Adab Islam.
Tanggung
Jawab.
Setiap
jiwa bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya. (QS. Al
Muddattisir : 38).
Menjadi
pemimpin adalah suatu fitnah atau ujian yang besar. (HR. Imam awawi).
Sebenarnya
tidak menjadi pemimpin adalah suatu keberuntungan yang besar karena terjauh
dari tanggung jawab yang besar. Rasulullah saw. pernah berkata kepada seorang
anak kecil: “Sungguh beruntung kamu wahai
anak kecil, jika kamu mati belum pernah menjadi amir, dan tidak pula
sekretaris, dan tidak pula menjadi instruktur (penanggung jawab orang banyak).” (HR. Abu Daud).
Hendaklah
melaksanakan tugas dengan penuh amanah, karena seorang pemimpin akan dimintai
pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. (HR. Muttafiq ‘alaih).
Pemimpin
yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin, hal itu
menjadi bahan penyesalan baginya pada hri kiamat kelak. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Celakalah
bagi pemimpin yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. (HR. Ahmad
Baihaqi).
Menjadi
seorang hakim adalah beban sangat berat, sehingga siapa yang telah dijadikan
sebagai hakim diantara orang banyak, maka seolah-olah
ia telah disembelih tanpa pisau. (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud).
Hendaknya
jangan sekali-kali mempunyai keinginan (bercita-cita) menjadi seorang hakim
atau pemimpin, karena barang siapa yang bercita-cita menjadi hakim dan meminta
menjadi hakim, maka ia akan memikul sendiri resiko, tetapi jika seseorang
dipaksa menjadi hakim, maka Allah akan menurunkan malaikat untuk menuntunnya.
(HR. Tirmidzi, Abu Daud, Muslim).
Siapa
yang mencari (menginginkan) pemimpin, sama artinya dengan mendekatkan diri
kepada kebencian Allah. (Bisyr bin Harits).
Sifat
Pemimpin.
Dianjurkan
agar mempelajari ilmu agama sebelum menjadi pemimpin. (Umar bin Khattab ra).
Diperingatkan
agar seorang pemimpin berlaku jujur dan tidak berbuat curang dalam tugasnya.
Seorang pemimpin itu kelak pada hari kiamat akan ditegakkan di atas jembatan
neraka jahanam, apabila ia berbuat baik (jujur) maka ia akan selamat, tapi jika
ia berlaku jahat (curang) maka jembatan itu akan terbelah lalu ia akan
terlempar ke dalam neraka Jahanam itu selama tujuh puluh tahun. (Bisyr bin
Harits).
Hendaklah
takut menjadi seorang qadhi (hakim), karena beratnya tugas tersebut. (HR.
Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah).
Karena
tanggung jawab yang demikian berat dan besar, maka para Shahabat ra., saling
menolak atas empat perkara, yaitu;
+1.
Menjadi Pemimpin (amir),
+2.
Menerima Wasiat,
+3.
Menerima Titipan,
+4.
Memberikan Fatwa. (Al Ghazali).
Dianjurkan
kepada para pemimpin agar bersikap lemah lembut terhadap yang dipimpinnya. (QS.
Asy Syu’ara : 215).
Rasulullah
saw. lebih suka untuk tidak menjadi pemimpin walaupun hanya untuk memimpin dua
orang. (HR. Muslim).
Keadilan
Pemimpin.
Diwajibkan
atas pemimpin agar berlaku adil. Pemimpin yang adil, kelak di sisi Allah akan
ditempatkan di mimbar-mimbar cahaya. (QS. An Nisa : 58 – HR.Muslim).
Diwajibkan
atas pemimpin untuk berbuat adil. Pemimpin yang berbuat adil, akan mendapat
naungan Arsy Ilahi di alam Mahsyar pada hari dimana tidak ada naungan kecuali
naungan Allah. (HR. Bukhari, Muslim).
Berbuatlah
adil, karena manusia yang dicintai oleh Allah dan paling dekat kedudukannya di
sisi Allah yaitu pemimpin yang adil. (HR. Tirmidzi).
Hamba
Allah yang paling utama pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil dan penuh
kasih sayang kepada bawahannya. (HR. Baihaqi).
Para
pemimpin dianjurkan untuk berlaku adil karena sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Hujarat : 9).
Pemimpin
yang adil akan mendapatkan syurga, tetapi seorang hakim atau pemimpin yang
menyeleweng akan mendapatkan neraka. (HR. Abu Daud).
Memutuskan
Perkara.
Diperingatkan
agar jangan sekali-kali mempersulit urusan kaum muslimin. Rasulullah saw.
bersabda: “Barang siapa yang diberi
kekuasaan oleh Allah untuk mengurus keperluan-keperluan kaum muslimin, lalu dia
mempersulit mereka maka Allah juga akan mempersulit keperluan-keperluannya.”
(HR. Tirmidzi).
Hakim
dibagi menjadi tiga macam; dua macam dijanjikan dengan neraka, dan yang satu
dijanjikan dengan syurga, yaitu
+1.
Yang dijanjikan dengan neraka:
*1.1 salah dalam memutuskan suatu
perkara, sedangkan ia berilmu,
*1.2 salah dalam berijtihad sedangkan ia
tidak berilmu.
+2.
Yang dijanjikan dengan syurga:
*2.1 benar dalam berijtihad dan ia
berilmu.
(HR.
Abu Daud).
Ketika
memutuskan suatu perkara hendaknya pikiran dalam keadaan tidak terganggu. Yaitu
dalam keadaan tenang, konsentrasi, bukan sedang sakit, sedih, gembira, lapar,
ngantuk dan lain sebagainya. (HR. As Syafi’i).
Seorang
pemimpin hendaknya jangan menghakimi orang yang bersengketa dalam keadaan
marah. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Seorang
pemimpin hendaklah mendengar laporan perkara dari yang mengadukannya dengan adil,
jangan memutuskan apapun sebelum mendengar keterangan yang jelas, hal demikian
akan mambuat keputusan menjadi bijaksana. (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi).
Seorang
pemimpin hendaknya selalu mengadakan musyawarah dalam menjalankan urusannya dan
dalam memutuskan segala permasalahan. (QS. An Nisa : 159 – HR. Abu Daud, Abdur
Razzaq).
Seorang
pemimpin yang bijaksana hendaknya selalu memutuskan suatu perkara berdasarkan
Kitabullah (Al Qur’an), jika tidak terdapat dalam Kitabullah, maka ia akan
memutuskannya menurut sunnah Rasulullah saw., jikalau tidak ada juga, maka ia
akan memutuskannya dengan cara ‘ijtihad’
yang sebaik-baiknya. (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Daromi).
Jika
seorang hakim atau pemimpin memutuskan perkaranya dengan sungguh-sungguh
berijtihad, kemudian ijtihadnya untuk memutuskan perkara itu benar, maka ia
akan mendapatkan dua pahala, dan jika ijtihad atau keputusannya kurang tepat,
maka ia akan mendapatkan satu pahala. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Pemimpin
Yang Jahat.
Sejahat-jahat
pemimpin ialah seorang pemimpin yang dibenci oleh rakyatnya, dan pemimpin yang
membenci rakyatnya. (HR. Muslim).
Pemimpin
Islam yang berkhianat atas rakyatnya, maka Allah SWT. mengharamkan dirinya
masuk syurga. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Sejahat-jahat
manusia adalah penguasa yang zhalim lagi bengis. (HR. Ahmad, Baihaqi).
Seorang
penghianat kelak akan dipasangkan sebuah spanduk yang bertuliskan, “Inilah
pengkhianat bagi si fulan bin fulan.” (HR. Muslim).
Sejahat-jahat
pengkhianat ialah pengkhianat yang dilakukan oleh seorang pemuka masyarakat
atau pemimpin kepada rakyatnya. (HR. Muslim).
Tiga
perkara yang sangat ditakutkan oleh Rasulullah saw. atas umatnya, yaitu:
+1.
Mereka meminta hujan dengan bintang-bintang,
+2.
Kezhaliman pemimpin, dan
+3.
Mendustakan taqdir. (Misykatul Mashabih).
Pemimpin
yang celaka ialah ketika berkuasa ia bersikap zuhud terhadap hartanya sendiri,
tetapi tamak terhadap harta orang lain. (Abu Bakar Ash Shiddiq ra.).
Tipe
Amir atau Pemimpin.
Setiap
orang adalah pemimpin, dan setiap orang bertanggung jawab atas tanggungannya
masing-masing. (HR. Muttafaq ‘alaih).
[=
yang dimaksud tanggungan ialah menjaga amanah, menunaikan tugas, menunaikan
janji, menjaga batas-batas, menegakkan hukum-hukum.]
Setiap
orang Mukmin itu adalah pemimpin atas dirinya sendiri. (Hasan Al Bashri).
Pegawai
dan Pendamping.
Bagi
seorang pemimpin itu ada dua macam pendamping; Pendamping yang baik dan
pendamping yang buruk. (HR. Bukhari, Baihaqi, Ahmad).
Dianjurkan
kepada para pemimpin agar mencari pendamping atau pegawai yang jujur. Apabila
Allah menghendaki kebaikan kepada seorang amir (penguasa), maka akan dipilihkan
baginya seorang menteri yang jujur yang mau mengingatkan dirinya jika ia lupa,
dan membantunya jika dibutuhkan. (HR. Abu Daud).
Amir
(pemimpin) hendaklah menyuruh anak buahnya agar memudahkan urusan-urusan rakyat
dan jangan mempersulit mereka (HR. Muslim).
Bawahan
yang berbuat kesalahan, maka pimpinanlah yang bertanggung jawab atas kesalahan
bawahannya (anak buahnya). (HR. Muttafaq ‘alaih).
Kepada
Rakyat.
Seorang
pemimpin mempunyai peranan dan pengaruh yang tinggi terhadp rakyatnya. Rusaknya
rakyat disebabkan rusaknya pemimpin. (Al Ghazali).
Seorang
pemimpin diwajibkan memberi nasehat kepada rakyatnya untuk menaati Allah. (HR.
Muttafaq ‘alaih).
Jangan
sekali-kali berlaku khianat terhadap rakyat. Pemimpin yang berkhianat terhadap
rakyat dan tugasnya, maka pada hari kiamat ia akan dihadapkan dalam keadaan
terbelenggu, tidak akan dibuka belenggunya sehingga ia diperiksa oleh Allah
atau dicampakkan ke tempat yang membinasakan. (HR. Daromi).
Tidak
akan masuk syurga seorang petugas yang menugaskan seseorang untuk memungut
sepersepuluh dari penghasilan orang (rakyat). (HR. Ahmad, Abu Daud, Daromi).
Dianjurkan
agar memungut pajak dari penghasilan rakyat kurang dari sepersepuluh
penghasilannya.
Seorang
pemimpin jangan sekali-kali menipu rakyatnya. Seorang pemimpin yang meninggal
dunia sedang ia menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan baginya masuk syurga.
(HR. Bukhari, Muslim).
Seorang
pemimpin yang tidak memenuhi hajat (keperluan) rakyatnya maka kelak pada hari
kiamat Allah tidak akan memenuhi hajatnya. (HR. Abu Daud, Tirmidzi).
Hendaknya
seorang pemimpin selalu memperhatikan keadaan orang yang di bawah pimpinannya,
karena barang siapa yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin kaum
muslimin sedang ia tidak memperhatikan hajat, penderitaan maupun kefakiran
mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan hajatnya, baik penderitaannya
maupun kefakirannya. (HR. Abu Daud, Tirmidzi).
Pendapatan
Pemimpin.
Seorang
pemimpin dibolehkan mendapatkan upah dari harta kaum muslimin (Baitul Mal)
dengan jumlah yang secukupnya saja (yaitu menurut musyawarah). (HR. Bukhari).
Hal-hal
yang diperbolehkan bagi seorang pemimpin untuk mengambilnya dari Baitul Mal,
yaitu:
(a).
Tempat tinggal (rumah dinas),
(b).
Pelayan.
Jika
lebih dari itu maka digolongkan sebagai pencurian harta rakyat. (HR. Abu Daud,
Ahmad).
[=
kedua hal diatas itupun hanya boleh diambil apabila ia belum memilikinya.]
Jangan
sekali-kali menerima suap. Rasulullah saw. sangat mengutuk seorang penyuap dan
yang minta disuap. (HR. Abu Daud, Muslim).
**** & ****

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.