Lidah adalah salah satu
anggota badan yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita semua ummat manusia.
Sungguh beruntung dan berbahagialah dunia akhirat seseorang yang dianugerahkan
lidah dan bisa menggunakannya kearah yang benar, artinya lidahnya selalu
dikontrol dan dikendalikan oleh agama (iman dan taqwa). Sehingga lidahnya itu
tidaklah lepas dalam setiap detik setiap saat dan setiap harinya untuk
berdzikir kepada Allah, membaca ayat-ayat Allah dan digunakan untuk
berkata-kata yang menuju keridloan Allah. Dengan demikian berarti kita termasuk
hamba Allah yang selalu mensyukuri ni’mat-ni’mat Allah yang dianugerahkan-Nya
kepada kita.
Sebagaimana yang telah
disinyalir oleh Rasullah Muhammad dalam hadistnya yang diriwatkan oleh Bukhori
dan Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud, beliau bersabda:
“Sesungguhnya
kebenaran ini membawa kebaikan dan kebaikan ini akan membawa ke syurga dan
sesungguhnya orang yang membiasakan dirinya benar (dalam segala ihwalnya), akan
dicatat Allah sebagai siddiq (orang yang selalu benar). Sedang kedustaan ini
membawa kepada penyelewengan dan penyelewengan itu membawa ke neraka. Dan orang
yang membiasakan berdusta itu akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta.”
Lidah secara sepintas adalah
sebuah daging yang tidak bertulang, ia dapat digunakan untuk berkata-kata, ia
bisa digunakan untuk mengatakan bahwa yang benar itu salah, dan yang salah itu
benar, atau dengan kata lain lidah dapat mengubah fakta yang sebenarnya, yang
biru menjadi merah dan yang merah menjadi kuning dan seterusnya.
Bahagia dan celakanya
seseorang kebanyakan ditentukan oleh lidahnya, ia dapat menarik simpatik dan
sentimen seseorang. Dengan lidah itu seorang kawan bisa menjadi lawan dan
begitu kebalikannya. Dan suatu fakta tidak terpungkiri bahwa perkelahian,
permusuhan dan pembunuhan adalah disebabkan karena lidah yang tidak dikontrol
dan dikendalikan oleh agama (iman dan taqwa).
Memang benar apa yang
dikatakan oleh pepatah arab:
“Selamatnya
seseorang adalah tergantung kepada dapat atau tidaknya ia dalam menjaga
lidahnya.”
Dan sebuah pepatah Arab
yaitu;
“Lidahmu
adalah ibarat kudamu, andaikata engkau lepaskan kendalinya, ia berlari
sekehandaknya; tetapi bila engkau kuasai kemauannya, iapun akan berjalan dengan
teratur menurut kemauanmu.”
Mengingat begitu pentingnya
peranan lidah dalam hidup dan kehidupan ini Nabi saw., jauh-jauh hari
memberikan pesan kepada ummatnya, melalui sabdanya:
“Peliharalah
lidahmu, karena nanti manusia akan dicampakkan kedalam neraka, entah apakah
mukanya, ataukah batang hidungnya tercampak lebih dahulu dan itu karena dia
tidak dapat menjaga lidahnya.”
Dalam hadits lain dari
riwayat Ibnu Abid Dunya, Rasullah saw. bersabda:
“Barangsiapa
menahan lidahnya (dari kata-kata yang tidak baik), maka Allah menutup celanya
dan barangsiapa mengekang kemarahannya, maka Allah melindungi dari siksaNya dan
barangsiapa menyatakan keudzurannya kepada Allah, maka Allah menerima
pernyataan udzurnya itu.”
Sabdanya lagi yang
diriwatkan oleh Imam Thabrani dan Ibnu Hibban beliau bersbda:
“Simpanlah
lidahmu, kecuali untuk berkata yang baik, sebab dengan demikian itu engkau
dapat mengalahkan godaan syaitan.”
Dan Sabdanya lagi, beliau
pesan kepada seluruh ummatnya agar dijadikan pedoman, yaitu apabila ia
benar-benar tidak bisa berkata tidak benar atau yang sekiranya dapat
mendatangkan maksiat bagi kepentingan dirinya sendiri atau untuk kemaslahatan
umum, maka tindakan yang lebih baik adalah diam. Jadi diam adalah tindakan yang
lebih effisien dan yang terakhir untuk menjaga keselamatan, ketentraman,
kerukunan antara sesama ummat manusia, daripada nanti ia bicara tapi bisa
mendatangkan percekcokan, permusuhan dan tindakan-tindakan lain yang tidak
diinginkan.
Bahaya Lidah ini diambil
dari buku berjudul “BAHAYA-BAHAYA LIDAH” dalam bahasa Arab berjudul “AAFAATUL
LISAAN” salah satu bagian dari “Ihya Ulumiddin” karya Imam Ghozali.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.