Translate

Monday, November 7, 2016

ADAB ULAMA.

Adab Islam.
Ilmu ulama itu dapat menerangi wilayah matahari yang luas. (Al Ghazali).

Keutamaan orang yang berilmu (ulama) atas orang yang ahli ibadah, adalah seperti keutamaan Rasulullah saw. atas orang yang paling rendah di antara umatnya. (HR. Tirmidzi).

Para ulama adalah pewaris para nabi, maka mereka akan diuji dengan beraneka ragam musibah sesuai dengan derajat ketaqwaannya masing-masing.

Para ulama adalah pewaris ilmu kenabian. (HR. Abu Daud).

Ada 15 macam orang yang menjadi musuh syetan, satu di antaranya ialah alim ulama. (HR. Abu Laits Samarqandi).

Ulama yang faqih (orang yang paham terhadap aturan atau syariat Islam), lebih ditakuti oleh syetan daripada seribu orang ‘abid (ahli ibadah). (HR .Tirmidzi).

Ilmu (agama) akan tercabut dari dunia ini, dengan meninggalnya para ulama. (HR. Bukhari, Muslim).

Hati Seorang Ulama.
Hendaklah meyakini dengan sebenarnya bahwa ilmu yang kita miliki adalah dari Allah. (QS. Al Baqarah : 32).

Hendaklah meyakini dengan sebenarnya bahwa berapapun banyaknya ilmu yang dimiliki hanyalah sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Allah. (QS. Al Isra : 85).

Ciri ilmu yang hak adalah yang dapat menambah rasa takut kepada Allah. Maka jika bertambah ilmunya hendaklah bertambah pula rasa takutnya kepada Allah. (QS. Al Fathir : 28).

Suatu bencana bagi orang yang berilmu, ialah matinya hati. (Hasan Al Bashri).

Iringilah dengan niat yang ikhlas dalam mengamalkan ilmu, orang-orang yang ikhlas ialah mereka yang selalu merasa khawatir atas ilmu dan amalnya. (HR. Abu Laits Samarqandi).

Hendaklah ulama menjaga niat dengan ilmunya, karena akan masuk neraka orang-orang yang menjadikan empat tujuan dengan ilmunya, yaitu;
+1. Untuk bermegah-megahan dengan ulama,
+2. Untuk berdebat dengan orang bodoh,
+3. Untuk mencari muka atau mencari harta, kehormatan dan derajat,
+4. Untuk mencari pangkat dari penguasa.
(HR. Abu Laits Samarqandi).

Adab-adab untuk Para Ulama.
Hendaklah berhati-hati dengan gemerlapan dunia. Rusaknya ulama adalah dikarenakan pengaruh kecintaan terhadap kemegahan dunia. (Al Ghazali).

Hendaklah berhati-hati dengan sifat takabbur, karena takabbur menyebabkan murka Allah SWT. (QS. An Nahl : 23).

Ulama akhirat adalah alim ulama yang mendasarkan semua persoalan dan permasalahan manusia dengan dasar tawakkal dan yakin kepada Allah SWT. Itulah yang disebut Ulama Akherat. (Al Ghazali).

Ada beberapa tanda yang dimiliki Ulama Akherat:
1). Tidak mencari dunia dengan ilmunya dan senantiasa menjaga lisannya. (Bisyr Al Harts). Fitnah para ulama adalah karena lisannya atau banyak bicara. (HR. Abu Nu’aim).

2). Perbuatannya tidak berbeda dengan perkataannya dan dia mengamalkan ilmunya. (QS. Al Baqarah : 44).

3). Perhatiannya tertuju untuk memperdalam pemahaman Al Qur’an.

4). Tidak suka kemewahan, senantiasa sederhana dan zuhud terhadap dunia.

5). Tidak dekat (menjadi penjilat) dengan umara (pemerintah).

6). Tidak begitu mudah memberikan fatwa.

7). Banyak merenung, bertafakur.

8). Perhatiannya kepada ilmu adalah untuk memperhatikan batin atau hatinya.

9). Memiliki keyakinan yang teguh.

10). Tunduk dan tawadhu, dan hatinya lunak serta senantiasa takut kepada Allah.
(Al. Ghazali).

11). Menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dosa.

Seorang yang berilmu itu dianjurkan untuk menjaga kebersihan, terutama pakaiannya. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Hendaklah seorang  berilmu bersikap lemah lembut dan adil terhadap orang yang tidak berilmu dalam menyelesaikan suatu masalah. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Seorang ulama jangan sekali-kali memiliki sifat rakus, karena sifat rakus dapat menghilangkan ilmu. (Abdullah bin Salam ra.).

Barangsiapa menceritakan sebuah hadits, sedangkan dia mengetahui hadits itu adalah dusta, maka iapun termasuk salah seorang pendusta. (Abdurrahman bin Abi Thalib).

Seorang ulama jangan sekali-kali menyembunyikan ilmu yang telah dimilikinya. (HR. Ibnu Majah).

Diwajibkan agar selalu berusaha untuk mengamalkan dan menyampaikan ilmu yang sudah dipelajarinya. (QS. Al Baqarah : 44).

Seseorang itu belum disebut seorang ulama sehingga dia mengamalkan ilmu yang dimilikinya. (HR. Ibnu Hibban).

Dianjurkan agar orang yang berilmu selalu menjaga dirinya (amalnya) dengan ilmunya. Barangsiapa yang ilmunya tidak dapat menjaga dirinya maka ilmunya itu tidak berarti baginya. (HR. Asy Syafi’i).

Hendaknya senantiasa mengamalkan ilmu yang telah diketahui, dengan demikian maka Allah SWT. akan mewariskan ilmu yang belum diketahuinya. (HR. Abu Nu’aim).

Ulama mujtahid mesti menguasai setidaknya lima cabang ilmu, yaitu;
+1. Al Qur’an,
+2. As Sunnah,
+3. Qaul (pendapat) ulama salaf (terdahulu),
+4. Ilmu Lughah atau bahasa,
+5. Ilmu Qiyas.
Kemudian ilmu-ilmu pelengkap lainnya.

Seorang ulama hendaklah memiliki pemahaman yang mendalam terhadap ilmu dan kelembutan serta kebijaksaan. (Umar bin Abdul Aziz).

Seorang ulama hendaknya mempunyai kegairahan dan kemauan untuk selalu belajar dan merasa kurang. Apabila ia sudah menganggap dirinya sudah pandai maka pada hakekatnya ia seorang yang bodoh. (HR. Ibnu Mubarok).

Seorang ulama hendaknya tidak sering bergurau, atau berbuat lagho (sia-sia). (Al Ghazali).

Peranan ulama sangat penting bagi masyarakat awam. Tingkah laku ulama akan menentukan keadaan masyarakat awam. Apabila ulama sibuk mengumpulkan harta yang halal, maka masyarakat awam akan memakan makanan yang subhat, apabila ulama memakan makanan yang subhat, maka masyarakat awam akan memakan makanan yang haram, dan apabila ulama memakan makanan yang haram, maka masyarakat awam akan menjadi kafir. (HR. Abu Laits Samarqandi).

Ulama dan Amal
Ditekankan agar selalu mengamalkan apa yang sudah diketahuinya. (HR. Abu Nu’aim).

Kehancuran agama Islam itu diakibatkan oleh tergelincirnya para ulama. (Ziyad bin Zubair).

Tersiksanya ulama disebabkan oleh matinya hati, sedangkan matinya hati itu akibat mencari dunia dengan amal akhirat. (HR. Hasan).

Seorang alim yang munafik adalah seseorang yang memiliki kepandaian (ilmu) di lidah saja, sedangkan dalam hatinya ada kebodohan, dan ia tidak mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya. (Umar bin Khattab ra.).

Berdasarkan akal dan pengetahuan seseorang, maka manusia itu terbagi menjadi empat;
a). Orang yang tahu dan ia mengerti bahwa dirinya tahu. Dialah orang ‘alim’, maka ikutilah.

b). Orang yang tahu tetapi ia tidak mengerti bahwa dirinya tahu. Dialah orang ‘alim yang tidur’, maka bangunkanlah dia!.

c). Orang yang tidak tahu dan ia mengerti bahwa dirinya tidak tahu. Dia adalah orang yang menginginkan petunjuk dan mau belajar, maka ajarkanlah dia!.

d). Orang yang tidak tahu dan ia tidak mengerti bahwa dirinya tidak tahu. Dialah orang bodoh, maka tinggalkanlah !.
(Khalil bin Ahmad).

Sesungguhnya ulama fasik itu lebih berbahaya daripada penyembah berhala. Ulama fasik yaitu ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, mereka akan disiksa terlebih dahulu daripada penyembah berhala. (Fudhail bin ‘Iyadz).

Seseorang itu tidak bisa menjadi alim sebelum ia belajar, dan seseorang itu tidak bisa menjadi alim sehingga ia mengamalkan ilmunya. (Abu Darba ra).

Orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, maka orang bodohpun enggan untuk belajar kepadanya. (Ali bin Abi Thalib).

Orang bodoh adalah orang yang tidak mengamalkan apa yang diketahuinya. (Sufyan bin Uyainah).

Semua ulama itu mabuk kecuali yang mengamalkan ilmunya. (HR. Abu Laits Samarqandi).

Ilmu Manfaat.
Ilmu ada dua macam;
*a. Ilmu yang hanya di lisan, dan
*b. Ilmu yang meresap sampai dalam hati.
(HR. Tirmidzi).

Disunnahkan agar selalu berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Dianjurkan agar senantiasa meminta kepada Allah ilmu yang bermanfaat. (HR. Muslim).

Menyebarkan Ilmu.
Ilmu itu pada mulanya adalah diam, lalu mendengarkan, kemudian menghafalkan lalu mengamalkannya dan terakhir menyebarkannya. (Sufyan Ats Tsauri).

Janganlah kikir terhadap ilmu. Apa yang diketahui hendaklah disebarkan kepada yang membutuhkannya. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Ancaman bagi orang yang kikir terhadap ilmu yaitu dengan tiga perkara yang akan dilimpahkan kepadanya:
+1. Mati hingga lenyap ilmunya,
+2. Diberi cobaan berupa penguasa yang zhalim, dan
+3. Dilupakan ilmu yang telah dihafalnya. (Ibnu Mubarak).

Ulama dan Umara
Hendaklah alim ulama berhati-hati dalam bergaul dengan para penguasa. Maksudnya yaitu menjauhinya dan tidak pula terlalu dekat dengannya (bersikap netral). (Sa’id bin Musayab).

Sultan atau penguasa adalah fitnah yang terberat bagi ulama. Didalam neraka ada satu lembah khusus untuk ulama (penjilat) yang suka mengunjungi umara. (HR. Abu Sofyan).

Seburuk-buruk ulama ialah yang suka datang (menjilat) kepada umara, dan sebaik-baik umara ialah yang suka datang kepada ulama. (HR. Ibnu Majah).

Ulama dan Fatwa.
Seorang ulama hendaknya jangan malu untuk mengatakan ketidak tahuan, jika ditanya suatu masalah yang sekiranya ia belum mengetahuinya. (HR. Abu Daud, Ahmad, Hakim).

Ilmu itu ada tiga tingkatan;
+1. Kitab yang berbunyi,
+2. Sunnah yang ada, dan
+3. Ucapan ‘saya tidak tahu’. (HR. Al Khatib).

Perkataan dari ulama; “saya tidak tahu”, merupakan setengah dari ilmu. (HR. As Sab’u).

Hendaknya ulama berhati-hati dalam memberikan fatwa, karena ulama atau seseorang yang selalu dengan mudah memberi fatwa setiap ditanya, maka sesungguhnya ia adalah orang gila. (HR. Ibnu Mas’ud).

Ulama hendaknya selalu berhati-hati dalam berbicara, karena setiap pembicaraan dan pendapat ulama bisa jadi suatu fatwa bagi masyarakat umum atau awam. (HR. Abu Daud).

Adab Ketika Mengajar Murid.
Hendaknya seorang guru tidak mengharapkan upah atas pengajarannya, dan hendaklah ia ikhlas ketika mengajarkan ilmunya dan memperhatikan pekerjaannya, tetapi jika diberi maka dibolehkan untuk menerimanya. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Hendaklah kita meyakini bahwa ilmu dan kepandaian yang sampai kepada anak didik itu datangnya dari Allah SWT. bukan dari diri kita yang mengajarkan. (QS. Al Baqarah : 32).

Baik pengajar atau yang belajar dianjurkan agar selalu dalam keadaan berwudhu ketika hendak menyentuh mushaf. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Jangan sekali-kali seorang guru condong kepada salah seorang anak didiknya, disebabkan muridnya itu mempunyai kelebihan (harta) daripada yang lainnya. Hendaknya ia berlaku adil di antara mereka. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Seorang guru hendaknya meringankan terhadap murid-murid yang yatim, karena ada tiga macam manusia yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat, yatiu;
*1. Guru yang memaksa anak yatim membayar upah, padahal ia tidak dapat membayarnya.

*2. Laki-laki yang duduk bersama penguasa dan berbicara menurut hawa nafsunya.

*3. Seorang peminta-minta, padahal ia masih sanggup bekerja.
(HR. Syekh Nashr Samarqandi).

Hendaknya setiap guru atau ustadz memiliki rasa belas kasih kepada muridnya. (Al Ghazali).

Seorang guru hendaknya selalu menganjurkan kepada murid-muridnya agar senantiasa mengikuti dan mengamalkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw. (Al Ghazali).

Hendaknya guru mengajarkan apa-apa yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan muridnya. (Al Ghazali).

                                                   *** ++ ***


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.