Translate

Wednesday, November 16, 2016

SUFI YANG KAYA.

Kedai Sufi.
Suatu hari Syekh Abul Hasan Asy-Syadzily, Sulthanul Auliya’ kedatangan seorang tamu, yang kebetulan murid sahabatnya sendiri yang teramat miskin. Tamu ini memang diutus gurunya untuk bersillaturrahim ke rumah Syekh Abul Hasan, tugasnya adalah mendengarkan dan menyampaikan apa saja yang diucapkan oleh wali besar Abul Hasan.

Ketika di depan rumah Syekh Abul Hasan, tamu itu tercengang, karena melihat rumah Syekh Abul Hasan yang sangat mewah, kuda yang elok dan perhiasan yang gemerlapan bagai istana raja. Si tamu berpikir, bagaimana mungkin seorang wali besar memiliki rumah dan kekayaan yang teramat mewah? Bagaimana seorang wali besar masih mencintai dunia? Bagaimana seorang Syekh besar masih terpaku kepada kenikmatan dunia? Puluhan pertanyaan merasuk benaknya, membuat ia pusing karena dipalu godam buruk sangka kepada sang Syekh. Kalau guruku yang miskin itu, mungkin wajar. Tapi ini...

Syekh Abul Hasan pun keluar rumah dan menemui tamunya. Tiba-tiba beliau berkata: “Katakan ya pada gurumu, kapan ia berhenti memikirkan dunia?”.

Si tamu itu lantas pulang sambil merenung mencerna ucapan sang Syekh, tapi membuatnya malah tambah pusing. Ia tidak mengerti, bagaimana gurunya yang sufi miskin itu disebutnya masih memikirkan dunia. Sedangkan Syekh Abul Hasan yang kaya raya itu malah mengatakan sebaliknya, ‘kapan gurunya berhenti memikirkan dunia?’.

Sesampai ke rumah gurunya ia ditanya,: “Apa pesan Syekh Abul Hasan?”.
“Tidak pesan apa-apa tuan guru ....”.
“Tidak, pasti ia punya pesan. Jangan kamu tutup-tutupi. Katakan sejujurnya...”
“Anu ..a..nu Tuan .. yah hmm.. beliau hanya mengatakan kapan Tuan Guru berhenti memikirkan dunia...”
“Benar, ..benar ... Syekh Abul Hasan, beliau benar. Walaupun kekayaanya berlimpah seperti sang Maha-Raja, tapi tak satu pun harta itu menempel di hatinya. Sedangkan aku yang miskin ini masih berharap kapan aku bisa kaya raya...”

Sang murid itu tercenung kemudian manggut-manggut, suatu ‘pelajaran masalah dan amaliah kehidupan’ meresap dalam sanubarinya. Ia tertunduk meresapi ‘pelajaran’ itu.

                                                        *****


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.