Translate

Saturday, October 1, 2016

GHIBAH atau MENGUMPAT

Apakah Ghibah itu? Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain. Ini menunjukkan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini salah satu bentuk penghancuran. Sebab pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.
Lebih lanjut Rasullullah dalam haditsnya mempertegas makna Ghibah kepada para sahabatnya, sebagaimana disebutkan di bawah ini:


“Bertanyalah Nabi saw. kepada para sahabatnya: ‘Tahukah kalian apakah yang disebut ghibah itu?’. Mereka menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Maka jawab Nabi, yaitu Kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak menyukainya. Kemudian Nabi ditanya: ‘Bagaimana jika pada saudaraku itu terdapat apa yang saya katakan tadi?’. Rasullullah menjawab: ‘Jika padanya terdapat apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu mengumpat dia, dan jika tidak seperti apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu telah menuduh dia.’”
(Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i).

Secara naluri, memang manusia tidak suka jika bentuknya, perangainya, nasabnya atau ciri-cirinya itu dibicarakan dihadapan orang lain. Misalnya kita mengatakan dihadapan orang lain mengenai sifat, bentuknya saudara kita dengan kata-kata menghina, misalnya; tubuhnya besar, pendek, jelek, monyong dan lain sebagainya, itu juga sudah termasuk kedalam kategori ghibah. Perhatikan hadits berikut ini;
“Dari ‘Aisyah ia berkata: Saya pernah berkata kepada Nabi: Kiranya engkau cukup (puas) dengan Shafiyah (istri Nabi) begini dan begini, yakni dia itu pendek, maka jawab Nabi: ‘Sungguh engkau telah berkata suatu perkataan yang andaikata engkau campur dengan air laut niscaya akan bercampur’.”

Dalam Al-Qur’an Allah juga memerintahkan kepada orang-orang mukmin supaya menjauhi perbuatan ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), seperti yang tercantum dalam surat Al-Hujurat ayat 21:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari bersangka-sangka itu, karena sebagian dari bersangka-sangka itu berdosa, janganlah menyelidiki kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing (mengumpat) sebagian yang lain, sukakah kiranya seorang makan daging saudaranya yang telah mati, tentu kamu jijik. Karena itu bertaqwalah pada Allah. Sungguh Allah Maha penerima taubat lagi panyayang.”

Ibnu Mas’ud pernah berkata: “Kami pernah berada ditempat Nabi saw. tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri meninggalkan majlis (tempat duduk-duduk), kemudian ada seorang lain mengumpatnay sesudah dia tidak ada, maka kata Nabi kepada laki-laki ini: ‘Berseliltlah kamu!’. Orang tersebut bertanya: Mengapa saya harus berselilit sedangkan saya tidak makan daging?. Maka kata Nabi: ‘Sesungguhnya engkau telah makan daging saudaramu’ (Yakni akibat mengumpat saudaranya tadi).

Orang yang mengumpat atau bergunjing, adalah hubungannya dengan anak Adam, maka taubatnya orang yang ghibah itu selain mohon ampun kepada Allah, juga harus mohon maaf kepada orang yang bersangkutan. Bahkan dikatakan dalam suatu hadits, bahwa ghibah itu lebih berat daripada zinah. Kalau seorang yang berzinah itu apabila bertaubat, maka Allah memberinya taubat, tetapi orang yang ghibah tidak akan diampuni oleh Allah, sebelum dimaafkan oleh orang yang dighibahnya. (Hadits riwayat Al-Baihaqie dan Ibnu Abid Dunya.)

Ghibah yang diperbolehkan:
Kalau kita mengikuti uraian diatas bahwa ghibah itu adalah termasuk perbuatan yang sangat tercela dalam agama Islam. Tapi ada sisi dalam segi lain ghibah yang diperbolehkan, misalnya kalau ada suatu kepentingan. Sebagai contoh seseorang bertanya tentang pribadi orang lain karena ada maksud hubungan dagang atau akan mengawinkan anak gadisnya, atau untuk menyelesaikan suatu urusan yang sangat penting kepadanya. Sebab perbuatan dan tindakan yang semacam itu tidak bisa dilakukan kalau tidak menyebutkan ciri, sifat keadaan orang lain. Dan itulah ghibah yang diperbolehkan dalam agama.

Sebab-sebab yang menimbulkan Ghibah (Umpatan).
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin mengemukakan beberapa perkara yang menyebabkan timbulnya Ghibah itu, antara lain:
a). Ingin melenyapkan kemarahan.
Orang marah tidak mampu mengontrol dirinya, karena akalnya terselimuti oleh hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya sudah mengendalikannya, maka semua yang dikatakannya bisa sudah tidak objektif lagi, bisa menyimpang jauh dari fakta, asal dapat terpenuhi kepuasan hawa nafsu amarahnya. Misalnya berkata spontanitas menyebut-nyebut kekurangan-kekurangan serta keburukan-keburukan orang yang membuatnya amat marah itu.
b). Kemegahan diri.
Sebab kedua yang menimbulkan umpatan yaitu untuk kemegahan diri. Seseorang yang tidak dilandasi oleh agama, iman dan taqwa selalu menganggap remeh orang lain. Dengan demikian ia biasa menjelek-jelekkan orang lain, dan mengagung-agungkan dirinya dihadapan khalayak ramai.
c). Kedengkian.
Kedengkian itu tentulah dihadapkan kepada seseorang yang oleh orang banyak dipuji, dihormati, disanjung. Sang pendenki berusaha melenyapkan semua kenikmatan yang orang yang didengkinya. Karena maksudnya jahatnya untuk menjatuhkannya tidak kesampaian, maka ia menempuh cara memburuk-burukkan orang tersebut.
d). Bercengkerama.
Bercengkerama disini dimaksudkan berseda-gurau, bermain-main serta menghabiskan waktu untuk tertawa yang tidak ada manfaatnya. Kemudian untuk menyemarakkan suasana cengkerama itu biasanya diselingi dengan menyebut-nyebut cela-cela orang lain dengan tujuan agar orang banyak gembira, tertawa dan bersuka ria.
e). Penghinaan.
Pokok pangkal  perbuatan ini adalah karena perasaan congkak, sifat tinggi diri yang tiada berbatas serta ingin menganggap bodoh kepada yang dimoohkan itu.

HIKAYAT:
Hikayat ini kami ketengahkan dalam masalah ghibah atau mengumpat, dengan tujuan agar dijadikan gambaran dan selanjutnya pedoman, bahwa orang yang mengumpat itu termasuk orang yang jelek perangainya, tidak termasuk akhlak terpuji. Hikayat ini diambil dari kitab Irsyadul Ibad (Petunjuk Jalan Lurus).

Al-Junaid berkata: ‘Ketika aku duduk dimasjid Asysyuniziah, karena menunggu untuk menyolatkan jenazah, tiba-tiba aku melihat seorang fakir yang minta-minta, maka tergeraklah dalam hatiku: Andaikata orang fakir itu berusaha sehingga tidak meminta-minta, niscaya lebih baik baginya. Kemudian pada malam harinya, saya bangun sebagaimana biasa untuk melakukan sholat malam, mendadak tiba-tiba aku tidak dapat dan berat sekali rasanya untuk menyelesaikan wiridku, aku hanya dapat duduk hingga tertidur. Tiba-tiba aku bermimpi bertemu dengan orang fakir itu berwujud sepotong daging kambing panggangan yang dihidangkan padaku. Suatu suara berkata kepadaku: Makanlah dagingnya, karena anda telah menghibah padanya (menggujing padanya). Lalu hatiku membantah: Aku tidak sampai membicarakan pada orang lain, hanya tergerak dalam hatiku sendiri. Maka suara perasaan itu menjawab: Seorang seperti anda tidak layak berperasaan  sedemikian, seolah-olah tidak mengerti hikmah Allah, karena itu kini anda harus meminta maaf padanya. Aku terbangun dari tidurku, dan segera keluar mencari orang itu, beberapa hari baru kutemui dia, ia sedang duduk ditepi sungai sedang mengambil daun-daun sayur yang jatuh di sungai. Aku memberi salam kepadanya dan dijawab salamku, ia bertanya: Apakah anda akan mengulangi hal itu lagi Abul Qasim?. Jawabku: Tidak. Lalu dia berkata: Pulanglah semoga Allah mengampunkan kami dan kami. Amin.

Itulah sebuah hikmah tentang ghibah atau mengujing yang belum sampai disebarkan kepada orang lain, sudah demikian akibatnya. Apalagi sebuah ghibah (pergunjingan) yang sampai disebar-sebarkan kepada orang lain, apalagi dengan media massa super canggih seperti sakarang ini; facebook, twiter, email, radio, tv-entertainment dan lain sebagainya. Ingat yang membicarakan, menyebarkan, menonton dan mendengarkannya akan mendapat dosa yang sama dihadapan Allah.

AYAT-AYAT AL-QUR’AN TERKAIT MASALAH GHIBAH atau MENGUMPAT.
1). Surat Al-Hujurat ayat 11:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANU LAA YASKHOR QOUMUN MIN QOUMIN ‘ASAA AN YAKUUNUU KHOIRON MINHUM WALAA NISAA-UN MIN NISAA IN ‘ASAA AN YAKUNNA KHOIRON MINHUNNA WALAA TALMIZUU ANFUSAKUM WALAA TANAABAZUU BIL ALQOOBI, BIKSALISMUL FUSUUQU BA’DAL IIMAANI, WAMAN LAM YATUB FA-ULAA IKA HUMUDHI DHOOLIMUUN.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolokkan), dan janganlah wanita-wanita mengolok-ngolokkan wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan itu lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-ngolokkan, dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka ialah orang-orang yang dhalim”.

2). Surat Al-Hujurat ayat 12:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANU IJTANIBUU KATSIIRON MINADH DHONNI INNA BA’DHODHDHONNI ITSMUN WALAA TAJASSASUU WALAA YAGHTAB BA’DLUKUM BA’DLON, AYUHIBBU AHADUKUM AN YAK KULA LAHMAA KHIIHI MAITAN FAKARIHTUMUUHU, WATTAQULLAAHA INNALLAAHA TAWWAABUR ROHIIM.
Artinya:
“Hai orang-orang  yang beriman, jauhilah kebanyakan dari perangsaka, sesungguhnya sebagaian perangsaka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

3). Surat At-Taubah ayat 79:
AL-LADZIINA YALMIZUUNAL MUTHTHOWWI’IINA MINAL MUKMINIINA FISH SHODAQOOTI WAL LADZIINA LAA YAJIDUUNA ILLAA JUHDAHUM FAYASKHORUUNA MINHUM, SAKHIROLLAAHU MINHUM WALAHUM ‘ADZAA BUN ALIIMUN.
Artinya:
“Orang-orang yang mencela orang-orang mu’min yang memberi sedekah dengan suka rela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperolah (untuk disedehkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka itu adzab (siksa) yang pedih.”

4). Surat Al-Humazah ayat 1:
WAILUN LIKULLI HUMAZATIL LUMAZAH.
Artinya:
“Kecelakaan bagi setiap penggujing lagi pencela”

hadits-hadits nabi saw. TERKAIT MASALAH GHIBAH - MENGUMPAT.
a). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa dan Abu Dawud:
“Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi belum dengan hatinya. Janganlah kamu semua mengumpat kepada orang-orang Islam, dan jangan pula meneliti cela-cela (aib) mereka. Sebab barangsiapa yang meneliti cela saudaranya, maka Allah akan meneliti pula celanya, dan barangsiapa yang diteliti celanya oleh Allah, maka Allah akan menampakkannya sekalipun ia berada didalam rumahnya.”

b). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setiap orang Islam atas orang Islam lainnya itu haramlah darahnya (artinya tidak boleh membunuhnya), haram pula hartanya (artinya tidak boleh merampasnya) dan haram pula kehormatannya (artinya tidak boleh mengumpatnya).”

c). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqie, Ath-thabrani, Abusy, Ibnu Abid Dunyaa:
“Jauhilah olehmu ghibah (mengumpat), karena ghibah itu lebih berat daripada berzina. Ditanya oleh para sahabat: Bagaimanakah?. Jawabnya: Sesungguhnya seorang yang berzina bila bertaubat, maka Allah memberinya taubat, tetapi orang ghibah (mengumpat orang lain), tidak akan diampuni oleh Allah, sehingga dimaafkan oleh orang yang dighibahi itu.”

d). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu AbuYa’la:
“Tahukah kamu seberat-berat riba disisi Allah?. Jawab para sahabat: Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui. Maka bersabdalah Rasullullah saw. Seberat-berat riba disisi Allah ialah menganggap halal mengumpat kehormatan seorang muslim. Kemudian Nabi saw. membaca ayat yang artinya: Dan mereka yang mengumpat orang mu’min laki-laki maupun perempuan tanpa salah dan tidak benar, berarti mereka telah berbuat buhtan (tuduhan palsu) dan dosa yang nyata.”

e). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud:
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?. Jawab para sahabat: Allah dan Rasulnya yang mengetahui. Nabi saw. bersabda: Menceritakan perihal saudaramu yang ia tidak suka diceritakan pada orang lain. Nabi ditanya: Bagaimana jika memang benar sedemikian keadaan saudaraku itu?. Jawab Nabi saw.: Jika benar keteranganmu itu, maka itulah ghibah, tetapi jika tidak benar keteranganmu itu, maka itu bernama buhtan (tuduhan palsu) yang lebih besar dosanya.”

f). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas ra.:
“Ketika Nabi saw. dimirajkan, ia dapat melihat api neraka, tiba-tiba melihat orang-orang yang makan bangkai, lalu Nabi saw. bertanya kepada Jibril: Siapakah mereka itu wahai Jibril? Jawabnya: Mereka itu adalah orang-orang yang makan daging orang-orang (yakni suka ghibah).”

g). Rasullullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah ra:
“Ketika kami bersama Nabi saw. tiba-tiba tercium bau busuk, maka Nabi saw. bertanya: Tahukah kamu bau apakah ini?. Ini bau mulut orang-orang yang ghibah. (sewaktu didunia orang-orang mu’min.”

h). Rasullullah saw. bersabda:
“Barangsiapa selama dalam umurnya menghibah sekali saja, maka Allah SWT. Menyiksa dengan sepuluh macam siksa: (1). Dia menjadi jauh dari rakmat Allah, (2). Para malaikat memutuskan persahabatan dia, (3). Tercabut ruh dikala mati dengan sangat sakit, (4). Dia menjadi dekat dengan neraka, (5). Dia menjadi jauh dari syurga, (6). Amal baiknya dihapuskan, (7). Sangat dahsyat siksa kubur kepadanya, (8). Ruh Nabi Muhammad saw. merasa sakit sebab dia, (9). Allah SWT. sangat murka kepadanya, (10). Dia akan menjadi orang pailit (merugi) ketika ditimbang pada hari kiamat.”

i). Rasullullah saw. bersabda :
“Jauhilah olehmu sekalian dari berghibah, karena sesungguhnya didalam ghibah itu terdapat tiga bencana: (1). Do’anya tidak dikabulkan, (2). Kebaikannya tidak diterima, (3). Kejelekannya akan menjadi bertambah.”



No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.