Translate

Tuesday, November 8, 2016

ADAB KEPADA PEMIMPIN.

Adab Islam.
Kedudukan Pemimpin.
Diperintahkan oleh Allah SWT. : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang memimpin kamu sekalian.” (QS. An Nisa : 59).

Hendaklah rakyat selalu bersyukur jika mendapatkan seorang pemimpin yang adil, dan pemimpin itupun akan mendapatkan pahala. (Syekh Abu Nashr Samarqandi).

Tidak diperbolehkan menghina pemimpin (amir), barangsiapa yang menghina penguasa di muka bumi, maka ia akan dihinakan oleh Allah. (HR. Tirmidzi).

Ketaatan Kepada Pimpinan.
Diwajibkan agar selalu mentaati pemimpin (amir), walaupun fisik dan rupa mereka bagaikan seorang hamba sahaya Habsyi. (QS. An Nisa : 59 – HR.Bukhari).
[= maksudnya adalah pemimpin itu lebih rendah derajatnya daripada kita.]

Diharuskan menaati pemimpin hanya dalam kebaikan. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dianjurkan agar menaati pemimpin dalam batas-batas kemampuan. Setelah diusahakan dengan penuh kesungguhan. (HR. Bukhari, Muslim).

Diharamkan mendurhakai pemimpin (amir) yang taat kepada Allah. Barangsiapa mendurhakainya, kemudian ia mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliah. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dianjurkan agar selalu menaati pemimpin, baik dalam hal yang menyulitkan ataupun dalam kemudahan, dalam hal yang menyenangkan maupun yang menjemukan, ataupun ketika ia tidak memperdulikan kita. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak kita, dianjurkan agar jangan berpecah belah. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Wajib menaati dan menunaikan kepercayaan yang telah diberikan oleh pemimpin dengan segenap kemampuan. (HR. Muslim).

Sesungguhnya makhluk itu wajib taat dalam hal kebaikan dan tidak wajib taat dalam mendurhakai Allah SWT. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Rasulullah saw. bersabda: “Akan muncul sesudahku pemimpin yang mengerjakan perbuatan yang tidak mereka ketahui, mereka itu tidak wajib ditaati.” (Musa bin Ubaidah).

Pemimpin Bermaksiat.
Jika timbul perasaan tidak senang terhadap pemimpin muslim, maka hendaklah bersabar, dan sekali-kali tidak memberontak terhadapnya. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Hendaknya jangan sekali-kali menentang pemimpin, walaupun pemimpin melakukan kemaksiatan. Akan tetapi bencilah perbuatan maksiatnya, dan jangan segan-segan untuk mengingatkan mereka. Ajaklah mereka kepada kebaikan dengan cara hikmah dan bijaksana. (QS. An Nahl : 12 – HR. Muslim).

Apabila pemimpin bersiafat egois, maka tetaplah kita memenuhi kewajiban kita kepadanya dan hendaklah memohon akan hak kita kepada Allah. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Apabila ada sesuatu yang tidak berkenan pada diri pimpinan (amir), maka sebaiknya membenci dalam hati, hal itu lebih menyelamatkan. (HR. Ahmad).

Rasulullah saw. diperintahkan dengan lima hal;
+1. Jama’ah
+2. Mendengar
+3. Taat.
+4. Hijrah, dan
+5. Jihad fi sabilillah.

Jangan menentang terhadap pemimpin, walaupun mereka tidak berlaku baik kepada rakyatnya selama para pemimpin itu masih tetap mengerjakan shalat. (HR. Muslim).

Do’a dan Dakwah.
Dianjurkan agar selalu mencintai dan menyayangi pemimpin kita, serta memohonkan ampun kepada Allah SWT. untuk mereka. (QS. Al Hasyr : 9 -10).

Hendaklah selalu membantu dan mendukung para pemimpin dalam setiap urusan kebenaran. (QS. Al Maidah : 2).

Dianjurkan agar jangan sungkan dalam menyampaikan yang hak kepada pemimpin. Jihad yang paling utama adalah menyampaikan yang hak di hadapan pemimpin. (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah).

Tipe Pemimpin.
Dianjurkan agar memilih pemimpin orang yang bersifat adil dan bijaksana. (QS. An Nisa : 135).

Jika ada dua orang pemimpin yang terpilih, maka dibolehkan untuk ‘membunuh’ salah satu dari keduanya. Yakni pemimpin yang kedua. (HR. Muslim).

Tidak mungkin ada dua pedang dalam satu sarung. Tidak mungkin ada dua pemimpin dalam satu wilayah kekuasaan. (Umar bin Khattab ra.).

Jangan sekali-kali meminta ataupun berharap untuk menjadi pemimpin. Barangsiapa berharap dan berkeinginan untuk menjadi pemimpin maka nanti akan menyesal pada hari kiamat. (HR. Bukhari, Muslim).
[= sebaliknya memang diberi amanat, sebaiknya dijaga dengan sekuat jiwa-raga, ditunaikan dengan hormat semampunya.]

Dianjurkan agar jangan memilih orang yang berkeinginan (mencalonkan diri) menjadi pemimpin. (Abu Sufyan).

Hendaknya tidak menjadikan seorang pimpinan dari golongan orang yang tidak beragama karena ia tidak akan menasehatimu dan mengingatkanmu, bahkan ia akan menjilatmu. (QS. An Nisa : 118 – HR. Al Baghawi).

Ditekankan agar jangan sekali-kali menjadikan wanita sebagai pemimpin. Suatu kaum yang menjadikan wanita sebagai pemimpin mereka, niscaya kaum tersebut tidak akan berjaya. (HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i).

Diperbolahkan mengangkat orang buta menjadi pemimpin. (HR. Abu Daud).

Pemberian Hadiah.
Hendaknya berhati-hati memberi hadiah terhadap pimpinan, karena hadiah untuk pemimpin (umara atau amir), dikhawatirkan mengandung unsur suap. (HR. Abu Daud, Baihaqi).

Karena demikian bahayanya, sehingga dimakruhkan hukumnya memberi imbalan kepada penguasa. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Barangsiapa memberikan jasa kepada seseorang, kemudian orang itu memberi imbalan atas jasa kepada seseorang, kemudian diterima oleh si pemberi jasa, maka ia telah mendatangi pintu-pintu riba. (HR. Abu Daud).

Apabila diberi suatu tugas atau amanah oleh pimpinan, maka hendaknya menunjukkan kepada mereka dengan kegembiraan, dan bukan dengan kerisauan ataupun bermuka masam. (HR. Mutaafaq ‘alaih).

Jama’ah.
Hendaklah senantiasa taat dalam jama’ah. Apa yang dibenci dalam berjama’ah itu lebih baik daripada apa yang disukai dalam perpecahan. (Abdullah bin Mas’ud ra.).

Memecah belah suatu jama’ah di antara umat Islam adalah suatu dosa yang sangat besar. Laknat Allah atas orang yang memecah belah. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Jangan sekali-kali berperang atau berjuang dengan niat untuk membela golongan atau partai. Barangsiapa mati dalam peperangan karena membela golongan, maka sesungguhnya ia mati jahiliyah. (HR. Muslim).

Pergaulan Dengan Pemimpin.
Seseorang yang dekat dengan penguasa, kadang-kadang dapat menyebabkan dirinya jauh dari Allah. (Tanbihul Ghafilin).

Berdekatan dengan penguasa kadang-kadang dapat menjadi suatu fitnah atau cobaan. Maka dianjurkan agar menjauhi tempat-tempat fitnah, yaitu pintu-pintu penguasa. (HR. Hudzaifah ra.)

Seseorang yang belajar Al Qur’an dan memperdalam agama kemudian ia mendatangi pintu-pintu penguasa lalu menjilat dan taat di hadapan mereka, maka ia telah terjerumus ke dalam neraka Jahanam, sejauh langkah yang ia langkahkan. (HR. Makhul ra.).

Seorang yang bergaul dengan penguasa, kemudian ia terjerumus ke dalam masalah dunia, maka sungguh ia telah mengkhianati Rasulullah. (HR. Anas ra.).
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi umat akhir zaman ini daripada tiga hal, yaitu;
*1. Cinta uang atau dunia,
*2. Cinta kekuasaan, dan
*3. Mendatangi pintu penguasa. (Abu Hurairah ra.).

Seseorang yang melakukan shalat wajib dan dia tidak dekat dan tidak bergaul erat dengan penguasa, lebih utama daripada seseorang yang melakukan puasa setiap hari, berhaji, berjihad, shalat tahajud sepanjang malam, tetapi ia dekat dengan penguasa. (HR. Abu laits Samarqandi).

Dianjurkan agar menjauhi berhubungan erat dengan para penguasa, karena yang demikian dapat mendorong untuk melakukan tiga hal:
+1. Berusaha untuk menyenangkan mereka,
+2. Mengagungkan-agungkan mereka karena dunia mereka, dan
+3. Membenarkan tingkah laku mereka, walaupun salah.
(HR. Abu Laits Samarqandi).

                                               
                                                  *****&&*****


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.