Apakah Ghibah itu? Ghibah
adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga
diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain. Ini menunjukkan kelicikannya, sebab
sama dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini salah satu bentuk
penghancuran. Sebab pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya.
Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang
lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.
Lebih lanjut Rasullullah
dalam haditsnya mempertegas makna Ghibah kepada para sahabatnya, sebagaimana
disebutkan di bawah ini:
“Bertanyalah
Nabi saw. kepada para sahabatnya: ‘Tahukah kalian apakah yang disebut ghibah
itu?’. Mereka menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Maka jawab Nabi,
yaitu Kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak menyukainya.
Kemudian Nabi ditanya: ‘Bagaimana jika pada saudaraku itu terdapat apa yang
saya katakan tadi?’. Rasullullah menjawab: ‘Jika padanya terdapat apa yang kamu
bicarakan itu, maka berarti kamu mengumpat dia, dan jika tidak seperti apa yang
kamu bicarakan itu, maka berarti kamu telah menuduh dia.’”
(Hadits riwayat Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i).
Secara naluri, memang
manusia tidak suka jika bentuknya, perangainya, nasabnya atau ciri-cirinya itu
dibicarakan dihadapan orang lain. Misalnya kita mengatakan dihadapan orang lain
mengenai sifat, bentuknya saudara kita dengan kata-kata menghina, misalnya;
tubuhnya besar, pendek, jelek, monyong dan lain sebagainya, itu juga sudah termasuk
kedalam kategori ghibah. Perhatikan hadits berikut ini;
“Dari
‘Aisyah ia berkata: Saya pernah berkata kepada Nabi: Kiranya engkau cukup
(puas) dengan Shafiyah (istri Nabi) begini dan begini, yakni dia itu pendek,
maka jawab Nabi: ‘Sungguh engkau telah berkata suatu perkataan yang andaikata
engkau campur dengan air laut niscaya akan bercampur’.”
Dalam Al-Qur’an Allah juga
memerintahkan kepada orang-orang mukmin supaya menjauhi perbuatan ghibah
(menyebutkan kejelekan orang lain), seperti yang tercantum dalam surat
Al-Hujurat ayat 21:
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari bersangka-sangka itu, karena
sebagian dari bersangka-sangka itu berdosa, janganlah menyelidiki kesalahan
orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing (mengumpat) sebagian yang
lain, sukakah kiranya seorang makan daging saudaranya yang telah mati, tentu
kamu jijik. Karena itu bertaqwalah pada Allah. Sungguh Allah Maha penerima
taubat lagi panyayang.”
Ibnu Mas’ud pernah berkata:
“Kami pernah berada ditempat Nabi saw. tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri
meninggalkan majlis (tempat duduk-duduk), kemudian ada seorang lain
mengumpatnay sesudah dia tidak ada, maka kata Nabi kepada laki-laki ini:
‘Berseliltlah kamu!’. Orang tersebut bertanya: Mengapa saya harus berselilit
sedangkan saya tidak makan daging?. Maka kata Nabi: ‘Sesungguhnya engkau telah
makan daging saudaramu’ (Yakni akibat mengumpat saudaranya tadi).
Orang yang mengumpat atau
bergunjing, adalah hubungannya dengan anak Adam, maka taubatnya orang yang
ghibah itu selain mohon ampun kepada Allah, juga harus mohon maaf kepada orang
yang bersangkutan. Bahkan dikatakan dalam suatu hadits, bahwa ghibah itu lebih
berat daripada zinah. Kalau seorang yang berzinah itu apabila bertaubat, maka
Allah memberinya taubat, tetapi orang yang ghibah tidak akan diampuni oleh
Allah, sebelum dimaafkan oleh orang yang dighibahnya. (Hadits riwayat
Al-Baihaqie dan Ibnu Abid Dunya.)
Ghibah
yang diperbolehkan:
Kalau kita mengikuti uraian
diatas bahwa ghibah itu adalah termasuk perbuatan yang sangat tercela dalam
agama Islam. Tapi ada sisi dalam segi lain ghibah yang diperbolehkan, misalnya
kalau ada suatu kepentingan. Sebagai contoh seseorang bertanya tentang pribadi
orang lain karena ada maksud hubungan dagang atau akan mengawinkan anak
gadisnya, atau untuk menyelesaikan suatu urusan yang sangat penting kepadanya.
Sebab perbuatan dan tindakan yang semacam itu tidak bisa dilakukan kalau tidak
menyebutkan ciri, sifat keadaan orang lain. Dan itulah ghibah yang
diperbolehkan dalam agama.
Sebab-sebab
yang menimbulkan Ghibah (Umpatan).
Imam Ghazali dalam kitabnya
Ihya Ulumiddin mengemukakan beberapa perkara yang menyebabkan timbulnya Ghibah
itu, antara lain:
a).
Ingin melenyapkan kemarahan.
Orang marah tidak mampu
mengontrol dirinya, karena akalnya terselimuti oleh hawa nafsunya. Jika hawa
nafsunya sudah mengendalikannya, maka semua yang dikatakannya bisa sudah tidak
objektif lagi, bisa menyimpang jauh dari fakta, asal dapat terpenuhi kepuasan
hawa nafsu amarahnya. Misalnya berkata spontanitas menyebut-nyebut
kekurangan-kekurangan serta keburukan-keburukan orang yang membuatnya amat
marah itu.
b).
Kemegahan diri.
Sebab kedua yang menimbulkan
umpatan yaitu untuk kemegahan diri. Seseorang yang tidak dilandasi oleh agama,
iman dan taqwa selalu menganggap remeh orang lain. Dengan demikian ia biasa
menjelek-jelekkan orang lain, dan mengagung-agungkan dirinya dihadapan khalayak
ramai.
c).
Kedengkian.
Kedengkian itu tentulah
dihadapkan kepada seseorang yang oleh orang banyak dipuji, dihormati,
disanjung. Sang pendenki berusaha melenyapkan semua kenikmatan yang orang yang
didengkinya. Karena maksudnya jahatnya untuk menjatuhkannya tidak kesampaian,
maka ia menempuh cara memburuk-burukkan orang tersebut.
d).
Bercengkerama.
Bercengkerama disini
dimaksudkan berseda-gurau, bermain-main serta menghabiskan waktu untuk tertawa
yang tidak ada manfaatnya. Kemudian untuk menyemarakkan suasana cengkerama itu
biasanya diselingi dengan menyebut-nyebut cela-cela orang lain dengan tujuan
agar orang banyak gembira, tertawa dan bersuka ria.
e).
Penghinaan.
Pokok pangkal perbuatan ini adalah karena perasaan congkak,
sifat tinggi diri yang tiada berbatas serta ingin menganggap bodoh kepada yang
dimoohkan itu.
HIKAYAT:
Hikayat ini kami ketengahkan
dalam masalah ghibah atau mengumpat, dengan tujuan agar dijadikan gambaran dan
selanjutnya pedoman, bahwa orang yang mengumpat itu termasuk orang yang jelek
perangainya, tidak termasuk akhlak terpuji. Hikayat ini diambil dari kitab Irsyadul Ibad (Petunjuk Jalan Lurus).
Al-Junaid berkata: ‘Ketika
aku duduk dimasjid Asysyuniziah, karena menunggu untuk menyolatkan jenazah,
tiba-tiba aku melihat seorang fakir yang minta-minta, maka tergeraklah dalam
hatiku: Andaikata orang fakir itu berusaha sehingga tidak meminta-minta,
niscaya lebih baik baginya. Kemudian pada malam harinya, saya bangun
sebagaimana biasa untuk melakukan sholat malam, mendadak tiba-tiba aku tidak
dapat dan berat sekali rasanya untuk menyelesaikan wiridku, aku hanya dapat
duduk hingga tertidur. Tiba-tiba aku bermimpi bertemu dengan orang fakir itu berwujud
sepotong daging kambing panggangan yang dihidangkan padaku. Suatu suara berkata
kepadaku: Makanlah dagingnya, karena anda telah menghibah padanya (menggujing
padanya). Lalu hatiku membantah: Aku tidak sampai membicarakan pada orang lain,
hanya tergerak dalam hatiku sendiri. Maka suara perasaan itu menjawab: Seorang
seperti anda tidak layak berperasaan
sedemikian, seolah-olah tidak mengerti hikmah Allah, karena itu kini
anda harus meminta maaf padanya. Aku terbangun dari tidurku, dan segera keluar
mencari orang itu, beberapa hari baru kutemui dia, ia sedang duduk ditepi
sungai sedang mengambil daun-daun sayur yang jatuh di sungai. Aku memberi salam
kepadanya dan dijawab salamku, ia bertanya: Apakah anda akan mengulangi hal itu
lagi Abul Qasim?. Jawabku: Tidak. Lalu dia berkata: Pulanglah semoga Allah mengampunkan
kami dan kami. Amin.
Itulah sebuah hikmah tentang
ghibah atau mengujing yang belum sampai disebarkan kepada orang lain, sudah
demikian akibatnya. Apalagi sebuah ghibah (pergunjingan) yang sampai
disebar-sebarkan kepada orang lain, apalagi dengan media massa super canggih
seperti sakarang ini; facebook, twiter, email, radio, tv-entertainment dan lain
sebagainya. Ingat yang membicarakan, menyebarkan, menonton dan mendengarkannya
akan mendapat dosa yang sama dihadapan Allah.
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TERKAIT
MASALAH GHIBAH atau MENGUMPAT.
1). Surat Al-Hujurat ayat
11:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANU
LAA YASKHOR QOUMUN MIN QOUMIN ‘ASAA AN YAKUUNUU KHOIRON MINHUM WALAA NISAA-UN
MIN NISAA IN ‘ASAA AN YAKUNNA KHOIRON MINHUNNA WALAA TALMIZUU ANFUSAKUM WALAA
TANAABAZUU BIL ALQOOBI, BIKSALISMUL FUSUUQU BA’DAL IIMAANI, WAMAN LAM YATUB
FA-ULAA IKA HUMUDHI DHOOLIMUUN.
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka
(yang mengolok-ngolokkan), dan janganlah wanita-wanita mengolok-ngolokkan
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan itu
lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-ngolokkan, dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka ialah orang-orang yang dhalim”.
2). Surat Al-Hujurat ayat 12:
YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANU
IJTANIBUU KATSIIRON MINADH DHONNI INNA BA’DHODHDHONNI ITSMUN WALAA TAJASSASUU
WALAA YAGHTAB BA’DLUKUM BA’DLON, AYUHIBBU AHADUKUM AN YAK KULA LAHMAA KHIIHI
MAITAN FAKARIHTUMUUHU, WATTAQULLAAHA INNALLAAHA TAWWAABUR ROHIIM.
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari perangsaka, sesungguhnya sebagaian perangsaka itu adalah dosa,
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian
kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.”
3). Surat At-Taubah ayat 79:
AL-LADZIINA
YALMIZUUNAL MUTHTHOWWI’IINA MINAL MUKMINIINA FISH SHODAQOOTI WAL LADZIINA LAA
YAJIDUUNA ILLAA JUHDAHUM FAYASKHORUUNA MINHUM, SAKHIROLLAAHU MINHUM WALAHUM
‘ADZAA BUN ALIIMUN.
Artinya:
“Orang-orang
yang mencela orang-orang mu’min yang memberi sedekah dengan suka rela dan
(mencela) orang-orang yang tidak memperolah (untuk disedehkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan
membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka itu adzab (siksa) yang pedih.”
4). Surat Al-Humazah ayat 1:
WAILUN LIKULLI HUMAZATIL
LUMAZAH.
Artinya:
“Kecelakaan
bagi setiap penggujing lagi pencela”
hadits-hadits
nabi saw. TERKAIT MASALAH GHIBAH - MENGUMPAT.
a). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa dan Abu Dawud:
“Hai
orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi belum dengan hatinya.
Janganlah kamu semua mengumpat kepada orang-orang Islam, dan jangan pula
meneliti cela-cela (aib) mereka. Sebab barangsiapa yang meneliti cela
saudaranya, maka Allah akan meneliti pula celanya, dan barangsiapa yang
diteliti celanya oleh Allah, maka Allah akan menampakkannya sekalipun ia berada
didalam rumahnya.”
b). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setiap
orang Islam atas orang Islam lainnya itu haramlah darahnya (artinya tidak boleh
membunuhnya), haram pula hartanya (artinya tidak boleh merampasnya) dan haram
pula kehormatannya (artinya tidak boleh mengumpatnya).”
c). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqie, Ath-thabrani, Abusy, Ibnu Abid
Dunyaa:
“Jauhilah
olehmu ghibah (mengumpat), karena ghibah itu lebih berat daripada berzina.
Ditanya oleh para sahabat: Bagaimanakah?. Jawabnya: Sesungguhnya seorang yang
berzina bila bertaubat, maka Allah memberinya taubat, tetapi orang ghibah
(mengumpat orang lain), tidak akan diampuni oleh Allah, sehingga dimaafkan oleh
orang yang dighibahi itu.”
d). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu AbuYa’la:
“Tahukah
kamu seberat-berat riba disisi Allah?. Jawab para sahabat: Allah dan Rasulnya
yang lebih mengetahui. Maka bersabdalah Rasullullah saw. Seberat-berat riba
disisi Allah ialah menganggap halal mengumpat kehormatan seorang muslim.
Kemudian Nabi saw. membaca ayat yang artinya: Dan mereka yang mengumpat orang
mu’min laki-laki maupun perempuan tanpa salah dan tidak benar, berarti mereka
telah berbuat buhtan (tuduhan palsu) dan dosa yang nyata.”
e). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud:
“Tahukah
kalian apakah ghibah itu?. Jawab para sahabat: Allah dan Rasulnya yang
mengetahui. Nabi saw. bersabda: Menceritakan perihal saudaramu yang ia tidak
suka diceritakan pada orang lain. Nabi ditanya: Bagaimana jika memang benar
sedemikian keadaan saudaraku itu?. Jawab Nabi saw.: Jika benar keteranganmu
itu, maka itulah ghibah, tetapi jika tidak benar keteranganmu itu, maka itu
bernama buhtan (tuduhan palsu) yang lebih besar dosanya.”
f). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas ra.:
“Ketika
Nabi saw. dimirajkan, ia dapat melihat api neraka, tiba-tiba melihat
orang-orang yang makan bangkai, lalu Nabi saw. bertanya kepada Jibril: Siapakah
mereka itu wahai Jibril? Jawabnya: Mereka itu adalah orang-orang yang makan
daging orang-orang (yakni suka ghibah).”
g). Rasullullah saw.
bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah ra:
“Ketika
kami bersama Nabi saw. tiba-tiba tercium bau busuk, maka Nabi saw. bertanya:
Tahukah kamu bau apakah ini?. Ini bau mulut orang-orang yang ghibah. (sewaktu
didunia orang-orang mu’min.”
h). Rasullullah saw.
bersabda:
“Barangsiapa
selama dalam umurnya menghibah sekali saja, maka Allah SWT. Menyiksa dengan
sepuluh macam siksa: (1). Dia menjadi jauh dari rakmat Allah, (2). Para
malaikat memutuskan persahabatan dia, (3). Tercabut ruh dikala mati dengan
sangat sakit, (4). Dia menjadi dekat dengan neraka, (5). Dia menjadi jauh dari
syurga, (6). Amal baiknya dihapuskan, (7). Sangat dahsyat siksa kubur
kepadanya, (8). Ruh Nabi Muhammad saw. merasa sakit sebab dia, (9). Allah SWT. sangat
murka kepadanya, (10). Dia akan menjadi orang pailit (merugi) ketika ditimbang
pada hari kiamat.”
i). Rasullullah saw. bersabda
:
“Jauhilah
olehmu sekalian dari berghibah, karena sesungguhnya didalam ghibah itu terdapat
tiga bencana: (1). Do’anya tidak dikabulkan, (2). Kebaikannya tidak diterima,
(3). Kejelekannya akan menjadi bertambah.”
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.