. kepada umat Islam, sebab
pemutusan hubungan disebabkan dari hawa nafsu amarah, sedang nafsu amarah tidak
dapat reda seketika. Oleh karena itu, umat Islam diberi kesempatan untuk
meredakan amarahnya selama tiga hari. Adapun pemutusan hubungan yang lebih dari
tiga hari, hukumnya haram. Tetapi kalau untuk kebaikan , maka hal itu
diperbolehkan.]
Jangan Takabbur.
Sabda Rasulullah saw.:
Laa
yadkhulul jannata man kaana fii qalbihi mitsqaalu dzarratin minkibrin faqaala rajulun
innarrajula yuhibbu an yakuuna tsaubuhu hasanan wa na’luhu hasanatan qaala
innallaaha jamillun yuhibbul jamaala alkibru bathrul haqqi wa ghamthunnaasi.
Artinya:
“Tidak
akan masuk syurga, orang yang di dalam hatinya ada sedikit rasa takabbur.
Seseorang berkata: ‘Sesungguhnya seorang laki-laki akan senang jika pakaiannya
indah dan sandalnya bagus.’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu Maha Indah
dan suka keindahan. Takabbur adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia’.”
(HR. Muslim).
** 0 **

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.