Translate

Tuesday, November 22, 2016

WAJIB BERILMU TAPI SIAP DIPIDANA BILA...


Muhassabah.
Ketahuilah bahwa manusia mengenai ilmu pengetahuannya, mempunyai empat macam keadaan, seperti halnya dalam pengumpulan harta kekayaan. Karena bagi orang yang berharta, mempunyai keadaan menggunakan hartanya. Maka dia itu adalah orang yang berusaha dan keadaan menyimpannya dari basil usahanya itu. Sehingga jadilah dia seorang yang kaya, tak usah meminta lagi pada orang lain. Dan keadaan dapat membelanjai dirinya sendiri. Maka dapatlah ia mengambil manfa'at dari harta kekayaan itu.

Dan keadaan dapat memberikan kepada orang lain, sehingga ia menjadi seorang pemurah hati, yang dermawan. Dan inilah keadaan yang sebaik-baiknya. Maka seperti itu pulalah dengan ilmu pengetahuan, dapat disimpan seperti menyimpan harta benda.
Bagi ilmu pengetahuan ada keadaan mencari, berusaha, dan keadaan menghasilkan yang tidak memerlukan lagi kepada bertanya. Keadaan meneliti (istibshar), yaitu berpikir mencari yang baru dan mengambil faedah daripadanya. Dan keadaan memberi sinar cemerlang kepada orang lain. Dan inilah keadaan yang semulia-mulianya! Maka barangsiapa berilmu, beramal dan mengajar, maka dialah yang disebut orang besar dalam alam malakut tinggi. Dia laksana matahari yang menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan menyinarkan pula kepada dirinya sendiri. Dia laksana kesturi yang membawa keharuman kepada lainnya dan dia sendiripun harum.

Orang yang berilmu dan tidak beramal menurut ilmunya, adalah seumpama suatu daftar yang memberi faedah kepada lainnya dan dia sendiri kosong dari ilmu pengetahuan. Dan seumpama batu pengasah, menajamkan lainnya dan dia sendiri tidak dapat memotong. Atau seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan pakaian untuk lainnya dan dia sendiri telanjang. Atau seumpama sumbu lampu yang dapat menerangi lainnya dan dia sendiri terbakar, sebagaimana kata pantun :

"Dia adalah laksana
sumbu lampu yang dipasang,
memberi cahaya kepada orang
Dia sendiri terbakar menyala".

Manakala sudah mengajar maka berarti telah melaksanakan pekerjaan besar dan menghadapi bahaya yang tidak keciI. Maka peliharalah segala adab dan tugas-tugasnya, yaitu;

Tugas Pertama: mempunyai rasa belas-kasihan kepada murid-murid dan memperlakukan mereka sebagai anak sendiri.
Bersabda Nabi saw.:
Innamaa ana lakum mitslul waalidi liwaladihi.
Artinya :
"Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama Seorang ayah bagi anaknya".
(Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan lbnu Hibban dari Abi Hurairah.)

Dengan maksudnya, melepaskan murid-muridnya dari api neraka akhirat. Dan itu adalah lebih penting dari usaha kedua ibu-bapa, melepaskan anaknya dari neraka dunia. Karena itu, hak seorang guru adalah lebih besar dari hak ibu-bapa. Ibu-bapa menjadi sebab lahirnya anak itu dan dapat hidup di dunia yang fana ini. Sedang guru menjadi sebab anak itu memperoleh hidup kekal. Kalau tidak adalah guru, maka apa yang diperoleh si anak itu dari orang tuanya, dapat membawa kepada kebinasaan yang terus-menerus.

Guru adalah yang memberikan kegunaan hidup akhirat yang abadi. Yakni guru yang mengajar ilmu akhirat ataupun ilmu pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akhirat, tidak dunia. Adapun mengajar dengan tujuan dunia, maka itu binasa dan membinasakan. Berlindunglah kita dengan Allah daripadanyal.

Sebagaimana hak dari anak-anak seorang ayah, berkasih-kasihan dan bertolong-tolongan mencapai segala.maksud, maka seperti demikianIah kewajiban dari murid-murid seorang guru, berkasih-kasihan dan sayang-menyayangi. Hal itu baru ada, bila tujuan mereka akhirat. Dan kalau tujuannya dunia, maka yang ada tak lain dari berdengki-dengkian dan bermusuh-musuhan.
Sesungguhnya para ulama dan putera-putera akhirat itu adalah orang-orang musafir kepada Allah Ta'ala dan berjalan kepadaNya, dari dunia. Tahun-tahunnya dan bulan-bulannya adalah tempat-tempat singgahan dalam perjalanan. Sayang-menyayangi diperjalanan antara orang-orang yang sama-sama berangkat ke kota, adalah menyebabkan lebih eratnya hubungan dan kasih sayang. Maka bagaimanakah berjalan ke firdaus tinggi dan sayang-menyayangi di dalam perjalanannya dan tak ada sempit pada kebahagiaan akhirat?

Maka karena itu, tak adalah pertentangan diantara putera-putera akhirat. Sebaliknya dalam mengejar kebahagiaan duniawi, jalannya tidak lapang. Dari itu senantiasa dalam keadaan sempit berdesak-desakan. Orang yang menyeleweng dengan ilmu pengetahuannya untuk menjadi kepala, sesungguhnya telah keluar dari kandungan finnan Allah Ta'ala:
Innamal mu'minuuna ikhwah.
Artinya :
"Sesungguhnya orang mu'min itu bersaudara". (QS. Al-Hujurat: 10).

Dan masuk ke dalam maksud firman Allah Ta'ala :
Al-akhillaa-u yauma-idzin ba'dluhum liba'dlin 'aduwwun illal muttaqiin.
Artinya:
"Shahabat-shahabat pada hari itu, satu dengan yang lain jadi bermusuhan, kecuali dari orang-orang yang memelihara dirinya darikejahatan". (QS. Az-Zukhruf: 67).

Tugas Kedua: bahwa mengikuti jejak Rasul saw. Maka ia tidak mencari upah, balasan dan terima kasih dengan mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan mencari kedekatan diri kepadaNya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam budi kepada murid-murid itu, meskipun murid-murid itu harus mengingati budi baik orang kepadanya.

Tetapi guru itu harus memandang bahwa dia telah berbuat suatu perbuatan yang baik, karena telah mendidik jiwa anak-anak itu. Supaya hatinya dekat kepada Allah Ta'ala dengan menanamkan ilmu pengetahuan padanya. Seumpama orang yang meminjamkan kepada anda sebidang tanah untuk anda tanami didalamnya tanam-tanaman untuk anda sendiri. Maka faedah yang anda dapati adalah melebihi dari faedah yang diperoleh pemilik tanah itu. Maka bagaimanakah anda menyebut-nyebut jasa anda itu? Pada hal pahaIa yang anda peroleh dari mengajar itu, pada Allah Ta'ala lebih banyak dari pahala yang diperoleh oleh murid. Dan kalaulah tak ada murid yang belajar, maka anda tidak akan memperoleh pahala itu.

Dan itu, janganlah diharap pahala selain dari Allah Ta'ala, seperti firmanNya:
Wa yaaqaumi laa as-alukum alaihi maalan in ajria illaa 'alallaah.
Artinya:
"Hai kaumku! Aku tiada meminta harta kepada kamu sebagai upahnya, upahku hanyalah dari Tuhan". (QS. Hud: 29).

Harta dan isi dunia adalah menjadi pesuruh badan kita. Badan menjadi kendaraan dan tunggangan jiwa. Yang dikhidmati ialah ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuanlah, jiwa itu mulia. Orang yang mencari harta dengan ilmu, samalah dengan orang yang menyapu bawah sepatunya dengan mukanya supaya bersih. Dijadikannya yang dilayani menjadi pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani.

lnilah penjungkir-balikan namanya. Dan adalah seumpama orang yang berdiri di hari mahsyar bersama orang-orang yang berdosa. Terbalik kepalanya dihadapan Tuhan. Pendek kata, kelebihan dan kenikmatan adalah untuk guru. Maka perhatikanlah, bagaimana sampai urusan agama kepada suatu kaum, yang mendakwakan bahwa maksudnya dengan ilmu yang ada padanya, baik ilmu fiqih atau ilmu kalam, baik memberi pelajaran dalam ilmu yang dua tadi atau lainnya, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka menyerahkan harta dan kemegahan serta menerima bermacam-macam penghinaan, untuk berkhidmat kepada sultan-sultan (penguasa-penguasa), supaya permintaannya berlaku. Jikalau mereka tinggalkan yang demikian itu, niscaya mereka ditinggalkan. Dan tidak akan ada orang yang datang kepada mereka lagi.

Kemudian, diharap oleh guru dari muridnya, bantuan pada tiap-tiap malapetaka, memberi pertolongan kepadanya, memusuhi musuhnya, bangun memenuhi keperluan hidupnya dan duduk bersimpuh dihadapannya. Apabila tidak, maka dia memberontak dan muridnya itu menjadi musuhnya yang terbesar. Alangkah kotomya orang berilmu, yang rela untuk dirinya kedudukan yang demikian. Kemudian, ia bergembira dengan itu. Kemudian, tidak malu mengatakan "Maksudku dengan mengajar ialah menyiarkan ilmu pengetahuan, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menolong agamaNya".

Maka perhatikanlah segala tanda, sehingga engkau melibat penipuan-penipuan yang beraneka ragam itu.

Tugas ketiga: bahwa tidak meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang demikian itu, ialah dengan melarangnya mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat itu. Dan belajar ilmu yang tersembunyi, sebelum selesai ilmu yang terang.

Kemudian menjelaskan kepadanya bahwa maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Bukan karena keinginan menjadi kepala, kemegahan dan perlombaan. Haruslah dikemukakan keburukan sifat-sifat itu sejauh mungkin. Seorang berilmu yang jahat tidaklah berbuat kebaikan lebih banyak dari berbuat kejahatan dan kerusakan. Bila diketahui orang yang bathinnya dengan menuntut ilmu adalah untuk dunia, maka haruslah diperhatikan kepada ilmu yang dipelajarinya itu. Kalau ilmu itu ilmu khilafiah mengenai figih, berdebat dalam ilmu kalam, berfatwa dalam soal persengketaan dan hukum, maka hendaklah dkegah. Karena ilmu pengetahuan tersebut tidak termasuk dalam ilmu akhirat dan tidak termasuk sebagian dari ilmu yang dikatakan. "Kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu enggan kalau bukan karena Allah !.”

Yang termasuk dalam ilmu akhirat, ialah ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu yang menjadi perpegangan orang-orang terdahulu, dari ilmu akhirat, ilmu mengenai budi pekerti jiwa dan cara mengasuhnya.

Apabila ilmu tadi dipelajari oleh seorang pelajar dengan tujuan duniawi, maka tak mengapa dibiarkan. Karena membuahkan pengharapan, bagi pelajar itu nanti, pada pengajaran dan pengikutan kepada orang ramai. Bahkan kadang-kadang ia sadar di tengah jalan atau diakhir jalan. Karena padanya ada pengetahuan yang membawa takut kepada Allah Ta'ala, penghinaan kepada dunia dan penghargaan kepada akhirat.

Dan ada harapan besar pelajar itu akan memperoleh jalan yang benar ke akhirat, sehingga dia memperoleh pengajaran dengan apa yang diajarinya orang lain. Dan berlakulah kesukaan diterima orang kata-katanya dan kemegahan, sebagai berlakunya biji-bijian yang ditaburkan di keliling perangkap, untuk menangkap burung dengan yang demikian.

Memang demikianlah, diperbuat oleh Allah pada hambaNya. Karena dijadikanNya nafsu syahwat, supaya makhluk itu dapat meneruskan keturunannya. DijadikanNya pula suka mencari kemegahan, supaya menjadi sebab, untuk menghidupkan ilmu pengetahuan. Demikianlah yang kita harapkan pada ilmu-ilmu tersebut.

Mengenai masalah khilafiah semata-mata, perdebatan dalam ilmu kalam, pengetahuan ilmu furu’ yang ganjil-ganjil, bila ilmu itu saja yang diperhatikan, sedang yang lainnya dikesampingkan, maka hanyalah menambahkan kesesatan hati dan kelalaian dari pada Allah Ta'ala. Serta berkepanjangan dalam kesesatan dan mencari kemegahan. Kecuali orang-orang yang dinaungi Allah dengan rahmat-kasihNya. Atau dicampurkan ilmu tadi, dengan ilmu-ilmu yang lain dari ilmu pengetahuan keagamaan. Untuk itu tidak dapat kita buktikan, seperti percobaan dan penyaksian. Dari itu perhatikanlah, renungkanlah dan selidikilah supaya diperoleh kebenarannya dalam kalangan manusia dan negeri-negeri Semoga Allah memberi pertolongan !

Pernah orang melihat Sufyan Ats-Tsuri gundah-gulana, maka ditanyakan: "Mengapakah tuan hamba demikian?" Ia menjawab "Kami ini menjadi toko, bagi anak-anak dunia. Seorang dari mereka selalu bersama kami, tetapi apabila telah belajar, lalu diangkat menjadi hakim (kadli), pegawai atau penguasa.”

Tugas keempat: yaitu termasuk yang halus-halus dari mengajar, bahwa guru menghardik muridnya dari berperangai jahat dengan cara sindiran selama mungkin dan,tidak dengan cara terus terang. Dan dengan cara kasih-sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab, kalau dengan cara terus terang, merusakkan takut murid kepada guru. Dan mengakibatkan dia berani menentang dan suka meneruskan sifat yang jahat itu.
Nabi saw. selaku mursyid segala guru, pemah bersabda:
Lau muni’an naasu 'an fattil ba'ri lafattuuhu wa qaaluu maa nuhiinaa anhu illaa wa fiihi syaiun.
Artinya :
"Jikalau manusia itu dilarang dari menghancurkan taik unta, maka akan dihancurkannya dengan mengatakan: "Kita tidak dilarang dari perbuatan itu kalau tak ada apa-apanya".
(Menurut Al-Iraqi, dia tidak pemah menjumpai hadits ini).

Keadaan yang tersebut tadi, mengingatkan anda akan kisah Adam dan Hawa as. serta larangan yang ditujukan kepada keduanya. Dan tidaklah kisah itu diterangkan kepadamu untuk menjadi buah pembkaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau sadari atas jalan ibarat. Juga dengan sindiran itu, membawa kepada jiwa utama dan hati suci, untuk memahami tujuan dari sindiran itu. Maka dengan keinginan memperhatikan maksud dari sindiran itu, karena ingin mengetahuinya, tahulah dia bahwa hal itu tidak boleh lenyap dari perhatiannya.

Tugas kelima: seorang guru yang bertanggung jawab pada salah satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan mata pelajaran lain dihadapan muridnya.
Seumpama guru bahasa, biasanya melecehkan ilmu fiqih. Guru fiqih melecehkan ilmu hadits dan tafsir dengan sindiran, bahwa ilmu hadits dan tafsir itu adalah semata-mata menyalin dan mendengar. Cara yang demikian, adalah cara orang yang lemah, tidak memerlukan pikiran padanya. Guru ilmu kalam memandang sepi kepada ilmu fiqih dengan mengatakan, bahwa fiqih itu membkarakan soal furu`. Diantara lain memperkatakan tentang kain kotor wanita. Maka apakah artinya itu, dibandirigkan dengan memperkatakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pengasih?

Inilah budi pekerti yang tercela pada para guru yang harus dijauhkan !
Sebaliknya, yang wajar hendaklah seorang guru yang bertanggung jawab sesuatu mata pelajaran, membuka jalan seluas-luasnya kepada muridnya untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Kalau dia bertanggung jawab dalam beberapa ilmu pengetahuan, maka hendaklah menjaga kemajuan si murid dari setingkat ke setingkat!

Tugas keenam: guru harus menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan pelajaran yang belum sainpai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya tumpul.
Perhatikanlah akan sabda Nabi saw. :
Nahnu ma`aasyiraI anbiyaa-i umirnaa an-nunzilannaasa manaazilahum wa nukallimahum ’alaa qadri 'uquulihim.
Artinya:
"Kami para Nabi disuruh menempatkan masing-masing orang pada tempatnya dan berbicara dengan mereka menurut tingkat pemikirannya".
(Dirawikan hadits ini pada sabagian dari Abi-Bakar bin Asy-Syukhair dari Umar dan pada Abi Dawud dari A'isyah.)

Kembangkanlah kepada murid itu sesuatu pengetahuan yang mendalam, apabila diketahui bahwa dia telah dapat memahaminya sendiri.
Bersabda Nabi saw. :
Maa ahadun yuhadditsu Bauman bihadiitsin laa tablughuhu uquuluhum illaa kaana fitnatan 'alaa bedbihim.
Artinya
"Apabila seseorang berkata kepada sesuatu golongan tentang persoalan yang belum sampai otaknya ke sana, maka ia menjadi fitnah kepada sebahagian dari mereka".
(Hadits ini ada kata-katanya dari Al-‘Uqalli dan Abu Na’im dari Ibnu Abbas, dengan isnad dla’if)

Berkata Ali ra. sambil menunjuk ke dadanya: "Di sini terkumpul banyak ilmu pengetahuan, sekiranya dapatlah saya peroleh orang-orang yang menerimanya".
Benarlah ucapan beliau itu. Dada orang-orang baik (al-abrar) adalah kuburan ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi (al-asrar). Dari itu, tidak wajarlah bagi seorang yang berilmu, menyiarkan seluruh ilmu pengetahuannya kepada orang. Hal ini, apabila dapat dipahami oleh yang belajar dan ia belum dapat mengambil faedah dengan ilmunya. Maka betapa pula terhadap orang yang tidak dapat memahaminya? Berkata Nabi Isa as.: “Janganlah engkau gantungkan mutiara pada leher babi".

Ilmu hikmah adalah lebih mulia dari mutiara. Orang yang tidak suka kepada ilmu hikmah, adalah lebih jahat dari babi. Dari itu dikatakan sukarlah bagi masing-masing orang, menurut ukuran akalnya. Dan timbanglah bagi masing-masing orang itu dengan timbangan pahamnya, sehingga selamat dan bermanfa'at.

Kalau tidak ada pemahaman, maka terjadilah pertentangan karena timbangan akal berlebih-kurang (salah pengertian). Ditanyakan setengah ulama tentang suatu hal. Beliau tidak menjawab, lalu penanya itu bertanya lagi: tidakkah tuan mendengar sabda Nabi saw.:
Man katama ‘ilman naafi`an jaa-a  yaumal qiyaamati muljaman bilijaamin min naar.
Artinya:
"Barang siapa yang menyembunyikan ilmu yang bermanfa’at, niscaya datang dia pada hari qiamat, pada mulutnya ada kekang dari api neraka".
(Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Salid dengan isnad dIalif.)

Maka menjawablah ulama tersebut: "Tinggalkanlah kekang itu dan pergilah! Kalau datang kemari orang yang berpaham dan aku sembunyikan juga, maka letakkanlah kekang itu pada mulutku!".
Berfirman Allah Ta'ala:
Wa laa tu`tussufahaa-a amwaalakum.
Artinya:
"Janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang belum mengerti (masih bodoh) harta-harta mereka yang kamu dijadikan Tuhan pemeliharanya". (QS. An-Nisa: 5)

Firman tersebut sebagai peringatan bahwa menjaga ilmu pengetahuan dari orang yang merusakkan dan mendatangkan kemelaratan, adalah lebih utama lagi. Dan tidaklah kurang dzalimnya antara memberikan kepada yang tidak berhak dan tidak memberikan kepada yang berhak.

Berkata seorang penyair :
"Apakah saya hamburkan mutiara,
dihadapan pengembala domba?
Lalu jadilah dia tersimpan,
dalam gudang pentemak hewan?”

Mereka itu tidak tabu,
akan harga mutiara.
Dari itu saya tak mau,
menggantungkannya pada leher mereka

Kalau kiranya Tuhan,
mencurahkan belas kasihan.
Lalu kedapatan,
ahli ilmu pengetahuan.
Saya akan siarkan ilmu berfaedah,
saya akan memperoleh cinta mahabbah.
Kalau tidak begitu
biarlah tersimpan dan tersembunyi dalam dadaku!
Memberikan ilmu kepada orang bodoh, adalah menyia-nyiakan.
Tak mau memberikannva kepada yang berhak, adalah menganiayakan.

Tugas ketujuh: kepada .seorang pelajar yang singkat paham, hendaklah diberikan pelajaran yang jelas, yang layak baginya. Janganlah disebutkan kepadanya, bahwa di balik yang diterangkan ini, ada lagi pembahasan yang mendalam yang di simpan, tidak dijelaskan. Karena, yang demikian. itu, mengakibatkan kurang keinginannya pada pelajaran yang jelas itu dan mengacau-balaukan pikirannya. Sebab menimbulkan dugaan kepada pelajar itu nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan ilmu itu kepadanya.

Sekalian orang menyangka bahwa dirinya ahli dalam segala ilmu, meskipun yang pelik. Dan tak ada seorangpun yang tak ingin memperoleh pikiran yang cerdas dari pada Allah Ta'ala. Orang yang paling dungu dan paling bodoh pun merasa gembira dengan kesempurnaan akal pikirannya.

Dan dengan ini, dapatlah diketahui, bahwa orang awam yang terikat dengan ikatan kepercayaan Agama dan meresap dalam jiwanya ‘aqidah yang berasal dari ulama-ulama terdahulu, tanpa membanding dan mena’wilkan dan dalam pada itu, bathinnya cukup baik dan akalnya tidak berpikir lebih banyak dari itu, maka tidak sewajarnyalah ‘aqidah orang awam itu dikacau-balaukan. Tetapi sewajarnyalah dia itu dibiarkan dengan urusannya. Sebab kalau diterangkan kepada si awam itu pena`wilan-pena`wilan  dari kedzahiran kata-kata maka terlepaslah apa yang terikat dalam hatinya. Dan tidak mudah lagi mengikatnya kembali dengan apa yang diikatkan oleh orang yang tertentu (orang al-khawwash). Lalu terangkatlah dinding antara si awam tadi dan perbuatan ma‘siat. Dan bertukarlah dia menjadi setan penggoda, membinasakan dirinya sendiri dan orang lain.

Bahkan, tidak layak orang awam itu dibawa berkecimpung ke dalam ilmu hakikat yang pelik-pelik. Tetapi, cukupkan saja dengan mengajari peribadatan, mengajari amanah dalam pekerjaannya sehari-hari. Iaikanlah jiwanya dengan keinginan kepada sorga dan ketakutan kepada neraka, seperti yang tersebut dalam Al-Qur’an Suci.

Jangan dibangunkan pikiran mereka kearah keragu-raguan. Karena .mungkin nanti keragu-raguan itu melekat dalam hatinya dan sukar dilepaskannya. Maka binasalah dan celakalah dia kesudahannya. Pendek kata, tidak wajar pintu pembahasan di buka kepada orang awam. Sebab dengan itu membawa kepada kekosongan pekerjaan mereka, yang menjadi sendi dari budi pekerti dan kekekalan hidup dari orang-orang tertentu.

Tugas kedelapan: guru itu harus mengamalkan sepanjang ilmunya. Jangan perkataannya membohongi perbuatannya. Karena ilmu dilihat dengan mata-hati dan amal dilihat dengan mata-kepala.
Yang mempunyai mata-kepala adalah lebih banyak. Apabila amal bersalahan dengan ilmu, maka tercegahlah keadilan. Orang yang mengambil sesuatu, lalu mengatakan kepada orang lain: "Jangan kamu ambil barang itu, sebab barang itu adalah racun yang membinasakan!", adalah telah memperkosa hak orang lain. Dia akan kena tuduhan. Orang semakin bernafsu kepada benda yang dilarang mengambilnya itu, dengan mengatakan: "Kalau bukanlah benda itu baik dan berharga, masakan diambilnya.
Dibandirigkan guru yang mursyid dengan para muridnya, adalah seumpama ukiran dari abu tanah dan bayang-bayang dari kayo. Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa benda pengukir dan kapankah bayang-bayang itu lurus sedang kayunya bengkok?
Karena itu, berkatalah pantun yang seirama dengan itu :

"Janganlah engkau melarang suatu pekerti,
sedang engkau sendiri melakukannya.
Malulah kepada diri sendiri,
dilihat orang engkau mengerjakannya !"

Berfirman Allah Ta'ala:
Ata’ muruunan-naasa bil birri wa tansauna anfusakum.
Artinya:
"Adakah kamu menyuruh orang lain dengan berbuat balk dan kamu lupakan dirimu sendiri! ". (QS. Al-Baciarah: 44).

Karena itulah, dosa orang yang berilmu mengerjakan perbuatan ma`siat, adalah lebih besar dari dosa orang yang bodoh. Karena dengan terperosoknya orang yang berilmu, maka terperosoklah orang banyak yang menjadi pengikutnya. Barang siapa membuattradiai yang buruk, maka berdosalah dia dan berdosalah orang yang menuruti tradisi itu.

Dari itu berkata Ali ra.: "Ada dua orang yang mendatangkan bala bencana kepada kita, yaitu orang yang berilmu yang tak menjaga kehormatan dan orang yang bodoh yang kuat beribadah. Orang yang bodoh itu menipu manusia dengan peribadatannya dan orang berilmu itu menipu manusia dengan kelengahannya".
Wallahu alam (Allah Yang Maha Tahu!).

Tentang bahaya lima pengetahuan, penjelasan tanda-tanda ulama akhirat dan Warm su'u (ulama jahat).
Telah kami terangkan dahulu ayat dan hadits tentang kelebihan ilmu dan ulama (ahli ilmu). Dan mengenai ulama su’u  telah datang penegasan-penegasan yang tegas, yang menunjukkan bahwa mereka memperoleh ‘azab yang sangat keras pada hari qiamat, dibandingkan dengan orang-orang lain.

Ulama su’u atau ulama yang tidak sholeh adalah sebagaimana yang disampaikan dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang artinya “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Ulama su’u adalah mereka yang tidak menyadarinya atau tidak disadarkan oleh Allah Azza wa Jalla atas kesalahannya atau kesalahpahamannya sehingga mereka menyadarinya kelak dikemudian hari.
Ulama su’u pada umumnya adalah ulama yang bukannya mendekati Allah ta’ala namun mendekati para penguasa.

Yang teramat penting, ialah mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat. Yang kami maksudkan dengan ulama dunia ialah ulama su'u yang tujuannya dengan ilmu pengetahuan itu ialah untuk memperoleh kesenangan duniawi, kemegahan dan kedudukan.
Bersabda Nabi saw.:
Inna asyaddan naasi `adzaaban yaumal qiaamati 'aalimun lam yanfa' hullaahu bi`ilmihi.
Artinya:
"Manusia yang sangat memperoleh `azab pada hari qiamat ialah orang yang berilmu yang tiada bermanfa'at dengan ilmunya".
(Dirawikan Abi Hurairah. Dan Al-Ghazali ra. telah menyebutkan hadits ini tiga kali dengan ini.)

Dan bersabda Nabi saw.:
Laa yakuunul mar-u `aaliman hattaa yakuuna bi`ilmihi `aamilaa.
Artinya:
"Tidaklah seorang itu benama ’alim sebelum berbuat menuruti ilmunya".
(Dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Abid darda'.).

Dan bersabda Nabi saw.:
"Ilmu pengetahuan itu ada dua: ilmu pada lisan, yaitu ilmu yang menjadi alasan bagi Allah atas makhlukNya dan ilmu pada hati, yaitu ilmu yang bermanfaat".
(Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu   dari Al-Hasan.)

Bersabda Nabi saw. lagi.:
"Adalah pada akhir zaman, orang-orang yang beribadah yang bodoh dan orang-orang yang berilmu yang tidak beribadah (fasiq)”
(Dirawikan Al-Haklm dari Anas, hadits dla’if.)

Bersabda Nabi saw.:
"Janganlah engkau mempelajari ilmu pengetahuan untuk bersombong-sombong dengan sesama berilmu, untuk bertengkar dengan orang-orang yang berpikiran lemah dan untuk menarik perhatian orang ramai kepadamu. Barang siapa berbuat demikian,maka dia dalam neraka".
(Dirawikan Ibnu Majah dari Jabir dengan isnad shahih.)

Bersabda Nabi saw.: "Barang siapa menyembunyikan ilmu pengetahuan yang ada padanya, maka diberikan oleh Allah kekang pada mulutnya dengan kekang api neraka".
(Kata-kata hadits ini, adalah pada sebagian jalan hadits Abi Hurairah, yang dirawikan Ibnu Juz-i)

Dan. bersabda Nabi saw.: "Sesungguhnya aku lebih takut padamu, kepada yang bukan dajal dari.dajal", Lalu orang menanyakan: "Siapakah itu?" Maka menjawab Nabi saw.: "Imam-imam (pemuka-pemuka) yang menyesatkan".
(Dirawikan Ahmad dari Abi Dzar dengan isnad baik.)

Bersabda Nabi saw.: "Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah petunjuk, niscaya dia tidak bertambah dekat melainkan bertambah jauh dari Allah".
(Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dan Ibnu Hibban, mauquf pada AI-Hasan.)

Bersabda Nabi Isa as.: "Kapankah kamu akan menerangkan jalan kepada orang-orang yang berjalan malam, sedang kamu bertempat tinggal bersama-sama orang-orang yang dalam keheranan ?"

Dengan hadits ini dan lainnya, menunjukkan betapa besarnya bahaya ilmu. Orang yang berilmu, adakalanya menderita kebinasaan abadi atau kebahagiaan abadi. Dengan berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang berilmu itu tidak memperoleh keselamatan, jika tidak mendapat kebahagiaan.

Adapun atsar (kata-kata shahabat dan ulama-ulama terdahulu), diantara lain berkata Umar ra.: "Yang paling saya takutkan kepada ummat ini, ialah orang munafiq yang berilmu".
Bertanya hadirin: "Bagaimana ada orang yang munafiq berilmu?",
Menjawab Umar ra,: “Berlimu di lidah, bodoh di hati dan diperbuatan".

Berkata Al-Hasan ra.: "Janganlah ada engkau sebahagian dari orang yang mengumpulkan ilmu ulama, kata pilihan hukuma’ dan berlaku dalam perbuatan seperti sufaha (orang-orang bodoh)".
Berkata seorang laki-laki kepada Abu Hurairah ra.: "Saya mau mempelajari ilmu, tetapi saya takut nanti ilmu itu tersia-sia".
Menjawab Abu Hurairah ra.: "Dengan meninggalkan saja, sudah mencukupi untuk dipandang menyia-nyiakan ilmu".
Ditanyakan Ibrahim bin Uyainah: "Manakah manusia yang lama benar penyesalan nya?"
Menjawab Ibrahim: "Adapun pada masa dekat di dunia ini, ialah orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih. Dan ketika mati nanti, ialah orang yang berilmu yang menyia-nyiakan ilmunya".

Berkata Al-Khalil bin Ahmad: "Orang itu empat macam. Semacam ialah orang yang mengetahui dan tahu ia mengetahui. Maka dia itu ialah orang yang berilmu. lkutlah dia! Semacam ialah orang yang mengetahui dan tidak tahu ia mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang tidur. Bangunkanlah dia! Semacam lagi ialah orang yang tidak mengetahui dan tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang meminta petunjuk. Maka tunjukilah dia! Dan semacam lagi ialah orang yang tidak mengetahui dan tidak tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang jahil. Maka tolaklah!"

Berkata Sufyan Ats -Tsuri ra.: "Disambut ilmu dengan amal perbuatan. Kalau ada demikian, maka ilmu itu menetap. Kalau tidak, maka dia berangkat".
Berkata Ibnul Mubarak: "Senantiasa manusia itu berilmu selama ia menuntut ilmu. Apabila ia menyangka. sudah berilmu, maka dia itu, telah bodoh".
Berkata Al-Fudhail bin Iyadh ra.: "Saya menaruh betas kasihan kepada tiga orang yaitu orang mulia dalam kaumnya yang menghinakan diri, orang kaya dalam kaumnya yang memiskinkan diri dan orang yang berilmu yang dipermainkan dunia".
Berkata Al-Hasan: "Siksaan bagi ulama ialah mati hatinya. Kematian hati ialah mencari dunia dengan amalan akhirat".
Dan bermadahlah mereka :

Aku heran orang membeli kesesatan dengan petunjuk.
Lebih heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang lebih heran dari yang dua itu
Orang menjual agamanya dengan dunia.
Inilah yang paling ajaib dari yang. dua itu.

Bersabda Nabi saw. :
Unnal 'aalima layu'adz-dzabu 'adzaaban yathiifu bihii ahlun naaristi'dhaaman lisyiddati 'adzaabih.
Artinya:
"Bahwa orang yang berilmu itu di’azabkan dengan suatu ‘azab yang dikelilingi penduduk neraka dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya".
(Manurut Al-Iraqi, dia tidak pernah manjumpai hadits ini dengan bunyi demikian.)

Dimaksudkan dengan orang yang berilmu tadi, ialah orang berilmu yang dzalim.
Berkata Usamah bin Zaid: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Yu'-taa bil'aalimi yaumal qiaamati fayulqaa fin naari fatandaliqu aqtaabuhufayaduuru bihaa kamaa yaduurul himaaru birrahaa fayathiifu bihii ahlun naari fayaquuluuna maa laka? Fayaquulu: Kuntu aamuru bil khairi wa laa aatiihi wa anhaa 'anisy-syarri wa aatiih.
Artinya:
"Pada hari qiamat, dibawa orang yang berilmu lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka keluarlah perutnya. Dia mengelilingi perutnya itu seperti keledai mengelilingi gilingan gandum. Penduduk neraka mengelilinginya, seraya bertanya: "Mengapa engkau begini ?".

Menjawab orang yang berilmu itu: "Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak mengerjakannya. Aku melarang dari kejahatan dan aku sendiri mengerjakannya".
(Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari usamah bin Zaid. )

Dilipat-gandakan `azab kepada orang yang berilmu, karena ma’siatnya. Karena ia mengerjakan ma’siat itu dengan ilmu. Dari itu berfirman Allah Ta'ala:
Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari.
Artinya:
"Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka" (QS. An-Niaa: 145).

Karena mereka ingkar sesudah berilmu. Dijadikan orang Yahudi lebih jahat dari orang Nasrani, pada hal orang Yahudi tidak mengaku Allah mempunyai anak dan tidak mengatakan bahwa Allah itu yang ke tiga dari tiga, adalah disebabkan orang Yahudi itu ingkar sesudah tahu.
Berfirman Allah Ta'ala: "Mereka mengetahuinya (Kitab Suci) seperti mengetahui anaknya sendiri".(QS. Al-Baqarah: 156).

Dan berfirman Allah Ta'ala: "Setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala mengutuki orang-orang yang kafir". (QS. Al-Baqarah: 89).

Berfirman Allah Ta'ala mengenai kisah Bal'am bin Ba'-ura’: "Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan keterangan-keterangan Kami kepadanya, lalu dibuangnya. Sebab itu, dia didatangi setan dan termasuk orang-orang yang sesat jaIan". (QS. Al-A`raaf: 175).

Sampai Allah Ta'ala berfirman: "Orang itu adalah seumpama anjing, kalau engkau halau, diulurkannya lidahnya dan kalau engkau biarkan, diulurkannya juga lidahnya". (QS. Al-A`raaf: 176).

Maka begitu jugalah orang berilmu yang dzalim. Kepada Bal'am diberikan Kitab Allah, tetapi dia terus bergelimang dalam hawa nafsu. Maka dia diserupakan dengan anjing. Artinya, sama raja antara diberikan ilmu hikmah atau tidak diberikan, dia terus menjilat dengan lidahnya pada hawa nafsu.
Bersabda Nabi Isa as.: "Orang berilmu yang jahat adalah seumpama batu besar yang jatuh ke mulut sungai. Dia tidak mengisap air dan tidak menghalangi air mengalir ke tanam-tanaman. Dan seumpama parit rumput, dzahirnya yang kelihatan seperti di cat dan dalamnya yang tidak kelihatan adalah berbau busuk. Dan seumpama kuburan, dzahirnya yang kelihatan adalah bangun-bangunan dan bathinnya di dalam adalah tulang-belulang orang mati.”

Itulah hadits-hadits dan kata-kata berhikmah yang menerangkan, bahwa orang berilmu yang menjadi anak dunia adalah lebih buruk keadaannya dan lebih sangat `azab yang dideritanya dari orang bodoh.

Yang memperoleh kemenangan dan dekat dengan Tuhan ialah Ulama akhirat. Tanda-tandanya banyak. Diantaranya.ulama akhirat itu tidak mencari dunia dengan ilmunya. Sekurang-kurang tingkat seorang yang berilmu itu, mengetahui kehinaan dunia, keburukan, kekotoran dan keseramannya. Kebesaran akhirat, keabadian, kebersihan nikmat dan keluhuran kerajaannya. Dan mengetahui bahwa antara dunia dan akhirat itu berlawanan. Keduanya seumpama dua wanita yang bermadu, manakala dicari kerelaan yang seorang, maka yang lain marah. Dan seumpama dua daun neraca, manakala berat yang satu, maka yang lain ringan.

Dunia dan akhirat itu laksana masyriq dan magrib. Manakala didekati yang satu, maka pasti bertambah jauh dari yang lain. Atau seumpama dua wadah, yang satu penuh dan yang lain kosong. Sebanyak yang diambil dari yang berisi untuk dituangkan ke dalam yang kosong sampai penuh, maka demikianlah kosong yang berisi itu.
Maka orang yang tidak mengenal kehinaan dunia, kekotoran dan kecampur-bauran kelezatan dengan kesakitannya, kemudian keseraman apa yang kelihatan bersih dari dunia itu, maka orang itu adalah manusia yang telah rusak akal.

Sesungguhnya penyaksian dan pengalaman menunjukkan kepada demikian. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang tak berakal? Orang yang tak mengetahui kebesaran keadaan akhirat dan keabadiannya, maka orang itu telah tertutup hatinya dan tercabut keimanannya. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang tak beriman? Dan orang yang tak mengetahui berlawanannya dunia dengan akhirat dan mengumpulkan keduanya adalah satu harapan yang tak usah diharapkan, maka orang itu bodoh dengan seluruh agama nabi-nabi. Bahkan hatinya telah tertutup dari seluruh isi Al-Qur’an, dari permulaannya sampai kepada penghabisannya. Maka bagaimanakah dia dihitung termasuk dalam golongan ulama?

Orang yang mengetahui ini seluruhnya tetapi tidak memilih akhirat dari dunia, maka adalah tawanan setan. Telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dipaksakan oleh kecelakaannya. Maka bagaimanakah dihitung termasuk dalam barisan ulama, orang yang tingkatannya demikian ?

Dalam warta berita Nabi Daud as. yang merupakan firman dari Allah Ta'ala, tersebut: "Sekurang-kurang perbuatanKu dengan orang yang berilmu apabila memilihkan hawa nafsunya dari mencintai Aku, ialah Kuharamkannya kelezatan bermunajah dengan Aku. Hai Daud! Jangan engkau tanyakan kepadaKu orang yang berilmu yang telah dimabukkan oleh dunia, maka dkegahnya engkau dari jalan kecintaanKu. Mereka itulah penyamun-penyamun terhadap hambaKu. Hai Daud! Apabila engkau melihat seorang pelajar untukKu, maka hendaklah engkau menjadi pesuruhnya. Hai Daud! Barang siapa mengembalikan kepadaKu orang yang lari, maka Kutuliskan dia orang yang tahu kebenaran. Barang siapa Kutuliskan sebagai orang yang tahu kebenaran, maka tidak Ku'azabkan dia selama-lamanya".

Dari itu berkata Al-Hassan ra.: "Siksaan bagi orang yang berilmu ialah mati hatinya. Mati hati ialah mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat". Karena itu berkata Yahya bin Ma'az: "Sesungguhnya hilanglah keelokan ilmu dan hikmah, apabila dicari dunia dengan keduanya". Berkata Said bin AI-Musayyab ra.: "Apabila engkau melihat orang yang berilmu mendatangi amir-amir, maka itu adalah pencuri". Berkata Umar ra.: "Apabila engkau melihat orang yang berilmu mencintai dunia, maka curigalah dia terhadap agamanya! Karena tiap-tiap orang yang mencintai sesuatu, ia akan berkecimpung pada yang dkintainya itu". Berkata Malik bin Diriar ra.: "Aku telah membaca dalam beberapa kitab lama bahwa Allah Ta'ala berfirman: "Bahwa yang paling mudah Aku perbuat dengan orang yang berilmu apabila ia mencintai dunia, ialah Aku keluarkan dari hatinya kelezatan bermunajah dengan Aku".

Seorang laki-laki menulis surat kepada saudaranya, yang berbunyi: "Engkau telah diberikan ilmu, maka janganlah engkau padamkan nur ilmu itu dengan kegelapan dosa. Nanti engkau kekal dalam kegelapan, pada hari berjalan segala ahli ilmu dalam sinar ilmunya".
Berkata Yahya bin Ma'az Ar-Razi ra. kepada para ahli ilmu duniawi: "Hai segala ahli ilmu! Istanamu seperti istana kaisar Romawi, rumahmu seperti rumah raja (kisra) Persi, pakaianmu seperti pakaian golongan Dzahiriah, sepatumu. seperti sepatu Jalut, kendaraanmu seperti kendaraan Qarun, tempat makanmu seperti tempat ma-kan Firaun, perbuatanmu seperti perbuatan orang jahiliah dan madzhabmu seperti madzhab setan. Maka dimanakah syari`at Muhammad itu ?".

Berkata seorang penyair :

“Pengembala domba menjaga dari serigala.
Maka bagaimana pula
apabila
pengembala itu sendiri serigala?.”
Berkata penyair lain :
"Wahai para pembaca
Wahai garam negeri
Tidaklah garam dapat membuat perbaikan,
apabila garam itu sendiri busuk.”

Ditanyakan kepada setengah ‘arifin (orang yang mempunyai ma’ rifah kepada Allah Ta'ala): "Adakah tuan berpendapat bahwa orang yang meletakkan pekerjaan ma’siat menjadi kecintaannya, tidak mengenal Allah?"
Menjawab ‘arifin itu: "Tak ragu aku bahwa orang yang memilih dunia dari akhirat adalah tidak mengenal Allah Ta'ala".

Selain dari itu, amat banyak lagi kata-kata hikmah tentang itu.
Janganlah anda menyangka bahwa meninggalkan harta kekayaan raja sudah mencukupi untuk menghubungkan diri dengan ulama akhirat. Sebab mencari kemegahan itu, lebih lagi membawa kemelaratan dari harta. Dari itu berkata Bisyr "Berbicara dengan kami salah satu dari pintu dunia. Maka apabila aku mendengar orang mengatakan: "Berbicaralah dengan kami!", maka sebenarnya ia mengatakan: "Berilah kelapangan kepadaku".

Bisyr bin Harts menanamkan lebih sepuluh buah buku antara peti buku dan peti tempat simpanan tamar (kurma kering). Dia mengatakan: "Saya ingin berbicara. Jikalau hilanglah keinginanku berbicara, maka aku berbicara".
Berkata Bisyr dan lainnya "Apabila ingin engkau berbicara, maka diamlah! Apabila tidak ingin, maka berbicaralah!"

Pahamilah ini! Karena merasa kelezatan dengan kemegahan membuat sesuatu jasa dan memperoleh kedudukan memberi petunjuk kepada orang, adalah kelezatan yang terbesar dari seluruh kenikmatan duniawi. Barang siapa memperkenankan hawa nafsunya membkarakan itu, maka adalah dia diantara anak-anak dunia.
Dari itu berkata Ats-Tsuri: "Fitnah pembicaraan, adalah lebih hebat dari pada fitnah keluarga, harta dan anak. Bagaimanakah tidak ditakuti fitnahnya? Dan telah dikatakan kepada Penghulu segala Rasul saw.: Jikalau tidaklah Kami tetapkan pendirian engkau, maka hampirlah engkau condong sedikit kepada mereka".

Berkata. Sahl ra.: "Ilmu itu seluruhnya dunia. Yang akhirat dari ilmu itu, ialah berbuat amal. Amal seluruhnya itu hampa, kecuali dengan keikhlasan". Berkata Sahl ra. seterusnya: "Manusia seluruhnya mati, selain Para ahli ilmu. Para ahli ilmu itu mabuk, selain yang beramal. Orang yang beramal seluruhnya tertipu, selain yang ikhlas. Orang yang ikhlas itu dalam ketakutan, sebelum diketahuinya apa kesudahan dari amalnya itu".

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani ra.: "Apabila seseorang mempelajari hadits atau kawin atau merantau mencari penghidupan, maka orang itu telah condong kepada dunia".
Maksud Abu Sulaiman dengan ucapannya itu ialah mencari isnad-isnad hadits yang tinggi atau mencari hadits yang tidak diperlukan pada mencari akhirat.

Berkata Nabi isa as.: "Bagaimana menjadi ahli ilmu orang yang perjalanannva ke akhirat, sedang dia menghadap ke jalan dunia?Bagaimana menjadi ahli ilmu orang mencari ilmu kalam untuk diceriterakan, tidak untuk diamalkan?"

Berkata Shaleh bin Kaisan Al-Bashari: "Aku berjumpa dengan beberapa orang syekh. Mereka itu berlindung dengan Allah dari orang dzalim yang alim dengan sunnah Nabi saw.".

Berkata Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda :
Man thalaba 'ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhuIlaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii 'ardlan minad dun-yaa lam yajid 'arfal jannati yaumal qiyaamah.
Artinya:
"Barang siapa menuntut ilmu diantara ilmu pengetahuan yang menuju kerelaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari qiamat".
(Diriwatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan isnad baik).

Sudah dijelaskan oleh Allah akan ulama su'u dengan mencari dunia dengan ilmunya dan ulama .akhirat dengan khusu' dan zuhud. Berfirman Allah Azza wa Jalla tentang ulama dunia: "Dan ketika Allah mengambil janji orang-orang yang diberikan Kitab: Bahwa mereka akan menerangkan Kitab itu kepada manusia dan tidak akan menyembunyikan; kemudian  janji itu  mereka buang kebelakang dan mereka mengambil sedikit keuntungan untuk gantinya". (QS. Ali Imran: 187).

Berfirman Allah Ta'ala tentang ulama akhirat:
Wa inna min ahlil kitaabi laman yu'minu billaahi wa maa unzila ilaikum wa maa unzila ilaihim khaasyii'iina lillaahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliilan,ulaaika lahum ajruhum 'indarabbihim.
Artinya:
"Bahwa diantara orang-orang yang diturunkan Kitab itu ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada wahyu yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, mereka tunduk kepada Allah, dengan tidak menukar keterangan-keterangan Allah itu dengan harga yang murah. Mereka memperoleh pahala dari sisi Tuhan". (QS. All 'imran: 199).

Berkata setengah ulama salaf: "Para ulama itu dibangkitkan dalam rombongan nabi-nabi. Dan para kadli (hakim) dibangkitkan dalam rombongan raja-raja!'
Dimaksudkan dalam pengertian kadli, juga seluruh ahli fiqih, yang tujuannya mencari dunia dengan ilmu pengetahuannya.

Diriwayatkan Abud-Darda' dari Nabi saw. bahwa Nabi saw. bersabda:
"Diwahyukan Allah kepada sebahagian nabi-nabi, yaitu: ‘Katakanlah kepada mereka yang menuntut ilmu, bukan untuk agama, belajar bukan untuk amal dan mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat, bahwa mereka memberi pakaian kulit kibas kepada manusia. Hati mereka seperti hati serigala. Lidah mereka lebih manis daripada madu. Hati mereka lebih pahit daripada buah peria. Aku dikecohkannya, namaKu dipermain-mainkannya. Sesungguhnya akan Aku buka bagi mereka fitnah yang meninggalkan keheranan bagi orang yang penyantun".
(Dirawikan ibnu Abdli-Birr dari Abid Darda' dengan isnad dla’if)
Diriwayatkan Adl-Dlahhak dari Ibnu Abbas ra. bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah saw. bersabda :
"Ulama ummat ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan lalu diberikannya kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak diperjual-belikan. Ulama yang seperti ini dido'akan kepadanya oleh burung di udara, ikan dalam air, hewan di atas bumi dan para malaikat yang memuliakan amal manusia. Dia dibawa kehadapan Allah Ta'ala pada hari qiamat, sebagai seorang tuan yang mulia, sehingga menjadi teman para rasul Tuhan. Yang satu lagi dianugerahi Allah ilmu pengetahuan dalam dunia ini dan kikir memberikannya kepada hamba Allah, mengharap apa-apa dan memperjual-belikan. Ulama yang seperti ini datang pada hari qiamat, mulutnya dikekang dengan kekang api neraka. Dihadapan manusia ramai, tampil seorang penyeru, menyerukan: "Inilah si anu anak si anu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan di dunia, maka ia kikir memberikannya kepada hamba Allah, dia mengharap apa-apa dan memperjual-belikannya. Ulama tadi di'azabkan sampai selesai manusia lain dihitung amalannya (dihisab)".
(Dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas dengan isnad dla’if).

Yang lebih dahsyat dari itu lagi, ialah riwayat yang menerangkan bahwa ada seorang laki-laki menjadi pesuruh Nabi Musa as. Laki-laki itu selalu mengatakan "Diceriterakan kepadaku oleh Musa Pilihan Allah. Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang Dilepaskan Allah (Najiullah). Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang berkalam dengan Allah (Kalimullah)", Sehingga orang itu menjadi kaya raya banyak hartanya. Kemudian orang itu hilang, tidak diketahui oleh Musa as. kemana perginya. Maka Musa as. bertanya kesana kemari tetapi tidak mendapat berita apa-apa. Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Musa as. membawa seekor babi dan pada leher babi itu tali hitam. Bertanya Musa as. pada laki-laki itu: "Kenalkah engkau si anu?"
Menjawab laki-laki itu: "Kenal ! dialah babi ini".
Maka berdo'a Musa as.: "Wabai Tuhanku!  Aku bermohon kehadliratMu. Kembalikanlah orang ini kepada keadaannya semula, supaya aku dapat menanyakan, apakah yang telah menimpa dirinya.”

Maka Allah `Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa as.: "Sekiranya engkau meminta kepadaKu dengan apa yang telah dimintakan Adam atau lebih kurang lagi, tidak juga Aku perkenankan. Tetapi Aku kabarkan kepadamu, mengapa Aku berbuat begitu, adalah disebabkan orang itu mencari dunia dengan agama".

Yang lebih berat lagi dari ini, ialah yang diriwayatkan Ma'az bin Jabal ra. suatu hadits mauquf dan marfu` bahwa Nabi saw. bersabda:
"Diantara fitnah dari seorang yang berilmu ialah lebih suka ia berkata-kata dari pada mendengar. Sebab dalam perkataan itu banyak bunga dan tambahan dan belum ada jaminan terpelihara dari kesalahan. Dalam berdiam diri timbul keselamatan dan tanda berilmu pengetahuan. Diantara orang yang berilmu (ulama), ada yang menyimpan raja ilmunya, tidak suka ada pada orang lain. Orang yang semacam ini, dalam lapisan pertama dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang bersikap sebagai raja dengan ilmunya. Jika ada pengetahuannya yang ditolak orang atau dipandang orang lemah dan kurang benar, maka marahlah dia. Orang yang semacam ini dalam lapisan kedua dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang menyediakan ilmunya dan pembahasan ilmiahnya yang mendalam untuk orang yang terkemuka dan yang kaya saja dan tidak mau melihat kepada orang yang memerlukan kepada ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam lapisan ketiga dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang mengangkat dirinya, untuk memberi fatwa, lalu ia berfatwa salah. Allah Ta'ala memarahi orang-orang yang memberatkan dirinya dengan beban yang tidak disanggupinya. Orang yang semacam ini dalam lapisan keempat dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang berbicara cara Yahudi dan Nasrani untuk memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam lapisan kelima dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang membuat ilmunya untuk prestige (kehormatan diri), kemuliaan dan keharuman nama ditengah-tengah masyarakat. Orang yang semacam ini dalam lapisan keenam dalam api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang menarik kebanggaan dan kesombongan dengan ilmunya. Bila ia memberi nasehat, menghardik. Dan bila dinasehati, berkeras kepala. Orang yang semacam ini dalam lapisan ketujuh dari api neraka.
Wahai saudaraku! Hendaklah engkau berdiam diri! Dengan berdiam diri, engkau dapat mengalahkan setan. Waspadalah dari tertawa tanpa ada yang menakjubkan dan dari berjalan tanpa ada maksud!”
(Dirawikan Abu Na’im dan IbnuI Juzi dari I bnu Abbas, dalam golongan hadits-hadits maudlu).

Pada hadits yang lain, tersebut: "Ada orang yang berkumandang pujian terhadap dirinya memenuhi antara masyriq dan magrib, tetapi pada sisi Allah tidak ada timbangannya seberat sayap lalat".
(Kata Al-Iraqi, dia tidak menjumpai bunyi hadits yang seperti itu).

Diceriterakan bahwa seorang laki-laki dari Khurasan membawa kepada Al-Hasan suatu bungkusan sesudah Al-Hasan meninggalkan majelisnya. Bungkusan tersebut berisi lima ribu dirham dan sepuluh potong kain dari benang halus.
Berkata laki-laki itu: "Hai Abu Said! (Panggilan kepada Al-Hasan) Inilah belanja dan inilah pakaian !". Menjawab Al-Hasan: "Kiranya Allah melimpahkan kesehatan kepadamu! Kumpulkanlah ini untuk belanjamu dan pakaianmu! Kami tidak berhajat kepadanya. Sesungguhnya orang yang duduk seumpama majelisku itu dan menerima dari orang seperti ini, maka dia akan menjumpai Allah Ta'ala pada hari qiamat dan dia tidak berbudi".

Diriwayatkan dari Jabir hadits mauquf dan marfu` (hadits tidak kuat) bahwa Nabi saw. bersabda :
"Janganlah engkau duduk pada setiap orang yang berilmu, kecuali pada orang yang berilmu yang mengajak kamu dari lima kepada lima: dari keragu-raguan kepada keyakinan, dari ria kepada keikhlasan, dari kegemaran kepada dunia kepada zuhud, dari takabur kepada kerendahan diri dan dari permusuhan kepada nasehat-menasehati".
(Dirawikan Abu Na’im dan Ibnul-Juzi termasuk hadits maudlu')

Berfirman Allah Ta'ala:
Fakharaja 'alaa qaumihii fii ziinatihii qaalalladziina yuriiduunal hayaatad dun-yaa yaalaita lanaa mitsla maa uutiya qaaruunu innahuu ladzuu hadhdhin 'adhiim wa qaalalladziina uutul 'ilma wailakum tsawaabullaahi khairun liman aamana.
Artinya:
"Lalu dia keluar kepada kaumnya dengan perhiasannya (yang indah-indah). Orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia ini berkata: Wahai! Kiranya kami mempunyai seperti apa yang diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya dia beruntung yang besar (bernasib baik)! Tetapi orang-orang yang berpengetahuan berkata: Malang nasibmu! Pahala dari Tuhan lebih baik untuk orang yang beriman".
(QS. Al-Qashash: 79 - 80).

Maka ahli ilmu itu tahu memilih akhirat atas dunia.
Diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak bertentangan perbuatannya dengan perkataannya. Bahkan ia tidak menyuruh sesuatu sebelum dia sendiri menjadi orang pertama yang mengerjakannya. Berfirman Allah Ta'ala: "Adakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupakan akan dirimu sendiri?" (QS. Al-Baqarah: 44).

Berfirman Allah Ta’ala:
Kabura maqtan Indallaahi an taquuluu maa laa taf'aluun.
Artinya:
"Amat besar kutuk dari Allah Ta'ala bahwa kamu katakan apa yang tidak kamu kerjakan". (QS. Ash-Shaff : 3).

Berfirman Allah Ta'ala mengenai kiiah Nabi Syu'aib as.: "Aku tidak kehendaki bertentangan dengan kamu kepada apa yang Aku larangkan kamu dari padanya". (QS. Hud : 88).

Berfirman Allah Ta'ala: "Berbaktilah kepada Allah dan Allah mengajarkan kamu"
(QS. Al- Baqarah : 282).

Berfirman Allah Ta`ala: "Berbaktilah kepada Allah dan tahulah! Dan berbaktilah kepada Allah dan dengarlah!".

Berfirman. Allah Ta'ala kepada lsa as:: "Hai Putera Maryam! Ajarilah dirimu sendiri! Jika engkau telah memperoleh pelajaran, maka ajarilah orang lain. Kalau tidak, maka malulah kepada-Ku!'.

Bersabda Nabi saw.: "Aku lalui pada malam isra’ku pada beberapa kaum yang di sayat bibirnya dengan gunting-gunting dari api neraka. Maka aku tanyakan: "Siapakah kamu ini?”.
Mereka menjawab: "Kami adalah orang yang menyuruh dengan kebaikan dan tidak kami kerjakan. Kami melarang dari kejahatan dan kami kerjakan".
(Dirawikan ibnu Hibban dari Anas).

Bersabda Nabi saw. :
Halaaku ummatii 'aalimun faajirun wa 'aabidun jaahilun wa warrusy-syiraari syiraarul ulamaa-i wa khairul khiyaari khiyaarul ‘ulamaa’.
Artinya:
"Yang binasa dari ummatku ialah orang berilmu yang dhalim dan orang yang beribadah yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan orang berilmu dan kebaikan yang paling balk ialah kebaikan orang yang berilmu".
(Dirawikan Ad-Darimi dari AI-Ahwash bin Hakim, hadits mursal.)

Berkata Al-Auza’i ra.: "Diduga oleh pembuat peti-peti mayat bahwa tak ada yang lebih busuk selain dari mayat orang-orang yang tak beriman. Maka diwahyukan Tuhan kepadanya bahwa perut ulama su’u lebih busuk dari itu".

Berkata Al-Fudlail bin ‘Iyadl ra.: "Sampai kepadaku bahwa orang berilmu yang fasiq didahulukan penyiksaannya pada hari qiamat, daripada penyembah-penyembah berhala".

Berkata Abud-Darda' ra.: "Siksaan neraka bagi orang yang tidak berilmu, satu kali dan bagi orang yang berilmu yang tidak mengamalkan tujuh kali".

Berkata Asy-Sya`bi: "Muncul pada hari qiamat suatu golongan dari penduduk sorga, berhadapan dengan suatu golongan dari penduduk neraka. Maka bertanya penduduk sorga: "Apakah sebabnya maka tuan-tuan dimasukkan ke dalam neraka? Adapun kami ini, maka dimasukkan Allah ke dalam sorga ialah karena kelebihan pengajaran dan pelajaran tuan-tuan".
Maka menjawab penduduk. neraka: "Karena kami menyuruh dengan kebajikan dan tidak kami kerjakan, melarang dari kejahatan dan kami kerjakan".

Berkata Hatim Al-Ashlunm ra.: "Tidak adalah kerugian yang paling hebat pada hari qiamat, selain dari orang yang mengajari manusia ilmu pengetahuan lalu diamalkan mereka, sedang dia sendiri tidak mengamalkannya. Maka mereka memperoleh kemenangan dengan sebabnya dan dia sendiri binasa".

Berkata Malik bin Dinar: "Bahwa orang yang berilmu apabila tidak berbuat sepanjang ilmunya, maka lenyaplah pengajarannya dari hati manusia seperti lenyapnya embun pagi dari bukit Shofa".

Maka berpantunlah mereka :

"Wahai pengajar manusia !
Engkau tertuduh
Engkau larang mereka beberapa perkara.
Engkau sendiri mengerjakannya
Engkau rajin menasehati mereka
tetapi, segala yang terkirang, engkau yang mengerjakannya itu.
Engkau hinakan dunia dan orang yang suka kepadanya,
sedang engkau sendiri paling suka kepada dunia itu...”
Berkata penyair lain :
Janganlah engkau melarang sesuatu tingkah laku
dan engkau sendiri mengerjakannya.
Amatlah sangat memalukan kamu,
apabila engkau sendiri memperbuatkannya":

Berkata Ibrahim bin Adham ra.: "Aku melewati batu besar di Makkah yang tertulis diatasnya: "Balikkanlah aku, engkau akan dapat mengambil ibarat (suatu pemandangan)", Maka aku balikkan lain aku lihat tertulis padanya "Dengan yang engkau ketahui tidak engkau kerjakan, maka bagaimana engkau mencari ilmu tentang sesuatu yang belum engkau ketahui!"

Berkata Ibnus-Sammak ra.:"Berapa banyak orang yang memperingatkan orang lain kepada Allah, yang lupa kepada Allah! Berapa banyak orang yang memberi peringatan supaya takut kepada Allah, yang berani menentang Allah! Berapa banyak orang yang mengajak orang lain mendekatkan diri kepada Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak orang yang menyerukan orang lain kepada Allah, yang lari dari Allah! Dan berapa banyak orang yang membaca Kitab Allah, terhapus hatinya dari ayat-ayat Allah!".

Berkata Ibrahim bin Adham ra.: "Kami perbaiki bahasa perkataan kami, maka kami tidak salah. Dan kami telah salah pada perbuatan kami tetapi tidak kami perbaiki".
Berkata Al-Auza’i: "Apabila diperhatikan benar perbaikan bahasa, maka hilanglah khusu` ".
Diriwayatkan Maklaul dari Abdur Rahman bin Ghanam bahwa Abdur Rahman mengatakan: "Berceritera kepadaku sepuluh orang shahabat Nabi saw. dengan katanya "Kami sedang belajar ilmu di masjid Quba', tiba-tiba masuk Rasulullah saw. lalu bersabda:
Ta'allamuu maa syi’tum an ta'allamuu falan ya’jarakumullaahu hattaa ta'maluu.
Artinya:
"Pelajarilah apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi engkau tidak diberi pahala oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkan".
(Dirawikan 'Alqamah bin Abdul-Barr dari Mu'adz dengan sanad dla’if)

Bersabda Nabi Isa as.: "Orang yang mempelajari ilmu dan tidak mengamalkannya adalah seumpama wanita yang berbuat serong dengan sembunyi, maka ia hamil. Setelah bersalin, maka pecahlah kabar tentang perbuatan jahat wanita tersebut. Maka begitu pulalah orang yang tidak berbuat menurut ilmunya, akan disiarkan Allah pada hari qiamat dihadapan orang banyak".

Berkata Mu'adz ra.: "Jagalah tergelincimya orang berilmu, karena kedudukannya tinggi di mata orang banyak! Maka dia diikuti mereka, meskipun dia telah tergelincir".
Berkata Umar ra.: "Apabila tergelincir orang yang berilmu, maka tergelincirlah alam. makhluk".
Berkata Umar ra.: "Dengan tiga sebab hancurlah zaman. Salah satu dari padanya, tergelincimya orang berilmu".
Berkata Ibnu Mas'ud: "Akan datang kepada manusia suatu masa, yang terbalik kemanisan hati menjadi asin. Sehingga pada hari itu, orang yang berilmu dan yang mempelajari ilmu tak dapat mengambil manfaat dari ilmunya. Maka hati orang-orang yang berilmu, dari mereka seumpama tanah kosong yang bergaram, yang turun kepadanya hujan dari langit, maka tidak juga diperoleh rasa tawar padanya. Yaitu, apabila condong hati orang berilmu kepada mencintai dunia dan melebihkannya dari akhirat. Maka pada ketika itu, dicabutkan Allah sumber-sumber hikmah dan dipadamkanNya lampu petunjuk dari hati mereka. Maka akan diceriterakan kepadamu oleh orang yang berilmu dari mereka itu ketika engkau menjumpainya, bahwa dia ta.kut akan Allah dengan lisannya. Dan kedzaliman jelas kelihatan pada amal-perbuatannya. Alangkah suburnya lidah mere-ka ketika itu dan tandusnya hati mereka! Demi Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia! Tidaklah terjadi yang demikian itu selain karena para guru mengajar bukan karena Allah dan para pelajar belajar bukan kerena Allah".

Dalam Taurat dan Injil tertulis: "Janganlah engkau mencari ilmu yang belum engkau ketahui, sebelum engkau amalkan apa yang telah engkau ketahui".
Berkata Hudzaifah ra.: "Sesungguhnya engkau sekarang berada pada zaman, di mana orang yang meninggalkan sepersepuluh dari yang diketahuinya, menjadi binasa. Dan akan datang suatu zaman, di mana orang yang mengerjakan padanya sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, niscaya ia selamat. Sebabnya, adalah karena banyaknya orang yang bertruat batil".

Ketahuilah bahwa orang berilmu itu adalah serupa dengan kadli (hakim). Nabi saw. bersabda :
Al-Qudlaatu tsalaatsatun qaadlin qadlaa bil haqqi wa huwa ya’lamu fadzaalika fil jannah, wa qaadlin qadlaa bil jauri wa huwa ya’lamu aulaa ya’lamu fahuwa finnaari wa qaadlin qadlaa  bighairi maa amarallaahu bihii fahuwa finnaar.
Artinya :
"Kadli itu tiga macam: semacam menghukum dengan yang benar dan dia itu tahu, maka dia itu dalam surga. Semacam menghukum dengan kedzaliman dan dia itu tahu atau tidak tahu yang demikian maka dia itu dalam neraka. Dan semacam lagi menghukum di luar dari pada perintah Allah, maka dia itu dalam neraka".
(Dirawikan pengarang-pengarang kitab "As-Sunan” dari Buraidah dan ini hadits shahilh.)

Berkata Ka’ab ra.: "Adalah pada akhir zaman, orang-orang yang berilmu, menyuruh manusia zuhud dari dunia dan mereka sendiri tidak zuhud. Menyuruh manusia takut kepada Tuhan dan mereka sendiri tidak takut. Melarang manusia mendatangi wali-wali negeri dan mereka sendiri datang kepada tali-wali negeri itu. Mereka memilih dunia dari akhirat, mereka makan hasil usaha lidah mereka. Mereka mendekati orang-orang kaya, tidak orang-orang miskin. Mereka cemburu kepada ilmu pengetahuan seperti kaum wanita cemburu kepada kaum laki-laki. Ia marah kepada teman duduknya apabila ia duduk dengan orang lain. Orang-orang yang berilmu semacam itulah, orang-orang yang keras hati, musuh Tuhan Yang Maha Pengasih".

Bersabda Nabi saw.: "Kadang-kadang setan itu menangguhkan kamu dengan ilmu". Lalu, bertanya yang hadlir: "Ya Rasulullah! Bagaimana yang demikian itu ?.".
Menjawab Nabi saw.: "Yaitu, setan itu mengatakan: "Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum tahu benar. Maka senantiasalah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan menangguhkan terhadap amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak beramal".
(Dirawikan dari Anas, dengan sanad dla’if).
Berkata Sirri As-Suuqthi: "Adalah seorang laki-laki mengasingkan diri pergi beribadah, di mana tadinya amat rajin mempelajari ilmu dhahir. Maka aku bertanya kepadanya, lalu ia menjawab: "Saya bermimpi berjumpa dengan orang yang mengatakan kepadaku: "Berapa banyak engkau menyia-nyiakan ilmu, maka sebanyak itu pulalah engkau disia-siakan Allah". Aku menjawab bahwa aku memelihara ilmu itu, maka berkata orang yang dalam mimpi tadi: "Memeliharakan ilmu ialah mengamalkan ilmu itu". Maka aku tinggalkan belajar dan pergi beramal".

Berkata Ibnu Mas'ud ra.: "Tidaklah ilmu itu dengan banyak ceritera, tetapi ilmu itu takut kepada Tuhan".
Berkata Al-Hasan: "Pelajarilah apa yang kamu mau mempelajarinya! Demi Allah! Kamu tidak akan diberi pahala oleh Allah sebelum beramal. Sebab orang-orang bodoh itu, cita-citanya meriwayatkan ilmu dan orang-orang yang berilmu itu cita-citanya memelihara ilmu itu dengan amal".
Berkata Malik ra.: “Menuntut ilmu itu baik dan mengembangkannya baik apabila niat itu betul. Tetapi perhatikanlah, apa yang harus bagimu dari pagi sampai petang! Maka janganlah engkau lebihkan sesuatu itu dari ilmu".
Berkata Ibnu Ma'ud ra. "Di turunkan Al-Qur’an untuk diamalkan. Maka ambillah mempelajarinya menjadi amalan. Dan akan datang suatu kaum yang membersihkan Al-Qur’an seperti membersihkan selokan. Mereka itu tidaklah termasuk orang baik. Orang berilmu yang tidak mengamalkan, adalah seumpama orang sakit yang menerangkan tentang obat dan seumpama orang lapar yang menerangkan tentang kelezatan makanan dan makanan itu tidak diperolehnya".

Searah dengan yang diatas tadi, firman Allah Ta’ala :
Wa lakumul wailu mimmaa tashifuun.
Artinya :
"Bagi kamu neraka dari apa yang kamu terangkan". (QS. Al-Anbia : 18).
Dalam hadits tersebut:
Mimmaa akhaafu 'alaa ummatii zillatu `aalimin wa jidaalu munaafiqin fil Qur-an.
Artinya:
"Diantara yang aku takuti atas ummatku ialah tergelincimya orang berilmu dan pertengkaran orang munafiq tentang Al-Qur’an".
(Dirawikan Ath-Thabrani dari Abid-Darda' dari lbnu Hibban dari Imran bin Hushain).

Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah kesungguhannya mencari ilmu yang berguna tentang akhirat, yang menggembirakan pada ta'at, menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang sedikit manfa'atnya dan banyak padanya pertengkaran, kata ini dan kata itu (qil dan qal).

Orang yang mengenyampingkan pengetahuan untuk beramal dan sibuk dengan pertengkaran adalah seumpama orang sakit, yang pada tubuhnya bermacam-macam penyakit dan berjumpa dengan seorang dokter yang ahli, pada waktu yang sempit yang hampir habis. Maka si sakit tadi menggunakan waktu yang sedikit itu untuk menanyakan kegunaan resep, obat dan keganjilan-keganjilan dalam ilmu kedokteran dan meninggalkan kepentingannya yang mendesak untuk memperoleh pengobatan.
Orang yang semacam itu adalah bodoh sekali.

****


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.