Translate

Thursday, September 1, 2016

Lebih Dahulu Mana antara ADA dan TIDAK ADA



Kedai Sufi.

Sebuah perdebatan para santri di pesantren, berakhir tanpa keputusan. Biasanya perdebatan demikian pasti berkaitan dengan soal teologi. Hal demikian dimulai dari pertanyaan seorang santri, "Kalau seandainya seorang Mukmin membaca Laa Ilaaha Illallah diakhir hayatnya, tetapi baru sampai Laa Illaha.. (tiada Tuhan..), apakah matinya mukmin atau kafir?


Pertanyaan ini tentu menggemparkan hadirin para santri yang sedang berdiskusi. Mereka berdebat seru sampai sampai akhirnya sorang Ustadz turun tangan. "Menurut saya, ya dia mati kafir ...!".

Tapi perdebatan tidak berhenti sampai disitu, karena para santri masih terus mengalami kemusykilan.

"Lho, Pak Ustadz, dia niatnya kan sudah membaca Laa Ilaaha Illallah, kalau tidak selesai itu bukan urusan dia, yang penting Allah sudah melihat hati hambaNya, bukan ucapannya," sergah sang santri.

"Tapi kita kan harus menghukumi yang bersifat formal, bukan dalamnya, kita hukumi lahiriyahnya, soal rahasia batin orang itu, bukan urusan kita. Tapi urusan Allah," jawab sang Ustadz.

Disudut lain tempat menyimak dengan serius perdebatan itu, seorang penjaja kue. Tiba-tiba spontan ia nyeletuk.
"Maaf Pak Ustadz, saya boleh tanya?".
"Tanya apa?"
"Lebih dulu mana, usia Ada dan Tiada itu?".
Suasana forum diskusi menjadi senyap dengan pertanyaan tukang kue itu.
Semua terdiam. Pertanyaan yang sangat dalam mengandung dimensi filsafat yang menembus wilayah tanpa batas.
Tergagap Ustadaz menjawab,"Ya..ya.. lebih dulu Ada ..!"kata Ustadz.
"Kalau begitu, dia mati dalam keadaan Muslim. Sebab tergambar adalah Adanya Allah. Kalau kata Tidak Ada, pasti
hakikatnya Ada juga." Semua hadirin mengiyakan celetuk tukang kue itu, dan mereka merasa puas, ditolong oleh

ucapan pedagang kue. Dan si pedagang kue itu nyelonong pergi tanpa disadari hadirin hingga hilang tak tentu rimbanya. ??..

No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.