Muhassabah.
Ketahuilah bahwa manusia
mengenai ilmu pengetahuannya, mempunyai empat macam keadaan, seperti halnya
dalam pengumpulan harta kekayaan. Karena bagi orang yang berharta, mempunyai
keadaan menggunakan hartanya. Maka dia itu adalah orang yang berusaha dan
keadaan menyimpannya dari basil usahanya itu. Sehingga jadilah dia seorang yang
kaya, tak usah meminta lagi pada orang lain. Dan keadaan dapat membelanjai
dirinya sendiri. Maka dapatlah ia mengambil manfa'at dari harta kekayaan itu.
Dan keadaan dapat memberikan
kepada orang lain, sehingga ia menjadi seorang pemurah hati, yang dermawan. Dan
inilah keadaan yang sebaik-baiknya. Maka seperti itu pulalah dengan ilmu
pengetahuan, dapat disimpan seperti menyimpan harta benda.
Bagi ilmu pengetahuan ada
keadaan mencari, berusaha, dan keadaan menghasilkan yang tidak memerlukan lagi
kepada bertanya. Keadaan meneliti (istibshar), yaitu berpikir mencari yang baru
dan mengambil faedah daripadanya. Dan keadaan memberi sinar cemerlang kepada
orang lain. Dan inilah keadaan yang semulia-mulianya! Maka barangsiapa berilmu,
beramal dan mengajar, maka dialah yang disebut orang besar dalam alam malakut
tinggi. Dia laksana matahari yang menyinarkan cahayanya kepada lainnya dan
menyinarkan pula kepada dirinya sendiri. Dia laksana kesturi yang membawa
keharuman kepada lainnya dan dia sendiripun harum.
Orang yang berilmu dan tidak
beramal menurut ilmunya, adalah seumpama suatu daftar yang memberi faedah
kepada lainnya dan dia sendiri kosong dari ilmu pengetahuan. Dan seumpama batu
pengasah, menajamkan lainnya dan dia sendiri tidak dapat memotong. Atau
seumpama jarum penjahit yang dapat menyediakan pakaian untuk lainnya dan dia
sendiri telanjang. Atau seumpama sumbu lampu yang dapat menerangi lainnya dan
dia sendiri terbakar, sebagaimana kata pantun :
"Dia
adalah laksana
sumbu
lampu yang dipasang,
memberi
cahaya kepada orang
Dia
sendiri terbakar menyala".
Manakala sudah mengajar maka
berarti telah melaksanakan pekerjaan besar dan menghadapi bahaya yang tidak
keciI. Maka peliharalah segala adab dan tugas-tugasnya, yaitu;
Tugas
Pertama: mempunyai rasa
belas-kasihan kepada murid-murid dan memperlakukan mereka sebagai anak sendiri.
Bersabda Nabi saw.:
Innamaa
ana lakum mitslul waalidi liwaladihi.
Artinya :
"Sesungguhnya
aku ini bagimu adalah seumpama Seorang ayah bagi anaknya".
(Dirawikan Abu Dawud,
An-Nasa-i, Ibnu Majah dan lbnu Hibban dari Abi Hurairah.)
Dengan maksudnya, melepaskan
murid-muridnya dari api neraka akhirat. Dan itu adalah lebih penting dari usaha
kedua ibu-bapa, melepaskan anaknya dari neraka dunia. Karena itu, hak seorang
guru adalah lebih besar dari hak ibu-bapa. Ibu-bapa menjadi sebab lahirnya anak
itu dan dapat hidup di dunia yang fana ini. Sedang guru menjadi sebab anak itu
memperoleh hidup kekal. Kalau tidak adalah guru, maka apa yang diperoleh si
anak itu dari orang tuanya, dapat membawa kepada kebinasaan yang terus-menerus.
Guru adalah yang memberikan
kegunaan hidup akhirat yang abadi. Yakni guru yang mengajar ilmu akhirat
ataupun ilmu pengetahuan duniawi, tetapi dengan tujuan akhirat, tidak dunia.
Adapun mengajar dengan tujuan dunia, maka itu binasa dan membinasakan.
Berlindunglah kita dengan Allah daripadanyal.
Sebagaimana hak dari
anak-anak seorang ayah, berkasih-kasihan dan bertolong-tolongan mencapai
segala.maksud, maka seperti demikianIah kewajiban dari murid-murid seorang
guru, berkasih-kasihan dan sayang-menyayangi. Hal itu baru ada, bila tujuan
mereka akhirat. Dan kalau tujuannya dunia, maka yang ada tak lain dari berdengki-dengkian
dan bermusuh-musuhan.
Sesungguhnya para ulama dan
putera-putera akhirat itu adalah orang-orang musafir kepada Allah Ta'ala dan
berjalan kepadaNya, dari dunia. Tahun-tahunnya dan bulan-bulannya adalah
tempat-tempat singgahan dalam perjalanan. Sayang-menyayangi diperjalanan antara
orang-orang yang sama-sama berangkat ke kota, adalah menyebabkan lebih eratnya
hubungan dan kasih sayang. Maka bagaimanakah berjalan ke firdaus tinggi dan
sayang-menyayangi di dalam perjalanannya dan tak ada sempit pada kebahagiaan
akhirat?
Maka karena itu, tak adalah
pertentangan diantara putera-putera akhirat. Sebaliknya dalam mengejar
kebahagiaan duniawi, jalannya tidak lapang. Dari itu senantiasa dalam keadaan
sempit berdesak-desakan. Orang yang menyeleweng dengan ilmu pengetahuannya
untuk menjadi kepala, sesungguhnya telah keluar dari kandungan finnan Allah
Ta'ala:
Innamal
mu'minuuna ikhwah.
Artinya :
"Sesungguhnya
orang mu'min itu bersaudara". (QS. Al-Hujurat: 10).
Dan masuk ke dalam maksud
firman Allah Ta'ala :
Al-akhillaa-u
yauma-idzin ba'dluhum liba'dlin 'aduwwun illal muttaqiin.
Artinya:
"Shahabat-shahabat
pada hari itu, satu dengan yang lain jadi bermusuhan, kecuali dari orang-orang
yang memelihara dirinya darikejahatan". (QS. Az-Zukhruf: 67).
Tugas
Kedua: bahwa mengikuti
jejak Rasul saw. Maka ia tidak mencari upah, balasan dan terima kasih dengan
mengajar itu. Tetapi mengajar karena Allah dan mencari kedekatan diri
kepadaNya. Tidak ia melihat bagi dirinya telah menanam budi kepada murid-murid
itu, meskipun murid-murid itu harus mengingati budi baik orang kepadanya.
Tetapi guru itu harus
memandang bahwa dia telah berbuat suatu perbuatan yang baik, karena telah
mendidik jiwa anak-anak itu. Supaya hatinya dekat kepada Allah Ta'ala dengan
menanamkan ilmu pengetahuan padanya. Seumpama orang yang meminjamkan kepada
anda sebidang tanah untuk anda tanami didalamnya tanam-tanaman untuk anda
sendiri. Maka faedah yang anda dapati adalah melebihi dari faedah yang
diperoleh pemilik tanah itu. Maka bagaimanakah anda menyebut-nyebut jasa anda
itu? Pada hal pahaIa yang anda peroleh dari mengajar itu, pada Allah Ta'ala
lebih banyak dari pahala yang diperoleh oleh murid. Dan kalaulah tak ada murid
yang belajar, maka anda tidak akan memperoleh pahala itu.
Dan itu, janganlah diharap
pahala selain dari Allah Ta'ala, seperti firmanNya:
Wa
yaaqaumi laa as-alukum alaihi maalan in ajria illaa 'alallaah.
Artinya:
"Hai
kaumku! Aku tiada meminta harta kepada kamu sebagai upahnya, upahku hanyalah
dari Tuhan". (QS. Hud: 29).
Harta dan isi dunia adalah
menjadi pesuruh badan kita. Badan menjadi kendaraan dan tunggangan jiwa. Yang
dikhidmati ialah ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuanlah, jiwa itu
mulia. Orang yang mencari harta dengan ilmu, samalah dengan orang yang menyapu
bawah sepatunya dengan mukanya supaya bersih. Dijadikannya yang dilayani
menjadi pelayan dan pelayan menjadi yang dilayani.
lnilah penjungkir-balikan
namanya. Dan adalah seumpama orang yang berdiri di hari mahsyar bersama
orang-orang yang berdosa. Terbalik kepalanya dihadapan Tuhan. Pendek kata,
kelebihan dan kenikmatan adalah untuk guru. Maka perhatikanlah, bagaimana
sampai urusan agama kepada suatu kaum, yang mendakwakan bahwa maksudnya dengan
ilmu yang ada padanya, baik ilmu fiqih atau ilmu kalam, baik memberi pelajaran
dalam ilmu yang dua tadi atau lainnya, adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala. Mereka menyerahkan harta dan kemegahan serta menerima
bermacam-macam penghinaan, untuk berkhidmat kepada sultan-sultan
(penguasa-penguasa), supaya permintaannya berlaku. Jikalau mereka tinggalkan
yang demikian itu, niscaya mereka ditinggalkan. Dan tidak akan ada orang yang
datang kepada mereka lagi.
Kemudian, diharap oleh guru
dari muridnya, bantuan pada tiap-tiap malapetaka, memberi pertolongan kepadanya,
memusuhi musuhnya, bangun memenuhi keperluan hidupnya dan duduk bersimpuh
dihadapannya. Apabila tidak, maka dia memberontak dan muridnya itu menjadi
musuhnya yang terbesar. Alangkah kotomya orang berilmu, yang rela untuk dirinya
kedudukan yang demikian. Kemudian, ia bergembira dengan itu. Kemudian, tidak
malu mengatakan "Maksudku dengan mengajar ialah menyiarkan ilmu
pengetahuan, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menolong agamaNya".
Maka perhatikanlah segala
tanda, sehingga engkau melibat penipuan-penipuan yang beraneka ragam itu.
Tugas
ketiga: bahwa tidak
meninggalkan nasehat sedikitpun kepada yang demikian itu, ialah dengan
melarangnya mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat itu. Dan
belajar ilmu yang tersembunyi, sebelum selesai ilmu yang terang.
Kemudian menjelaskan
kepadanya bahwa maksud dengan menuntut ilmu itu, ialah mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala. Bukan karena keinginan menjadi kepala, kemegahan dan perlombaan.
Haruslah dikemukakan keburukan sifat-sifat itu sejauh mungkin. Seorang berilmu
yang jahat tidaklah berbuat kebaikan lebih banyak dari berbuat kejahatan dan
kerusakan. Bila diketahui orang yang bathinnya dengan menuntut ilmu adalah
untuk dunia, maka haruslah diperhatikan kepada ilmu yang dipelajarinya itu.
Kalau ilmu itu ilmu khilafiah mengenai figih, berdebat dalam ilmu kalam,
berfatwa dalam soal persengketaan dan hukum, maka hendaklah dkegah. Karena ilmu
pengetahuan tersebut tidak termasuk dalam ilmu akhirat dan tidak termasuk
sebagian dari ilmu yang dikatakan. "Kami mempelajari ilmu bukan karena
Allah, maka ilmu itu enggan kalau bukan karena Allah !.”
Yang termasuk dalam ilmu
akhirat, ialah ilmu tafsir, ilmu hadits
dan ilmu-ilmu yang menjadi perpegangan orang-orang terdahulu, dari ilmu
akhirat, ilmu mengenai budi pekerti jiwa dan cara mengasuhnya.
Apabila ilmu tadi dipelajari
oleh seorang pelajar dengan tujuan duniawi, maka tak mengapa dibiarkan. Karena
membuahkan pengharapan, bagi pelajar itu nanti, pada pengajaran dan pengikutan
kepada orang ramai. Bahkan kadang-kadang ia sadar di tengah jalan atau diakhir
jalan. Karena padanya ada pengetahuan yang membawa takut kepada Allah Ta'ala,
penghinaan kepada dunia dan penghargaan kepada akhirat.
Dan ada harapan besar
pelajar itu akan memperoleh jalan yang benar ke akhirat, sehingga dia
memperoleh pengajaran dengan apa yang diajarinya orang lain. Dan berlakulah
kesukaan diterima orang kata-katanya dan kemegahan, sebagai berlakunya
biji-bijian yang ditaburkan di keliling perangkap, untuk menangkap burung
dengan yang demikian.
Memang demikianlah,
diperbuat oleh Allah pada hambaNya. Karena dijadikanNya nafsu syahwat, supaya
makhluk itu dapat meneruskan keturunannya. DijadikanNya pula suka mencari
kemegahan, supaya menjadi sebab, untuk menghidupkan ilmu pengetahuan. Demikianlah
yang kita harapkan pada ilmu-ilmu tersebut.
Mengenai masalah khilafiah
semata-mata, perdebatan dalam ilmu kalam, pengetahuan ilmu furu’ yang
ganjil-ganjil, bila ilmu itu saja yang diperhatikan, sedang yang lainnya
dikesampingkan, maka hanyalah menambahkan kesesatan hati dan kelalaian dari
pada Allah Ta'ala. Serta berkepanjangan dalam kesesatan dan mencari kemegahan.
Kecuali orang-orang yang dinaungi Allah dengan rahmat-kasihNya. Atau dicampurkan
ilmu tadi, dengan ilmu-ilmu yang lain dari ilmu pengetahuan keagamaan. Untuk
itu tidak dapat kita buktikan, seperti percobaan dan penyaksian. Dari itu
perhatikanlah, renungkanlah dan selidikilah supaya diperoleh kebenarannya dalam
kalangan manusia dan negeri-negeri Semoga Allah memberi pertolongan !
Pernah orang melihat Sufyan
Ats-Tsuri gundah-gulana, maka ditanyakan: "Mengapakah tuan hamba
demikian?" Ia menjawab "Kami ini menjadi toko, bagi anak-anak dunia.
Seorang dari mereka selalu bersama kami, tetapi apabila telah belajar, lalu
diangkat menjadi hakim (kadli), pegawai atau penguasa.”
Tugas
keempat: yaitu termasuk
yang halus-halus dari mengajar, bahwa guru menghardik muridnya dari berperangai
jahat dengan cara sindiran selama mungkin dan,tidak dengan cara terus terang.
Dan dengan cara kasih-sayang, tidak dengan cara mengejek. Sebab, kalau dengan
cara terus terang, merusakkan takut murid kepada guru. Dan mengakibatkan dia
berani menentang dan suka meneruskan sifat yang jahat itu.
Nabi saw. selaku mursyid
segala guru, pemah bersabda:
Lau muni’an naasu 'an fattil
ba'ri lafattuuhu wa qaaluu maa nuhiinaa anhu illaa wa fiihi syaiun.
Artinya :
"Jikalau
manusia itu dilarang dari menghancurkan taik unta, maka akan dihancurkannya
dengan mengatakan: "Kita tidak dilarang dari perbuatan itu kalau tak ada
apa-apanya".
(Menurut Al-Iraqi, dia tidak
pemah menjumpai hadits ini).
Keadaan yang tersebut tadi,
mengingatkan anda akan kisah Adam dan Hawa as. serta larangan yang ditujukan
kepada keduanya. Dan tidaklah kisah itu diterangkan kepadamu untuk menjadi buah
pembkaraan di malam hari. Tetapi, untuk engkau sadari atas jalan ibarat. Juga
dengan sindiran itu, membawa kepada jiwa utama dan hati suci, untuk memahami
tujuan dari sindiran itu. Maka dengan keinginan memperhatikan maksud dari
sindiran itu, karena ingin mengetahuinya, tahulah dia bahwa hal itu tidak boleh
lenyap dari perhatiannya.
Tugas
kelima: seorang guru yang
bertanggung jawab pada salah satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan mata
pelajaran lain dihadapan muridnya.
Seumpama guru bahasa,
biasanya melecehkan ilmu fiqih. Guru fiqih melecehkan ilmu hadits dan tafsir
dengan sindiran, bahwa ilmu hadits dan tafsir itu adalah semata-mata menyalin
dan mendengar. Cara yang demikian, adalah cara orang yang lemah, tidak
memerlukan pikiran padanya. Guru ilmu kalam memandang sepi kepada ilmu fiqih
dengan mengatakan, bahwa fiqih itu membkarakan soal furu`. Diantara lain
memperkatakan tentang kain kotor wanita. Maka apakah artinya itu, dibandirigkan
dengan memperkatakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pengasih?
Inilah budi pekerti yang
tercela pada para guru yang harus dijauhkan !
Sebaliknya, yang wajar
hendaklah seorang guru yang bertanggung jawab sesuatu mata pelajaran, membuka
jalan seluas-luasnya kepada muridnya untuk mempelajari mata pelajaran yang
lain. Kalau dia bertanggung jawab dalam beberapa ilmu pengetahuan, maka
hendaklah menjaga kemajuan si murid dari setingkat ke setingkat!
Tugas
keenam: guru harus
menyingkatkan pelajaran menurut tenaga pemahaman si murid. Jangan diajarkan
pelajaran yang belum sainpai otaknya ke sana. Nanti ia lari atau otaknya
tumpul.
Perhatikanlah akan sabda
Nabi saw. :
Nahnu
ma`aasyiraI anbiyaa-i umirnaa an-nunzilannaasa manaazilahum wa nukallimahum
’alaa qadri 'uquulihim.
Artinya:
"Kami
para Nabi disuruh menempatkan masing-masing orang pada tempatnya dan berbicara
dengan mereka menurut tingkat pemikirannya".
(Dirawikan hadits ini pada
sabagian dari Abi-Bakar bin Asy-Syukhair dari Umar dan pada Abi Dawud dari A'isyah.)
Kembangkanlah kepada murid
itu sesuatu pengetahuan yang mendalam, apabila diketahui bahwa dia telah dapat
memahaminya sendiri.
Bersabda Nabi saw. :
Maa
ahadun yuhadditsu Bauman bihadiitsin laa tablughuhu uquuluhum illaa kaana
fitnatan 'alaa bedbihim.
Artinya
"Apabila
seseorang berkata kepada sesuatu golongan tentang persoalan yang belum sampai
otaknya ke sana, maka ia menjadi fitnah kepada sebahagian dari mereka".
(Hadits ini ada kata-katanya
dari Al-‘Uqalli dan Abu Na’im dari Ibnu Abbas, dengan isnad dla’if)
Berkata Ali ra. sambil
menunjuk ke dadanya: "Di sini
terkumpul banyak ilmu pengetahuan, sekiranya dapatlah saya peroleh orang-orang
yang menerimanya".
Benarlah ucapan beliau itu.
Dada orang-orang baik (al-abrar) adalah kuburan ilmu pengetahuan yang
tinggi-tinggi (al-asrar). Dari itu, tidak wajarlah bagi seorang yang berilmu,
menyiarkan seluruh ilmu pengetahuannya kepada orang. Hal ini, apabila dapat
dipahami oleh yang belajar dan ia belum dapat mengambil faedah dengan ilmunya.
Maka betapa pula terhadap orang yang tidak dapat memahaminya? Berkata Nabi Isa
as.: “Janganlah engkau gantungkan mutiara pada leher babi".
Ilmu
hikmah adalah lebih mulia dari mutiara. Orang yang tidak suka
kepada ilmu hikmah, adalah lebih jahat dari babi. Dari itu dikatakan sukarlah
bagi masing-masing orang, menurut ukuran akalnya. Dan timbanglah bagi
masing-masing orang itu dengan timbangan pahamnya, sehingga selamat dan
bermanfa'at.
Kalau tidak ada pemahaman,
maka terjadilah pertentangan karena timbangan akal berlebih-kurang (salah
pengertian). Ditanyakan setengah ulama tentang suatu hal. Beliau tidak
menjawab, lalu penanya itu bertanya lagi: tidakkah tuan mendengar sabda Nabi
saw.:
Man
katama ‘ilman naafi`an jaa-a yaumal
qiyaamati muljaman bilijaamin min naar.
Artinya:
"Barang
siapa yang menyembunyikan ilmu yang bermanfa’at, niscaya datang dia pada hari
qiamat, pada mulutnya ada kekang dari api neraka".
(Dirawikan Ibnu Majah dari
Abi Salid dengan isnad dIalif.)
Maka menjawablah ulama
tersebut: "Tinggalkanlah kekang itu dan pergilah! Kalau datang kemari
orang yang berpaham dan aku sembunyikan juga, maka letakkanlah kekang itu pada
mulutku!".
Berfirman Allah Ta'ala:
Wa
laa tu`tussufahaa-a amwaalakum.
Artinya:
"Janganlah
kamu berikan kepada orang-orang yang belum mengerti (masih bodoh) harta-harta
mereka yang kamu dijadikan Tuhan pemeliharanya". (QS.
An-Nisa: 5)
Firman tersebut sebagai
peringatan bahwa menjaga ilmu pengetahuan dari orang yang merusakkan dan
mendatangkan kemelaratan, adalah lebih utama lagi. Dan tidaklah kurang
dzalimnya antara memberikan kepada yang tidak berhak dan tidak memberikan
kepada yang berhak.
Berkata seorang penyair :
"Apakah
saya hamburkan mutiara,
dihadapan
pengembala domba?
Lalu
jadilah dia tersimpan,
dalam
gudang pentemak hewan?”
Mereka
itu tidak tabu,
akan
harga mutiara.
Dari
itu saya tak mau,
menggantungkannya
pada leher mereka
Kalau
kiranya Tuhan,
mencurahkan
belas kasihan.
Lalu
kedapatan,
ahli
ilmu pengetahuan.
Saya
akan siarkan ilmu berfaedah,
saya
akan memperoleh cinta mahabbah.
Kalau
tidak begitu
biarlah
tersimpan dan tersembunyi dalam dadaku!
Memberikan
ilmu kepada orang bodoh, adalah menyia-nyiakan.
Tak
mau memberikannva kepada yang berhak, adalah menganiayakan.
Tugas
ketujuh: kepada .seorang
pelajar yang singkat paham, hendaklah diberikan pelajaran yang jelas, yang
layak baginya. Janganlah disebutkan kepadanya, bahwa di balik yang diterangkan
ini, ada lagi pembahasan yang mendalam yang di simpan, tidak dijelaskan.
Karena, yang demikian. itu, mengakibatkan kurang keinginannya pada pelajaran
yang jelas itu dan mengacau-balaukan pikirannya. Sebab menimbulkan dugaan
kepada pelajar itu nanti, seolah-olah gurunya kikir, tak mau memberikan ilmu
itu kepadanya.
Sekalian orang menyangka
bahwa dirinya ahli dalam segala ilmu, meskipun yang pelik. Dan tak ada
seorangpun yang tak ingin memperoleh pikiran yang cerdas dari pada Allah
Ta'ala. Orang yang paling dungu dan paling bodoh pun merasa gembira dengan
kesempurnaan akal pikirannya.
Dan dengan ini, dapatlah
diketahui, bahwa orang awam yang terikat dengan ikatan kepercayaan Agama dan
meresap dalam jiwanya ‘aqidah yang berasal dari ulama-ulama terdahulu, tanpa
membanding dan mena’wilkan dan dalam pada itu, bathinnya cukup baik dan akalnya
tidak berpikir lebih banyak dari itu, maka tidak sewajarnyalah ‘aqidah orang
awam itu dikacau-balaukan. Tetapi sewajarnyalah dia itu dibiarkan dengan
urusannya. Sebab kalau diterangkan kepada si awam itu
pena`wilan-pena`wilan dari kedzahiran
kata-kata maka terlepaslah apa yang terikat dalam hatinya. Dan tidak mudah lagi
mengikatnya kembali dengan apa yang diikatkan oleh orang yang tertentu (orang
al-khawwash). Lalu terangkatlah dinding antara si awam tadi dan perbuatan
ma‘siat. Dan bertukarlah dia menjadi setan penggoda, membinasakan dirinya
sendiri dan orang lain.
Bahkan, tidak layak orang
awam itu dibawa berkecimpung ke dalam ilmu hakikat yang pelik-pelik. Tetapi,
cukupkan saja dengan mengajari peribadatan, mengajari amanah dalam pekerjaannya
sehari-hari. Iaikanlah jiwanya dengan keinginan kepada sorga dan ketakutan
kepada neraka, seperti yang tersebut dalam Al-Qur’an Suci.
Jangan dibangunkan pikiran
mereka kearah keragu-raguan. Karena .mungkin nanti keragu-raguan itu melekat
dalam hatinya dan sukar dilepaskannya. Maka binasalah dan celakalah dia
kesudahannya. Pendek kata, tidak wajar pintu pembahasan di buka kepada orang
awam. Sebab dengan itu membawa kepada kekosongan pekerjaan mereka, yang menjadi
sendi dari budi pekerti dan kekekalan hidup dari orang-orang tertentu.
Tugas
kedelapan: guru itu harus
mengamalkan sepanjang ilmunya. Jangan perkataannya membohongi perbuatannya.
Karena ilmu dilihat dengan mata-hati dan amal dilihat dengan mata-kepala.
Yang mempunyai mata-kepala
adalah lebih banyak. Apabila amal bersalahan dengan ilmu, maka tercegahlah
keadilan. Orang yang mengambil sesuatu, lalu mengatakan kepada orang lain:
"Jangan kamu ambil barang itu, sebab barang itu adalah racun yang
membinasakan!", adalah telah memperkosa hak orang lain. Dia akan kena
tuduhan. Orang semakin bernafsu kepada benda yang dilarang mengambilnya itu,
dengan mengatakan: "Kalau bukanlah benda itu baik dan berharga, masakan
diambilnya.
Dibandirigkan guru yang
mursyid dengan para muridnya, adalah seumpama ukiran dari abu tanah dan
bayang-bayang dari kayo. Bagaimanakah abu tanah itu terukir sendiri tanpa benda
pengukir dan kapankah bayang-bayang itu lurus sedang kayunya bengkok?
Karena itu, berkatalah
pantun yang seirama dengan itu :
"Janganlah
engkau melarang suatu pekerti,
sedang
engkau sendiri melakukannya.
Malulah
kepada diri sendiri,
dilihat
orang engkau mengerjakannya !"
Berfirman Allah Ta'ala:
Ata’
muruunan-naasa bil birri wa tansauna anfusakum.
Artinya:
"Adakah
kamu menyuruh orang lain dengan berbuat balk dan kamu lupakan dirimu sendiri!
". (QS. Al-Baciarah: 44).
Karena itulah, dosa orang
yang berilmu mengerjakan perbuatan ma`siat, adalah lebih besar dari dosa orang
yang bodoh. Karena dengan terperosoknya orang yang berilmu, maka terperosoklah
orang banyak yang menjadi pengikutnya. Barang siapa membuattradiai yang buruk,
maka berdosalah dia dan berdosalah orang yang menuruti tradisi itu.
Dari itu berkata Ali ra.: "Ada dua orang yang mendatangkan bala
bencana kepada kita, yaitu orang yang berilmu yang tak menjaga kehormatan dan
orang yang bodoh yang kuat beribadah. Orang yang bodoh itu menipu manusia
dengan peribadatannya dan orang berilmu itu menipu manusia dengan
kelengahannya".
Wallahu alam (Allah Yang
Maha Tahu!).
Tentang bahaya lima
pengetahuan, penjelasan tanda-tanda ulama akhirat dan Warm su'u (ulama jahat).
Telah kami terangkan dahulu
ayat dan hadits tentang kelebihan ilmu dan ulama (ahli ilmu). Dan mengenai
ulama su’u telah datang
penegasan-penegasan yang tegas, yang menunjukkan bahwa mereka memperoleh ‘azab
yang sangat keras pada hari qiamat, dibandingkan dengan orang-orang lain.
Ulama su’u atau ulama yang tidak sholeh adalah sebagaimana
yang disampaikan dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang
artinya “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya,
maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Ulama su’u adalah mereka yang tidak menyadarinya atau tidak
disadarkan oleh Allah Azza wa Jalla atas kesalahannya atau kesalahpahamannya
sehingga mereka menyadarinya kelak dikemudian hari.
Ulama su’u pada umumnya adalah ulama yang bukannya
mendekati Allah ta’ala namun mendekati para penguasa.
Yang teramat penting, ialah
mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat.
Yang kami maksudkan dengan ulama dunia ialah ulama su'u yang tujuannya dengan
ilmu pengetahuan itu ialah untuk memperoleh kesenangan duniawi, kemegahan dan
kedudukan.
Bersabda Nabi saw.:
Inna
asyaddan naasi `adzaaban yaumal qiaamati 'aalimun lam yanfa' hullaahu
bi`ilmihi.
Artinya:
"Manusia
yang sangat memperoleh `azab pada hari qiamat ialah orang yang berilmu yang
tiada bermanfa'at dengan ilmunya".
(Dirawikan Abi Hurairah. Dan
Al-Ghazali ra. telah menyebutkan hadits ini tiga kali dengan ini.)
Dan bersabda Nabi saw.:
Laa
yakuunul mar-u `aaliman hattaa yakuuna bi`ilmihi `aamilaa.
Artinya:
"Tidaklah
seorang itu benama ’alim sebelum berbuat menuruti ilmunya".
(Dirawikan Ibnu Hibban dan
Al-Baihaqi dari Abid darda'.).
Dan bersabda Nabi saw.:
"Ilmu
pengetahuan itu ada dua: ilmu pada lisan, yaitu ilmu yang menjadi alasan bagi
Allah atas makhlukNya dan ilmu pada hati, yaitu ilmu yang bermanfaat".
(Dirawikan At-Tirmidzi dan
Ibnu dari Al-Hasan.)
Bersabda Nabi saw. lagi.:
"Adalah
pada akhir zaman, orang-orang yang beribadah yang bodoh dan orang-orang yang
berilmu yang tidak beribadah (fasiq)”
(Dirawikan Al-Haklm dari
Anas, hadits dla’if.)
Bersabda Nabi saw.:
"Janganlah
engkau mempelajari ilmu pengetahuan untuk bersombong-sombong dengan sesama
berilmu, untuk bertengkar dengan orang-orang yang berpikiran lemah dan untuk
menarik perhatian orang ramai kepadamu. Barang siapa berbuat demikian,maka dia
dalam neraka".
(Dirawikan Ibnu Majah dari
Jabir dengan isnad shahih.)
Bersabda Nabi saw.: "Barang siapa menyembunyikan ilmu pengetahuan
yang ada padanya, maka diberikan oleh Allah kekang pada mulutnya dengan kekang
api neraka".
(Kata-kata hadits ini,
adalah pada sebagian jalan hadits Abi Hurairah, yang dirawikan Ibnu Juz-i)
Dan. bersabda Nabi saw.: "Sesungguhnya aku lebih takut padamu,
kepada yang bukan dajal dari.dajal", Lalu orang menanyakan: "Siapakah
itu?" Maka menjawab Nabi saw.: "Imam-imam (pemuka-pemuka) yang
menyesatkan".
(Dirawikan Ahmad dari Abi
Dzar dengan isnad baik.)
Bersabda Nabi saw.: "Barang siapa bertambah ilmunya dan
tidak bertambah petunjuk, niscaya dia tidak bertambah dekat melainkan bertambah
jauh dari Allah".
(Dirawikan Abu Manshur
Ad-Dailami dan Ibnu Hibban, mauquf pada AI-Hasan.)
Bersabda Nabi Isa as.: "Kapankah kamu akan menerangkan jalan
kepada orang-orang yang berjalan malam, sedang kamu bertempat tinggal
bersama-sama orang-orang yang dalam keheranan ?"
Dengan hadits ini dan
lainnya, menunjukkan betapa besarnya bahaya ilmu. Orang yang berilmu,
adakalanya menderita kebinasaan abadi atau kebahagiaan abadi. Dengan
berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang yang berilmu itu tidak memperoleh
keselamatan, jika tidak mendapat kebahagiaan.
Adapun atsar (kata-kata
shahabat dan ulama-ulama terdahulu), diantara lain berkata Umar ra.: "Yang paling saya takutkan kepada ummat
ini, ialah orang munafiq yang berilmu".
Bertanya hadirin:
"Bagaimana ada orang yang munafiq berilmu?",
Menjawab Umar ra,: “Berlimu di lidah, bodoh di hati dan
diperbuatan".
Berkata Al-Hasan ra.: "Janganlah ada engkau sebahagian dari
orang yang mengumpulkan ilmu ulama, kata pilihan hukuma’ dan berlaku dalam
perbuatan seperti sufaha (orang-orang bodoh)".
Berkata seorang laki-laki
kepada Abu Hurairah ra.: "Saya mau
mempelajari ilmu, tetapi saya takut nanti ilmu itu tersia-sia".
Menjawab Abu Hurairah ra.: "Dengan meninggalkan saja, sudah
mencukupi untuk dipandang menyia-nyiakan ilmu".
Ditanyakan Ibrahim bin
Uyainah: "Manakah manusia yang lama
benar penyesalan nya?"
Menjawab Ibrahim: "Adapun pada masa dekat di dunia ini,
ialah orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak tahu berterima kasih. Dan
ketika mati nanti, ialah orang yang berilmu yang menyia-nyiakan ilmunya".
Berkata Al-Khalil bin Ahmad:
"Orang itu empat macam. Semacam
ialah orang yang mengetahui dan tahu ia mengetahui. Maka dia itu ialah orang
yang berilmu. lkutlah dia! Semacam ialah orang yang mengetahui dan tidak tahu
ia mengetahui. Maka dia itu, ialah orang yang tidur. Bangunkanlah dia! Semacam
lagi ialah orang yang tidak mengetahui dan tahu dia tidak mengetahui. Maka dia
itu, ialah orang yang meminta petunjuk. Maka tunjukilah dia! Dan semacam lagi
ialah orang yang tidak mengetahui dan tidak tahu dia tidak mengetahui. Maka dia
itu, ialah orang yang jahil. Maka tolaklah!"
Berkata Sufyan Ats -Tsuri
ra.: "Disambut ilmu dengan amal
perbuatan. Kalau ada demikian, maka ilmu itu menetap. Kalau tidak, maka dia
berangkat".
Berkata Ibnul Mubarak: "Senantiasa manusia itu berilmu selama
ia menuntut ilmu. Apabila ia menyangka. sudah berilmu, maka dia itu, telah
bodoh".
Berkata Al-Fudhail bin Iyadh
ra.: "Saya menaruh betas kasihan
kepada tiga orang yaitu orang mulia dalam kaumnya yang menghinakan diri, orang
kaya dalam kaumnya yang memiskinkan diri dan orang yang berilmu yang
dipermainkan dunia".
Berkata Al-Hasan: "Siksaan bagi ulama ialah mati hatinya.
Kematian hati ialah mencari dunia dengan amalan akhirat".
Dan bermadahlah mereka :
Aku
heran orang membeli kesesatan dengan petunjuk.
Lebih
heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang
lebih heran dari yang dua itu
Orang
menjual agamanya dengan dunia.
Inilah
yang paling ajaib dari yang. dua itu.
Bersabda Nabi saw. :
Unnal
'aalima layu'adz-dzabu 'adzaaban yathiifu bihii ahlun naaristi'dhaaman
lisyiddati 'adzaabih.
Artinya:
"Bahwa
orang yang berilmu itu di’azabkan dengan suatu ‘azab yang dikelilingi penduduk
neraka dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya".
(Manurut Al-Iraqi, dia tidak
pernah manjumpai hadits ini dengan bunyi demikian.)
Dimaksudkan dengan orang
yang berilmu tadi, ialah orang berilmu yang dzalim.
Berkata Usamah bin Zaid:
"Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Yu'-taa
bil'aalimi yaumal qiaamati fayulqaa fin naari fatandaliqu aqtaabuhufayaduuru
bihaa kamaa yaduurul himaaru birrahaa fayathiifu bihii ahlun naari fayaquuluuna
maa laka? Fayaquulu: Kuntu aamuru bil khairi wa laa aatiihi wa anhaa
'anisy-syarri wa aatiih.
Artinya:
"Pada
hari qiamat, dibawa orang yang berilmu lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka
keluarlah perutnya. Dia mengelilingi perutnya itu seperti keledai mengelilingi
gilingan gandum. Penduduk neraka mengelilinginya, seraya bertanya:
"Mengapa engkau begini ?".
Menjawab orang yang berilmu
itu: "Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak
mengerjakannya. Aku melarang dari kejahatan dan aku sendiri
mengerjakannya".
(Dirawikan Al-Bukhari dan
Muslim dari usamah bin Zaid. )
Dilipat-gandakan `azab
kepada orang yang berilmu, karena ma’siatnya. Karena ia mengerjakan ma’siat itu
dengan ilmu. Dari itu berfirman Allah Ta'ala:
Innal
munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari.
Artinya:
"Bahwa
orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka"
(QS. An-Niaa: 145).
Karena mereka ingkar sesudah
berilmu. Dijadikan orang Yahudi lebih jahat dari orang Nasrani, pada hal orang
Yahudi tidak mengaku Allah mempunyai anak dan tidak mengatakan bahwa Allah itu
yang ke tiga dari tiga, adalah disebabkan orang Yahudi itu ingkar sesudah tahu.
Berfirman Allah Ta'ala: "Mereka mengetahuinya (Kitab Suci)
seperti mengetahui anaknya sendiri".(QS. Al-Baqarah: 156).
Dan berfirman Allah Ta'ala: "Setelah datang kepada mereka apa yang
mereka ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala
mengutuki orang-orang yang kafir". (QS. Al-Baqarah: 89).
Berfirman Allah Ta'ala
mengenai kisah Bal'am bin Ba'-ura’: "Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
keterangan-keterangan Kami kepadanya, lalu dibuangnya. Sebab itu, dia didatangi
setan dan termasuk orang-orang yang sesat jaIan". (QS. Al-A`raaf:
175).
Sampai Allah Ta'ala
berfirman: "Orang itu adalah
seumpama anjing, kalau engkau halau, diulurkannya lidahnya dan kalau engkau
biarkan, diulurkannya juga lidahnya". (QS. Al-A`raaf: 176).
Maka begitu jugalah orang
berilmu yang dzalim. Kepada Bal'am diberikan Kitab Allah, tetapi dia terus
bergelimang dalam hawa nafsu. Maka dia diserupakan dengan anjing. Artinya, sama
raja antara diberikan ilmu hikmah atau tidak diberikan, dia terus menjilat
dengan lidahnya pada hawa nafsu.
Bersabda Nabi Isa as.: "Orang berilmu yang jahat adalah
seumpama batu besar yang jatuh ke mulut sungai. Dia tidak mengisap air dan
tidak menghalangi air mengalir ke tanam-tanaman. Dan seumpama parit rumput,
dzahirnya yang kelihatan seperti di cat dan dalamnya yang tidak kelihatan
adalah berbau busuk. Dan seumpama kuburan, dzahirnya yang kelihatan adalah
bangun-bangunan dan bathinnya di dalam adalah tulang-belulang orang mati.”
Itulah hadits-hadits dan
kata-kata berhikmah yang menerangkan, bahwa orang berilmu yang menjadi anak
dunia adalah lebih buruk keadaannya dan lebih sangat `azab yang dideritanya
dari orang bodoh.
Yang memperoleh kemenangan
dan dekat dengan Tuhan ialah Ulama akhirat. Tanda-tandanya banyak.
Diantaranya.ulama akhirat itu tidak mencari dunia dengan ilmunya.
Sekurang-kurang tingkat seorang yang berilmu itu, mengetahui kehinaan dunia,
keburukan, kekotoran dan keseramannya. Kebesaran akhirat, keabadian, kebersihan
nikmat dan keluhuran kerajaannya. Dan mengetahui bahwa antara dunia dan akhirat
itu berlawanan. Keduanya seumpama dua wanita yang bermadu, manakala dicari
kerelaan yang seorang, maka yang lain marah. Dan seumpama dua daun neraca,
manakala berat yang satu, maka yang lain ringan.
Dunia dan akhirat itu
laksana masyriq dan magrib. Manakala didekati yang satu, maka pasti bertambah
jauh dari yang lain. Atau seumpama dua wadah, yang satu penuh dan yang lain
kosong. Sebanyak yang diambil dari yang berisi untuk dituangkan ke dalam yang
kosong sampai penuh, maka demikianlah kosong yang berisi itu.
Maka orang yang tidak
mengenal kehinaan dunia, kekotoran dan kecampur-bauran kelezatan dengan
kesakitannya, kemudian keseraman apa yang kelihatan bersih dari dunia itu, maka
orang itu adalah manusia yang telah rusak akal.
Sesungguhnya penyaksian dan
pengalaman menunjukkan kepada demikian. Maka bagaimanakah termasuk golongan
orang berilmu, orang yang tak berakal? Orang yang tak mengetahui kebesaran
keadaan akhirat dan keabadiannya, maka orang itu telah tertutup hatinya dan
tercabut keimanannya. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang
yang tak beriman? Dan orang yang tak mengetahui berlawanannya dunia dengan
akhirat dan mengumpulkan keduanya adalah satu harapan yang tak usah diharapkan,
maka orang itu bodoh dengan seluruh agama nabi-nabi. Bahkan hatinya telah
tertutup dari seluruh isi Al-Qur’an, dari permulaannya sampai kepada
penghabisannya. Maka bagaimanakah dia dihitung termasuk dalam golongan ulama?
Orang yang mengetahui ini
seluruhnya tetapi tidak memilih akhirat dari dunia, maka adalah tawanan setan.
Telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dipaksakan oleh kecelakaannya. Maka
bagaimanakah dihitung termasuk dalam barisan ulama, orang yang tingkatannya
demikian ?
Dalam warta berita Nabi Daud
as. yang merupakan firman dari Allah Ta'ala, tersebut: "Sekurang-kurang perbuatanKu dengan orang yang berilmu apabila
memilihkan hawa nafsunya dari mencintai Aku, ialah Kuharamkannya kelezatan
bermunajah dengan Aku. Hai Daud! Jangan engkau tanyakan kepadaKu orang yang
berilmu yang telah dimabukkan oleh dunia, maka dkegahnya engkau dari jalan
kecintaanKu. Mereka itulah penyamun-penyamun terhadap hambaKu. Hai Daud!
Apabila engkau melihat seorang pelajar untukKu, maka hendaklah engkau menjadi
pesuruhnya. Hai Daud! Barang siapa mengembalikan kepadaKu orang yang lari, maka
Kutuliskan dia orang yang tahu kebenaran. Barang siapa Kutuliskan sebagai orang
yang tahu kebenaran, maka tidak Ku'azabkan dia selama-lamanya".
Dari itu berkata Al-Hassan
ra.: "Siksaan bagi orang yang
berilmu ialah mati hatinya. Mati hati ialah mencari dunia dengan amal perbuatan
akhirat". Karena itu berkata Yahya bin Ma'az: "Sesungguhnya
hilanglah keelokan ilmu dan hikmah, apabila dicari dunia dengan keduanya".
Berkata Said bin AI-Musayyab ra.: "Apabila engkau melihat orang yang
berilmu mendatangi amir-amir, maka itu adalah pencuri". Berkata Umar ra.: "Apabila engkau melihat orang yang
berilmu mencintai dunia, maka curigalah dia terhadap agamanya! Karena tiap-tiap
orang yang mencintai sesuatu, ia akan berkecimpung pada yang dkintainya
itu". Berkata Malik bin Diriar ra.: "Aku telah membaca dalam beberapa kitab lama bahwa Allah Ta'ala
berfirman: "Bahwa yang paling mudah Aku perbuat dengan orang yang berilmu
apabila ia mencintai dunia, ialah Aku keluarkan dari hatinya kelezatan
bermunajah dengan Aku".
Seorang laki-laki menulis
surat kepada saudaranya, yang berbunyi: "Engkau telah diberikan ilmu, maka
janganlah engkau padamkan nur ilmu itu dengan kegelapan dosa. Nanti engkau
kekal dalam kegelapan, pada hari berjalan segala ahli ilmu dalam sinar
ilmunya".
Berkata Yahya bin Ma'az
Ar-Razi ra. kepada para ahli ilmu duniawi: "Hai
segala ahli ilmu! Istanamu seperti istana kaisar Romawi, rumahmu seperti rumah
raja (kisra) Persi, pakaianmu seperti pakaian golongan Dzahiriah, sepatumu. seperti
sepatu Jalut, kendaraanmu seperti kendaraan Qarun, tempat makanmu seperti
tempat ma-kan Firaun, perbuatanmu seperti perbuatan orang jahiliah dan
madzhabmu seperti madzhab setan. Maka dimanakah syari`at Muhammad itu ?".
Berkata seorang penyair :
“Pengembala
domba menjaga dari serigala.
Maka
bagaimana pula
apabila
pengembala
itu sendiri serigala?.”
Berkata
penyair lain :
"Wahai
para pembaca
Wahai
garam negeri
Tidaklah
garam dapat membuat perbaikan,
apabila
garam itu sendiri busuk.”
Ditanyakan kepada setengah
‘arifin (orang yang mempunyai ma’ rifah kepada Allah Ta'ala): "Adakah tuan
berpendapat bahwa orang yang meletakkan pekerjaan ma’siat menjadi kecintaannya,
tidak mengenal Allah?"
Menjawab ‘arifin itu:
"Tak ragu aku bahwa orang yang memilih dunia dari akhirat adalah tidak
mengenal Allah Ta'ala".
Selain dari itu, amat banyak
lagi kata-kata hikmah tentang itu.
Janganlah anda menyangka
bahwa meninggalkan harta kekayaan raja sudah mencukupi untuk menghubungkan diri
dengan ulama akhirat. Sebab mencari kemegahan itu, lebih lagi membawa
kemelaratan dari harta. Dari itu berkata Bisyr "Berbicara dengan kami
salah satu dari pintu dunia. Maka apabila aku mendengar orang mengatakan:
"Berbicaralah dengan kami!", maka sebenarnya ia mengatakan:
"Berilah kelapangan kepadaku".
Bisyr bin Harts menanamkan
lebih sepuluh buah buku antara peti buku dan peti tempat simpanan tamar (kurma
kering). Dia mengatakan: "Saya ingin berbicara. Jikalau hilanglah
keinginanku berbicara, maka aku berbicara".
Berkata Bisyr dan lainnya
"Apabila ingin engkau berbicara, maka diamlah! Apabila tidak ingin, maka berbicaralah!"
Pahamilah ini! Karena merasa
kelezatan dengan kemegahan membuat sesuatu jasa dan memperoleh kedudukan
memberi petunjuk kepada orang, adalah kelezatan yang terbesar dari seluruh
kenikmatan duniawi. Barang siapa memperkenankan hawa nafsunya membkarakan itu,
maka adalah dia diantara anak-anak dunia.
Dari itu berkata Ats-Tsuri:
"Fitnah pembicaraan, adalah lebih hebat dari pada fitnah keluarga, harta
dan anak. Bagaimanakah tidak ditakuti fitnahnya? Dan telah dikatakan kepada
Penghulu segala Rasul saw.: Jikalau
tidaklah Kami tetapkan pendirian engkau, maka hampirlah engkau condong sedikit
kepada mereka".
Berkata. Sahl ra.: "Ilmu itu seluruhnya dunia. Yang
akhirat dari ilmu itu, ialah berbuat amal. Amal seluruhnya itu hampa, kecuali
dengan keikhlasan". Berkata Sahl ra. seterusnya: "Manusia seluruhnya mati, selain Para ahli ilmu. Para ahli ilmu
itu mabuk, selain yang beramal. Orang yang beramal seluruhnya tertipu, selain
yang ikhlas. Orang yang ikhlas itu dalam ketakutan, sebelum diketahuinya apa
kesudahan dari amalnya itu".
Berkata Abu Sulaiman
Ad-Darani ra.: "Apabila seseorang
mempelajari hadits atau kawin atau merantau mencari penghidupan, maka orang itu
telah condong kepada dunia".
Maksud Abu Sulaiman dengan
ucapannya itu ialah mencari isnad-isnad hadits yang tinggi atau mencari hadits
yang tidak diperlukan pada mencari akhirat.
Berkata Nabi isa as.: "Bagaimana menjadi ahli ilmu orang yang
perjalanannva ke akhirat, sedang dia menghadap ke jalan dunia?Bagaimana menjadi
ahli ilmu orang mencari ilmu kalam untuk diceriterakan, tidak untuk
diamalkan?"
Berkata Shaleh bin Kaisan
Al-Bashari: "Aku berjumpa dengan
beberapa orang syekh. Mereka itu berlindung dengan Allah dari orang dzalim yang
alim dengan sunnah Nabi saw.".
Berkata Abu Hurairah ra.
bahwa Nabi saw. bersabda :
Man
thalaba 'ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhuIlaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii
'ardlan minad dun-yaa lam yajid 'arfal jannati yaumal qiyaamah.
Artinya:
"Barang
siapa menuntut ilmu diantara ilmu pengetahuan yang menuju kerelaan Allah untuk
memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga
pada hari qiamat".
(Diriwatkan Abu Dawud dan
Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan isnad baik).
Sudah dijelaskan oleh Allah
akan ulama su'u dengan mencari dunia dengan ilmunya dan ulama .akhirat dengan
khusu' dan zuhud. Berfirman Allah Azza wa Jalla tentang ulama dunia: "Dan ketika Allah mengambil janji
orang-orang yang diberikan Kitab: Bahwa mereka akan menerangkan Kitab itu
kepada manusia dan tidak akan menyembunyikan; kemudian janji itu
mereka buang kebelakang dan mereka mengambil sedikit keuntungan untuk
gantinya". (QS. Ali Imran: 187).
Berfirman Allah Ta'ala
tentang ulama akhirat:
Wa
inna min ahlil kitaabi laman yu'minu billaahi wa maa unzila ilaikum wa maa
unzila ilaihim khaasyii'iina lillaahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan
qaliilan,ulaaika lahum ajruhum 'indarabbihim.
Artinya:
"Bahwa
diantara orang-orang yang diturunkan Kitab itu ada orang yang beriman kepada
Allah dan kepada wahyu yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada
mereka, mereka tunduk kepada Allah, dengan tidak menukar keterangan-keterangan
Allah itu dengan harga yang murah. Mereka memperoleh pahala dari sisi
Tuhan". (QS. All 'imran: 199).
Berkata setengah ulama
salaf: "Para ulama itu dibangkitkan dalam rombongan nabi-nabi. Dan para
kadli (hakim) dibangkitkan dalam rombongan raja-raja!'
Dimaksudkan dalam pengertian
kadli, juga seluruh ahli fiqih, yang tujuannya mencari dunia dengan ilmu
pengetahuannya.
Diriwayatkan Abud-Darda'
dari Nabi saw. bahwa Nabi saw. bersabda:
"Diwahyukan
Allah kepada sebahagian nabi-nabi, yaitu: ‘Katakanlah kepada mereka yang
menuntut ilmu, bukan untuk agama, belajar bukan untuk amal dan mencari dunia dengan
amal perbuatan akhirat, bahwa mereka memberi pakaian kulit kibas kepada
manusia. Hati mereka seperti hati serigala. Lidah mereka lebih manis daripada
madu. Hati mereka lebih pahit daripada buah peria. Aku dikecohkannya, namaKu
dipermain-mainkannya. Sesungguhnya akan Aku buka bagi mereka fitnah yang
meninggalkan keheranan bagi orang yang penyantun".
(Dirawikan ibnu Abdli-Birr
dari Abid Darda' dengan isnad dla’if)
Diriwayatkan Adl-Dlahhak
dari Ibnu Abbas ra. bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah saw. bersabda :
"Ulama
ummat ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan lalu
diberikannya kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak
diperjual-belikan. Ulama yang seperti ini dido'akan kepadanya oleh burung di
udara, ikan dalam air, hewan di atas bumi dan para malaikat yang memuliakan
amal manusia. Dia dibawa kehadapan Allah Ta'ala pada hari qiamat, sebagai
seorang tuan yang mulia, sehingga menjadi teman para rasul Tuhan. Yang satu
lagi dianugerahi Allah ilmu pengetahuan dalam dunia ini dan kikir memberikannya
kepada hamba Allah, mengharap apa-apa dan memperjual-belikan. Ulama yang
seperti ini datang pada hari qiamat, mulutnya dikekang dengan kekang api
neraka. Dihadapan manusia ramai, tampil seorang penyeru, menyerukan: "Inilah
si anu anak si anu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan di dunia, maka ia kikir
memberikannya kepada hamba Allah, dia mengharap apa-apa dan
memperjual-belikannya. Ulama tadi di'azabkan sampai selesai manusia lain
dihitung amalannya (dihisab)".
(Dirawikan Ath-Thabrani dari
Ibnu Abbas dengan isnad dla’if).
Yang lebih dahsyat dari itu
lagi, ialah riwayat yang menerangkan bahwa ada seorang laki-laki menjadi
pesuruh Nabi Musa as. Laki-laki itu selalu mengatakan "Diceriterakan
kepadaku oleh Musa Pilihan Allah. Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang
Dilepaskan Allah (Najiullah). Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang berkalam
dengan Allah (Kalimullah)", Sehingga orang itu menjadi kaya raya banyak
hartanya. Kemudian orang itu hilang, tidak diketahui oleh Musa as. kemana perginya.
Maka Musa as. bertanya kesana kemari tetapi tidak mendapat berita apa-apa. Pada
suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Musa as. membawa seekor babi dan
pada leher babi itu tali hitam. Bertanya Musa as. pada laki-laki itu:
"Kenalkah engkau si anu?"
Menjawab laki-laki itu:
"Kenal ! dialah babi ini".
Maka berdo'a Musa as.: "Wabai Tuhanku! Aku bermohon kehadliratMu. Kembalikanlah
orang ini kepada keadaannya semula, supaya aku dapat menanyakan, apakah yang
telah menimpa dirinya.”
Maka Allah `Azza wa Jalla
mewahyukan kepada Musa as.: "Sekiranya
engkau meminta kepadaKu dengan apa yang telah dimintakan Adam atau lebih kurang
lagi, tidak juga Aku perkenankan. Tetapi Aku kabarkan kepadamu, mengapa Aku
berbuat begitu, adalah disebabkan orang itu mencari dunia dengan agama".
Yang lebih berat lagi dari
ini, ialah yang diriwayatkan Ma'az bin Jabal ra. suatu hadits mauquf dan marfu`
bahwa Nabi saw. bersabda:
"Diantara
fitnah dari seorang yang berilmu ialah lebih suka ia berkata-kata dari pada
mendengar. Sebab dalam perkataan itu banyak bunga dan tambahan dan belum ada
jaminan terpelihara dari kesalahan. Dalam berdiam diri timbul keselamatan dan
tanda berilmu pengetahuan. Diantara orang yang berilmu (ulama), ada yang
menyimpan raja ilmunya, tidak suka ada pada orang lain. Orang yang semacam ini,
dalam lapisan pertama dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
bersikap sebagai raja dengan ilmunya. Jika ada pengetahuannya yang ditolak
orang atau dipandang orang lemah dan kurang benar, maka marahlah dia. Orang
yang semacam ini dalam lapisan kedua dari api neraka. Diantara orang yang
berilmu, ada yang menyediakan ilmunya dan pembahasan ilmiahnya yang mendalam
untuk orang yang terkemuka dan yang kaya saja dan tidak mau melihat kepada
orang yang memerlukan kepada ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam
lapisan ketiga dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
mengangkat dirinya, untuk memberi fatwa, lalu ia berfatwa salah. Allah Ta'ala
memarahi orang-orang yang memberatkan dirinya dengan beban yang tidak
disanggupinya. Orang yang semacam ini dalam lapisan keempat dari api neraka.
Diantara orang yang berilmu, ada yang berbicara cara Yahudi dan Nasrani untuk
memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam lapisan
kelima dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang membuat ilmunya
untuk prestige (kehormatan diri), kemuliaan dan keharuman nama ditengah-tengah
masyarakat. Orang yang semacam ini dalam lapisan keenam dalam api neraka.
Diantara orang yang berilmu, ada yang menarik kebanggaan dan kesombongan dengan
ilmunya. Bila ia memberi nasehat, menghardik. Dan bila dinasehati, berkeras
kepala. Orang yang semacam ini dalam lapisan ketujuh dari api neraka.
Wahai
saudaraku! Hendaklah engkau berdiam diri! Dengan berdiam diri, engkau dapat
mengalahkan setan. Waspadalah dari tertawa tanpa ada yang menakjubkan dan dari
berjalan tanpa ada maksud!”
(Dirawikan Abu Na’im dan
IbnuI Juzi dari I bnu Abbas, dalam golongan hadits-hadits maudlu).
Pada hadits yang lain,
tersebut: "Ada orang yang
berkumandang pujian terhadap dirinya memenuhi antara masyriq dan magrib, tetapi
pada sisi Allah tidak ada timbangannya seberat sayap lalat".
(Kata Al-Iraqi, dia tidak
menjumpai bunyi hadits yang seperti itu).
Diceriterakan bahwa seorang
laki-laki dari Khurasan membawa kepada Al-Hasan suatu bungkusan sesudah
Al-Hasan meninggalkan majelisnya. Bungkusan tersebut berisi lima ribu dirham
dan sepuluh potong kain dari benang halus.
Berkata laki-laki itu:
"Hai Abu Said! (Panggilan kepada Al-Hasan) Inilah belanja dan inilah
pakaian !". Menjawab Al-Hasan: "Kiranya Allah melimpahkan kesehatan
kepadamu! Kumpulkanlah ini untuk belanjamu dan pakaianmu! Kami tidak berhajat
kepadanya. Sesungguhnya orang yang duduk seumpama majelisku itu dan menerima
dari orang seperti ini, maka dia akan menjumpai Allah Ta'ala pada hari qiamat
dan dia tidak berbudi".
Diriwayatkan dari Jabir
hadits mauquf dan marfu` (hadits tidak kuat) bahwa Nabi saw. bersabda :
"Janganlah
engkau duduk pada setiap orang yang berilmu, kecuali pada orang yang berilmu
yang mengajak kamu dari lima kepada lima: dari keragu-raguan kepada keyakinan,
dari ria kepada keikhlasan, dari kegemaran kepada dunia kepada zuhud, dari
takabur kepada kerendahan diri dan dari permusuhan kepada nasehat-menasehati".
(Dirawikan Abu Na’im dan
Ibnul-Juzi termasuk hadits maudlu')
Berfirman Allah Ta'ala:
Fakharaja
'alaa qaumihii fii ziinatihii qaalalladziina yuriiduunal hayaatad dun-yaa
yaalaita lanaa mitsla maa uutiya qaaruunu innahuu ladzuu hadhdhin 'adhiim wa
qaalalladziina uutul 'ilma wailakum tsawaabullaahi khairun liman aamana.
Artinya:
"Lalu
dia keluar kepada kaumnya dengan perhiasannya (yang indah-indah). Orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia ini berkata: Wahai! Kiranya kami mempunyai
seperti apa yang diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya dia beruntung yang besar
(bernasib baik)! Tetapi orang-orang yang berpengetahuan berkata: Malang
nasibmu! Pahala dari Tuhan lebih baik untuk orang yang beriman".
(QS. Al-Qashash: 79 - 80).
Maka ahli ilmu itu tahu
memilih akhirat atas dunia.
Diantara tanda-tanda ulama
akhirat itu, tidak bertentangan perbuatannya dengan perkataannya. Bahkan ia
tidak menyuruh sesuatu sebelum dia sendiri menjadi orang pertama yang
mengerjakannya. Berfirman Allah Ta'ala: "Adakah
kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu lupakan akan dirimu
sendiri?" (QS. Al-Baqarah: 44).
Berfirman Allah Ta’ala:
Kabura
maqtan Indallaahi an taquuluu maa laa taf'aluun.
Artinya:
"Amat
besar kutuk dari Allah Ta'ala bahwa kamu katakan apa yang tidak kamu
kerjakan". (QS. Ash-Shaff : 3).
Berfirman Allah Ta'ala
mengenai kiiah Nabi Syu'aib as.: "Aku
tidak kehendaki bertentangan dengan kamu kepada apa yang Aku larangkan kamu
dari padanya". (QS. Hud : 88).
Berfirman Allah Ta'ala: "Berbaktilah kepada Allah dan Allah
mengajarkan kamu"
(QS. Al- Baqarah : 282).
Berfirman Allah Ta`ala: "Berbaktilah kepada Allah dan tahulah!
Dan berbaktilah kepada Allah dan dengarlah!".
Berfirman. Allah Ta'ala
kepada lsa as:: "Hai Putera Maryam!
Ajarilah dirimu sendiri! Jika engkau telah memperoleh pelajaran, maka ajarilah
orang lain. Kalau tidak, maka malulah kepada-Ku!'.
Bersabda Nabi saw.: "Aku lalui pada malam isra’ku pada
beberapa kaum yang di sayat bibirnya dengan gunting-gunting dari api neraka.
Maka aku tanyakan: "Siapakah kamu ini?”.
Mereka menjawab: "Kami
adalah orang yang menyuruh dengan kebaikan dan tidak kami kerjakan. Kami
melarang dari kejahatan dan kami kerjakan".
(Dirawikan ibnu Hibban dari
Anas).
Bersabda Nabi saw. :
Halaaku
ummatii 'aalimun faajirun wa 'aabidun jaahilun wa warrusy-syiraari syiraarul
ulamaa-i wa khairul khiyaari khiyaarul ‘ulamaa’.
Artinya:
"Yang
binasa dari ummatku ialah orang berilmu yang dhalim dan orang yang beribadah
yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan orang berilmu dan
kebaikan yang paling balk ialah kebaikan orang yang berilmu".
(Dirawikan Ad-Darimi dari
AI-Ahwash bin Hakim, hadits mursal.)
Berkata Al-Auza’i ra.:
"Diduga oleh pembuat peti-peti mayat
bahwa tak ada yang lebih busuk selain dari mayat orang-orang yang tak beriman.
Maka diwahyukan Tuhan kepadanya bahwa perut ulama su’u lebih busuk dari
itu".
Berkata Al-Fudlail bin ‘Iyadl
ra.: "Sampai kepadaku bahwa orang
berilmu yang fasiq didahulukan penyiksaannya pada hari qiamat, daripada
penyembah-penyembah berhala".
Berkata Abud-Darda' ra.: "Siksaan neraka bagi orang yang tidak
berilmu, satu kali dan bagi orang yang berilmu yang tidak mengamalkan tujuh
kali".
Berkata Asy-Sya`bi: "Muncul pada hari qiamat suatu golongan
dari penduduk sorga, berhadapan dengan suatu golongan dari penduduk neraka.
Maka bertanya penduduk sorga: "Apakah sebabnya maka tuan-tuan dimasukkan
ke dalam neraka? Adapun kami ini, maka dimasukkan Allah ke dalam sorga ialah
karena kelebihan pengajaran dan pelajaran tuan-tuan".
Maka menjawab penduduk.
neraka: "Karena kami menyuruh dengan
kebajikan dan tidak kami kerjakan, melarang dari kejahatan dan kami
kerjakan".
Berkata Hatim Al-Ashlunm
ra.: "Tidak adalah kerugian yang
paling hebat pada hari qiamat, selain dari orang yang mengajari manusia ilmu pengetahuan
lalu diamalkan mereka, sedang dia sendiri tidak mengamalkannya. Maka mereka
memperoleh kemenangan dengan sebabnya dan dia sendiri binasa".
Berkata Malik bin Dinar: "Bahwa orang yang berilmu apabila tidak
berbuat sepanjang ilmunya, maka lenyaplah pengajarannya dari hati manusia
seperti lenyapnya embun pagi dari bukit Shofa".
Maka berpantunlah mereka :
"Wahai
pengajar manusia !
Engkau
tertuduh
Engkau
larang mereka beberapa perkara.
Engkau
sendiri mengerjakannya
Engkau
rajin menasehati mereka
tetapi,
segala yang terkirang, engkau yang mengerjakannya itu.
Engkau
hinakan dunia dan orang yang suka kepadanya,
sedang
engkau sendiri paling suka kepada dunia itu...”
Berkata
penyair lain :
Janganlah
engkau melarang sesuatu tingkah laku
dan
engkau sendiri mengerjakannya.
Amatlah
sangat memalukan kamu,
apabila
engkau sendiri memperbuatkannya":
Berkata Ibrahim bin Adham
ra.: "Aku melewati batu besar di
Makkah yang tertulis diatasnya: "Balikkanlah aku, engkau akan dapat
mengambil ibarat (suatu pemandangan)", Maka aku balikkan lain aku lihat
tertulis padanya "Dengan yang engkau ketahui tidak engkau kerjakan, maka
bagaimana engkau mencari ilmu tentang sesuatu yang belum engkau ketahui!"
Berkata Ibnus-Sammak ra.:"Berapa banyak orang yang
memperingatkan orang lain kepada Allah, yang lupa kepada Allah! Berapa banyak
orang yang memberi peringatan supaya takut kepada Allah, yang berani menentang
Allah! Berapa banyak orang yang mengajak orang lain mendekatkan diri kepada
Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak orang yang menyerukan orang lain
kepada Allah, yang lari dari Allah! Dan berapa banyak orang yang membaca Kitab
Allah, terhapus hatinya dari ayat-ayat Allah!".
Berkata Ibrahim bin Adham
ra.: "Kami perbaiki bahasa perkataan
kami, maka kami tidak salah. Dan kami telah salah pada perbuatan kami tetapi
tidak kami perbaiki".
Berkata Al-Auza’i: "Apabila diperhatikan benar perbaikan
bahasa, maka hilanglah khusu` ".
Diriwayatkan Maklaul dari
Abdur Rahman bin Ghanam bahwa Abdur Rahman mengatakan: "Berceritera kepadaku
sepuluh orang shahabat Nabi saw. dengan katanya "Kami sedang belajar ilmu
di masjid Quba', tiba-tiba masuk Rasulullah saw. lalu bersabda:
Ta'allamuu
maa syi’tum an ta'allamuu falan ya’jarakumullaahu hattaa ta'maluu.
Artinya:
"Pelajarilah
apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi engkau tidak diberi pahala
oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkan".
(Dirawikan 'Alqamah bin
Abdul-Barr dari Mu'adz dengan sanad dla’if)
Bersabda Nabi Isa as.: "Orang yang mempelajari ilmu dan tidak
mengamalkannya adalah seumpama wanita yang berbuat serong dengan sembunyi, maka
ia hamil. Setelah bersalin, maka pecahlah kabar tentang perbuatan jahat wanita
tersebut. Maka begitu pulalah orang yang tidak berbuat menurut ilmunya, akan
disiarkan Allah pada hari qiamat dihadapan orang banyak".
Berkata Mu'adz ra.: "Jagalah tergelincimya orang berilmu,
karena kedudukannya tinggi di mata orang banyak! Maka dia diikuti mereka,
meskipun dia telah tergelincir".
Berkata Umar ra.: "Apabila tergelincir orang yang
berilmu, maka tergelincirlah alam. makhluk".
Berkata Umar ra.: "Dengan tiga sebab hancurlah zaman.
Salah satu dari padanya, tergelincimya orang berilmu".
Berkata Ibnu Mas'ud: "Akan datang kepada manusia suatu masa, yang
terbalik kemanisan hati menjadi asin. Sehingga pada hari itu, orang yang
berilmu dan yang mempelajari ilmu tak dapat mengambil manfaat dari ilmunya.
Maka hati orang-orang yang berilmu, dari mereka seumpama tanah kosong yang
bergaram, yang turun kepadanya hujan dari langit, maka tidak juga diperoleh
rasa tawar padanya. Yaitu, apabila condong hati orang berilmu kepada mencintai
dunia dan melebihkannya dari akhirat. Maka pada ketika itu, dicabutkan Allah
sumber-sumber hikmah dan dipadamkanNya lampu petunjuk dari hati mereka. Maka
akan diceriterakan kepadamu oleh orang yang berilmu dari mereka itu ketika
engkau menjumpainya, bahwa dia ta.kut akan Allah dengan lisannya. Dan
kedzaliman jelas kelihatan pada amal-perbuatannya. Alangkah suburnya lidah
mere-ka ketika itu dan tandusnya hati mereka! Demi Allah yang tiada Tuhan
melainkan Dia! Tidaklah terjadi yang demikian itu selain karena para guru
mengajar bukan karena Allah dan para pelajar belajar bukan kerena Allah".
Dalam Taurat dan Injil
tertulis: "Janganlah engkau mencari
ilmu yang belum engkau ketahui, sebelum engkau amalkan apa yang telah engkau
ketahui".
Berkata Hudzaifah ra.: "Sesungguhnya engkau sekarang berada
pada zaman, di mana orang yang meninggalkan sepersepuluh dari yang
diketahuinya, menjadi binasa. Dan akan datang suatu zaman, di mana orang yang
mengerjakan padanya sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, niscaya ia
selamat. Sebabnya, adalah karena banyaknya orang yang bertruat batil".
Ketahuilah bahwa orang
berilmu itu adalah serupa dengan kadli (hakim). Nabi saw. bersabda :
Al-Qudlaatu
tsalaatsatun qaadlin qadlaa bil haqqi wa huwa ya’lamu fadzaalika fil jannah, wa
qaadlin qadlaa bil jauri wa huwa ya’lamu aulaa ya’lamu fahuwa finnaari wa
qaadlin qadlaa bighairi maa amarallaahu
bihii fahuwa finnaar.
Artinya :
"Kadli
itu tiga macam: semacam menghukum dengan yang benar dan dia itu tahu, maka dia
itu dalam surga. Semacam menghukum dengan kedzaliman dan dia itu tahu atau
tidak tahu yang demikian maka dia itu dalam neraka. Dan semacam lagi menghukum
di luar dari pada perintah Allah, maka dia itu dalam neraka".
(Dirawikan
pengarang-pengarang kitab "As-Sunan” dari Buraidah dan ini hadits
shahilh.)
Berkata Ka’ab ra.: "Adalah pada akhir zaman, orang-orang
yang berilmu, menyuruh manusia zuhud dari dunia dan mereka sendiri tidak zuhud.
Menyuruh manusia takut kepada Tuhan dan mereka sendiri tidak takut. Melarang
manusia mendatangi wali-wali negeri dan mereka sendiri datang kepada tali-wali
negeri itu. Mereka memilih dunia dari akhirat, mereka makan hasil usaha lidah
mereka. Mereka mendekati orang-orang kaya, tidak orang-orang miskin. Mereka
cemburu kepada ilmu pengetahuan seperti kaum wanita cemburu kepada kaum
laki-laki. Ia marah kepada teman duduknya apabila ia duduk dengan orang lain. Orang-orang
yang berilmu semacam itulah, orang-orang yang keras hati, musuh Tuhan Yang Maha
Pengasih".
Bersabda Nabi saw.: "Kadang-kadang setan itu menangguhkan
kamu dengan ilmu". Lalu, bertanya yang hadlir: "Ya Rasulullah!
Bagaimana yang demikian itu ?.".
Menjawab Nabi saw.: "Yaitu, setan itu mengatakan:
"Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum tahu benar. Maka
senantiasalah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan menangguhkan terhadap
amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak beramal".
(Dirawikan dari Anas, dengan
sanad dla’if).
Berkata Sirri As-Suuqthi: "Adalah seorang laki-laki mengasingkan
diri pergi beribadah, di mana tadinya amat rajin mempelajari ilmu dhahir. Maka
aku bertanya kepadanya, lalu ia menjawab: "Saya bermimpi berjumpa dengan
orang yang mengatakan kepadaku: "Berapa banyak engkau menyia-nyiakan ilmu,
maka sebanyak itu pulalah engkau disia-siakan Allah". Aku menjawab bahwa
aku memelihara ilmu itu, maka berkata orang yang dalam mimpi tadi:
"Memeliharakan ilmu ialah mengamalkan ilmu itu". Maka aku tinggalkan
belajar dan pergi beramal".
Berkata Ibnu Mas'ud ra.: "Tidaklah ilmu itu dengan banyak
ceritera, tetapi ilmu itu takut kepada Tuhan".
Berkata Al-Hasan: "Pelajarilah apa yang kamu mau
mempelajarinya! Demi Allah! Kamu tidak akan diberi pahala oleh Allah sebelum
beramal. Sebab orang-orang bodoh itu, cita-citanya meriwayatkan ilmu dan
orang-orang yang berilmu itu cita-citanya memelihara ilmu itu dengan
amal".
Berkata Malik ra.: “Menuntut ilmu itu baik dan mengembangkannya
baik apabila niat itu betul. Tetapi perhatikanlah, apa yang harus bagimu dari
pagi sampai petang! Maka janganlah engkau lebihkan sesuatu itu dari ilmu".
Berkata Ibnu Ma'ud ra. "Di turunkan Al-Qur’an untuk
diamalkan. Maka ambillah mempelajarinya menjadi amalan. Dan akan datang suatu
kaum yang membersihkan Al-Qur’an seperti membersihkan selokan. Mereka itu
tidaklah termasuk orang baik. Orang berilmu yang tidak mengamalkan, adalah
seumpama orang sakit yang menerangkan tentang obat dan seumpama orang lapar
yang menerangkan tentang kelezatan makanan dan makanan itu tidak
diperolehnya".
Searah dengan yang diatas
tadi, firman Allah Ta’ala :
Wa
lakumul wailu mimmaa tashifuun.
Artinya :
"Bagi
kamu neraka dari apa yang kamu terangkan".
(QS. Al-Anbia : 18).
Dalam hadits tersebut:
Mimmaa
akhaafu 'alaa ummatii zillatu `aalimin wa jidaalu munaafiqin fil Qur-an.
Artinya:
"Diantara
yang aku takuti atas ummatku ialah tergelincimya orang berilmu dan pertengkaran
orang munafiq tentang Al-Qur’an".
(Dirawikan Ath-Thabrani dari
Abid-Darda' dari lbnu Hibban dari Imran bin Hushain).
Dan diantara tanda-tanda ulama
akhirat itu, ialah kesungguhannya mencari ilmu yang berguna tentang akhirat,
yang menggembirakan pada ta'at, menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang
sedikit manfa'atnya dan banyak padanya pertengkaran, kata ini dan kata itu (qil
dan qal).
Orang yang mengenyampingkan
pengetahuan untuk beramal dan sibuk dengan pertengkaran adalah seumpama orang
sakit, yang pada tubuhnya bermacam-macam penyakit dan berjumpa dengan seorang
dokter yang ahli, pada waktu yang sempit yang hampir habis. Maka si sakit tadi menggunakan
waktu yang sedikit itu untuk menanyakan kegunaan resep, obat dan
keganjilan-keganjilan dalam ilmu kedokteran dan meninggalkan kepentingannya
yang mendesak untuk memperoleh pengobatan.
Orang yang semacam itu
adalah bodoh sekali.
****

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.