Adab Islam.
Ilmu
ulama itu dapat menerangi wilayah matahari yang luas. (Al Ghazali).
Keutamaan
orang yang berilmu (ulama) atas orang yang ahli ibadah, adalah seperti
keutamaan Rasulullah saw. atas orang yang paling rendah di antara umatnya. (HR.
Tirmidzi).
Para
ulama adalah pewaris para nabi, maka mereka akan diuji dengan beraneka ragam
musibah sesuai dengan derajat ketaqwaannya masing-masing.
Para
ulama adalah pewaris ilmu kenabian. (HR. Abu Daud).
Ada
15 macam orang yang menjadi musuh syetan, satu di antaranya ialah alim ulama.
(HR. Abu Laits Samarqandi).
Ulama
yang faqih (orang yang paham terhadap
aturan atau syariat Islam), lebih ditakuti oleh syetan daripada seribu orang ‘abid (ahli ibadah). (HR .Tirmidzi).
Ilmu
(agama) akan tercabut dari dunia ini, dengan meninggalnya para ulama. (HR.
Bukhari, Muslim).
Hati
Seorang Ulama.
Hendaklah
meyakini dengan sebenarnya bahwa ilmu yang kita miliki adalah dari Allah. (QS.
Al Baqarah : 32).
Hendaklah
meyakini dengan sebenarnya bahwa berapapun banyaknya ilmu yang dimiliki
hanyalah sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Allah. (QS. Al Isra : 85).
Ciri
ilmu yang hak adalah yang dapat menambah rasa takut kepada Allah. Maka jika
bertambah ilmunya hendaklah bertambah pula rasa takutnya kepada Allah. (QS. Al
Fathir : 28).
Suatu
bencana bagi orang yang berilmu, ialah matinya hati. (Hasan Al Bashri).
Iringilah
dengan niat yang ikhlas dalam mengamalkan ilmu, orang-orang yang ikhlas ialah
mereka yang selalu merasa khawatir atas ilmu dan amalnya. (HR. Abu Laits
Samarqandi).
Hendaklah
ulama menjaga niat dengan ilmunya, karena akan masuk neraka orang-orang yang
menjadikan empat tujuan dengan ilmunya, yaitu;
+1.
Untuk bermegah-megahan dengan ulama,
+2.
Untuk berdebat dengan orang bodoh,
+3.
Untuk mencari muka atau mencari harta, kehormatan dan derajat,
+4.
Untuk mencari pangkat dari penguasa.
(HR.
Abu Laits Samarqandi).
Adab-adab
untuk Para Ulama.
Hendaklah
berhati-hati dengan gemerlapan dunia. Rusaknya ulama adalah dikarenakan
pengaruh kecintaan terhadap kemegahan dunia. (Al Ghazali).
Hendaklah
berhati-hati dengan sifat takabbur, karena takabbur menyebabkan murka Allah
SWT. (QS. An Nahl : 23).
Ulama akhirat adalah alim ulama yang mendasarkan semua persoalan dan
permasalahan manusia dengan dasar tawakkal dan yakin kepada Allah SWT. Itulah
yang disebut Ulama Akherat. (Al Ghazali).
Ada beberapa tanda yang dimiliki Ulama
Akherat:
1).
Tidak mencari dunia dengan ilmunya dan senantiasa menjaga lisannya. (Bisyr Al
Harts). Fitnah para ulama adalah karena lisannya atau banyak bicara. (HR. Abu
Nu’aim).
2).
Perbuatannya tidak berbeda dengan perkataannya dan dia mengamalkan ilmunya.
(QS. Al Baqarah : 44).
3).
Perhatiannya tertuju untuk memperdalam pemahaman Al Qur’an.
4).
Tidak suka kemewahan, senantiasa sederhana dan zuhud terhadap dunia.
5).
Tidak dekat (menjadi penjilat) dengan umara (pemerintah).
6).
Tidak begitu mudah memberikan fatwa.
7).
Banyak merenung, bertafakur.
8).
Perhatiannya kepada ilmu adalah untuk memperhatikan batin atau hatinya.
9).
Memiliki keyakinan yang teguh.
10).
Tunduk dan tawadhu, dan hatinya lunak serta senantiasa takut kepada Allah.
(Al.
Ghazali).
11).
Menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dosa.
Seorang
yang berilmu itu dianjurkan untuk menjaga kebersihan, terutama pakaiannya. (HR.
Syekh Nashr Samarqandi).
Hendaklah
seorang berilmu bersikap lemah lembut
dan adil terhadap orang yang tidak berilmu dalam menyelesaikan suatu masalah. (HR.
Syekh Nashr Samarqandi).
Seorang
ulama jangan sekali-kali memiliki sifat rakus, karena sifat rakus dapat
menghilangkan ilmu. (Abdullah bin Salam ra.).
Barangsiapa
menceritakan sebuah hadits, sedangkan dia mengetahui hadits itu adalah dusta,
maka iapun termasuk salah seorang pendusta. (Abdurrahman bin Abi Thalib).
Seorang
ulama jangan sekali-kali menyembunyikan ilmu yang telah dimilikinya. (HR. Ibnu
Majah).
Diwajibkan
agar selalu berusaha untuk mengamalkan dan menyampaikan ilmu yang sudah
dipelajarinya. (QS. Al Baqarah : 44).
Seseorang
itu belum disebut seorang ulama sehingga dia mengamalkan ilmu yang dimilikinya.
(HR. Ibnu Hibban).
Dianjurkan
agar orang yang berilmu selalu menjaga dirinya (amalnya) dengan ilmunya.
Barangsiapa yang ilmunya tidak dapat menjaga dirinya maka ilmunya itu tidak
berarti baginya. (HR. Asy Syafi’i).
Hendaknya
senantiasa mengamalkan ilmu yang telah diketahui, dengan demikian maka Allah
SWT. akan mewariskan ilmu yang belum diketahuinya. (HR. Abu Nu’aim).
Ulama
mujtahid mesti menguasai setidaknya lima cabang ilmu, yaitu;
+1.
Al Qur’an,
+2.
As Sunnah,
+3.
Qaul (pendapat) ulama salaf (terdahulu),
+4.
Ilmu Lughah atau bahasa,
+5.
Ilmu Qiyas.
Kemudian
ilmu-ilmu pelengkap lainnya.
Seorang
ulama hendaklah memiliki pemahaman yang mendalam terhadap ilmu dan kelembutan
serta kebijaksaan. (Umar bin Abdul Aziz).
Seorang
ulama hendaknya mempunyai kegairahan dan kemauan untuk selalu belajar dan
merasa kurang. Apabila ia sudah menganggap dirinya sudah pandai maka pada
hakekatnya ia seorang yang bodoh. (HR. Ibnu Mubarok).
Seorang
ulama hendaknya tidak sering bergurau, atau berbuat lagho (sia-sia). (Al Ghazali).
Peranan
ulama sangat penting bagi masyarakat awam. Tingkah laku ulama akan menentukan
keadaan masyarakat awam. Apabila ulama sibuk mengumpulkan harta yang halal,
maka masyarakat awam akan memakan makanan yang subhat, apabila ulama memakan
makanan yang subhat, maka masyarakat awam akan memakan makanan yang haram, dan
apabila ulama memakan makanan yang haram, maka masyarakat awam akan menjadi
kafir. (HR. Abu Laits Samarqandi).
Ulama
dan Amal
Ditekankan
agar selalu mengamalkan apa yang sudah diketahuinya. (HR. Abu Nu’aim).
Kehancuran
agama Islam itu diakibatkan oleh tergelincirnya para ulama. (Ziyad bin Zubair).
Tersiksanya
ulama disebabkan oleh matinya hati, sedangkan matinya hati itu akibat mencari
dunia dengan amal akhirat. (HR. Hasan).
Seorang
alim yang munafik adalah seseorang yang memiliki kepandaian (ilmu) di lidah
saja, sedangkan dalam hatinya ada kebodohan, dan ia tidak mengamalkan ilmu yang
telah dimilikinya. (Umar bin Khattab ra.).
Berdasarkan
akal dan pengetahuan seseorang, maka manusia itu terbagi menjadi empat;
a).
Orang yang tahu dan ia mengerti bahwa dirinya tahu. Dialah orang ‘alim’, maka
ikutilah.
b).
Orang yang tahu tetapi ia tidak mengerti bahwa dirinya tahu. Dialah orang ‘alim
yang tidur’, maka bangunkanlah dia!.
c).
Orang yang tidak tahu dan ia mengerti bahwa dirinya tidak tahu. Dia adalah
orang yang menginginkan petunjuk dan mau belajar, maka ajarkanlah dia!.
d).
Orang yang tidak tahu dan ia tidak mengerti bahwa dirinya tidak tahu. Dialah
orang bodoh, maka tinggalkanlah !.
(Khalil
bin Ahmad).
Sesungguhnya
ulama fasik itu lebih berbahaya daripada penyembah berhala. Ulama fasik yaitu
ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, mereka akan disiksa terlebih dahulu
daripada penyembah berhala. (Fudhail bin ‘Iyadz).
Seseorang
itu tidak bisa menjadi alim sebelum ia belajar, dan seseorang itu tidak bisa
menjadi alim sehingga ia mengamalkan ilmunya. (Abu Darba ra).
Orang
alim yang tidak mengamalkan ilmunya, maka orang bodohpun enggan untuk belajar
kepadanya. (Ali bin Abi Thalib).
Orang
bodoh adalah orang yang tidak mengamalkan apa yang diketahuinya. (Sufyan bin
Uyainah).
Semua
ulama itu mabuk kecuali yang mengamalkan ilmunya. (HR. Abu Laits Samarqandi).
Ilmu
Manfaat.
Ilmu
ada dua macam;
*a.
Ilmu yang hanya di lisan, dan
*b.
Ilmu yang meresap sampai dalam hati.
(HR.
Tirmidzi).
Disunnahkan
agar selalu berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Dianjurkan
agar senantiasa meminta kepada Allah ilmu yang bermanfaat. (HR. Muslim).
Menyebarkan
Ilmu.
Ilmu
itu pada mulanya adalah diam, lalu mendengarkan, kemudian menghafalkan lalu
mengamalkannya dan terakhir menyebarkannya. (Sufyan Ats Tsauri).
Janganlah
kikir terhadap ilmu. Apa yang diketahui hendaklah disebarkan kepada yang
membutuhkannya. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).
Ancaman
bagi orang yang kikir terhadap ilmu yaitu dengan tiga perkara yang akan
dilimpahkan kepadanya:
+1.
Mati hingga lenyap ilmunya,
+2.
Diberi cobaan berupa penguasa yang zhalim, dan
+3.
Dilupakan ilmu yang telah dihafalnya. (Ibnu Mubarak).
Ulama
dan Umara
Hendaklah
alim ulama berhati-hati dalam bergaul dengan para penguasa. Maksudnya yaitu
menjauhinya dan tidak pula terlalu dekat dengannya (bersikap netral). (Sa’id
bin Musayab).
Sultan
atau penguasa adalah fitnah yang terberat bagi ulama. Didalam neraka ada satu
lembah khusus untuk ulama (penjilat) yang suka mengunjungi umara. (HR. Abu
Sofyan).
Seburuk-buruk
ulama ialah yang suka datang (menjilat) kepada umara, dan sebaik-baik umara
ialah yang suka datang kepada ulama. (HR. Ibnu Majah).
Ulama
dan Fatwa.
Seorang
ulama hendaknya jangan malu untuk mengatakan ketidak tahuan, jika ditanya suatu
masalah yang sekiranya ia belum mengetahuinya. (HR. Abu Daud, Ahmad, Hakim).
Ilmu
itu ada tiga tingkatan;
+1.
Kitab yang berbunyi,
+2.
Sunnah yang ada, dan
+3.
Ucapan ‘saya tidak tahu’. (HR. Al Khatib).
Perkataan
dari ulama; “saya tidak tahu”, merupakan setengah dari ilmu. (HR. As Sab’u).
Hendaknya
ulama berhati-hati dalam memberikan fatwa, karena ulama atau seseorang yang
selalu dengan mudah memberi fatwa setiap ditanya, maka sesungguhnya ia adalah orang gila. (HR. Ibnu Mas’ud).
Ulama
hendaknya selalu berhati-hati dalam berbicara, karena setiap pembicaraan dan
pendapat ulama bisa jadi suatu fatwa bagi masyarakat umum atau awam. (HR. Abu
Daud).
Adab
Ketika Mengajar Murid.
Hendaknya
seorang guru tidak mengharapkan upah atas pengajarannya, dan hendaklah ia
ikhlas ketika mengajarkan ilmunya dan memperhatikan pekerjaannya, tetapi jika
diberi maka dibolehkan untuk menerimanya. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).
Hendaklah
kita meyakini bahwa ilmu dan kepandaian yang sampai kepada anak didik itu
datangnya dari Allah SWT. bukan dari diri kita yang mengajarkan. (QS. Al
Baqarah : 32).
Baik
pengajar atau yang belajar dianjurkan agar selalu dalam keadaan berwudhu ketika
hendak menyentuh mushaf. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).
Jangan
sekali-kali seorang guru condong kepada salah seorang anak didiknya, disebabkan
muridnya itu mempunyai kelebihan (harta) daripada yang lainnya. Hendaknya ia
berlaku adil di antara mereka. (HR. Syekh Nashr Samarqandi).
Seorang
guru hendaknya meringankan terhadap murid-murid yang yatim, karena ada tiga
macam manusia yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat, yatiu;
*1.
Guru yang memaksa anak yatim membayar upah, padahal ia tidak dapat membayarnya.
*2.
Laki-laki yang duduk bersama penguasa dan berbicara menurut hawa nafsunya.
*3.
Seorang peminta-minta, padahal ia masih sanggup bekerja.
(HR.
Syekh Nashr Samarqandi).
Hendaknya
setiap guru atau ustadz memiliki rasa belas kasih kepada muridnya. (Al
Ghazali).
Seorang
guru hendaknya selalu menganjurkan kepada murid-muridnya agar senantiasa
mengikuti dan mengamalkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw. (Al Ghazali).
Hendaknya
guru mengajarkan apa-apa yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan muridnya. (Al
Ghazali).
*** ++ ***

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.