Kedai Sufi.
Rupanya
di Jakarta ini banyak orang sedang bergelora memburu dunia Sufi, setelah dunia
formal keagamaan mengalami jalan buntu membebaskan belenggu hawa nafsu mereka.
Toh, di tengah-tengag kegersangan Jakarta, orang banyak juga yang mencari jalan
Sufi, saking semangatnya lupa daratan. Kenapa? Karena mereka sulit membedakan
mana yang merupakan semangat nafsu dan mana yang semangat dari dorongan ruh
suci. Contohnya? Dibawah ini;
“Untuk
apa saya mengikuti Thariqat sufi, saya sudah sampai kepada Tuhan, kok
berthariqat segala .... Kalau berthariqat kan perlu Mursyid. Mursyid saya
langsung Allah Ta’ala. Biar cepat dan langsung....
Wah
hebat benar anda langsung online dengan Allah? “Iya dong, saya kan sudah ma’rifat.
Anda belum. Masuklah ikut saya, kita bisa ma’rifat bareng-bareng ...”
“Apakah
anda sudah kenal Allah?” “Hmmmmmm ... pokoknya saya merasa sudah sampai kepada
Allah ...”
“Yang
sudah sampai itu pikiran anda, akal anda, hati anda atau sekedar kerinduan anda
untuk bisa sampai?”
“Ya,
saya enggak mau belit-belit seperti anda. Saya mau langsung saja, dan biar
Allah yang mengajar saya ...”
“Bagaimana
mungkin anda bisa membedakan itu Allah dan itu Iblis?”
“Lhah.
Nggak tahu ya? Masak Iblis juga bisa mengaku-ngaku sebagai Allah?”
“Bisa
donk. Wong Iblis itu memiliki kekuasaan tipudaya yang luar biasa, termasuk
mengaku sebagai Allah ....”
“Lalu
apa yang mendorong saya untuk sampai kepada Allah selama ini? Masak Iblis?”.
“Bukan
Iblis yang mendorong. Tapi ketika Iblis tahu anda terdorong ke sana, ia pasti
membonceng anda ...”
“Bagaimana
dong ... kalau begitu?”.
“Begini
saja Syekh Abdul Qadir al-Jailany QS. yang dahsyat ibadahnya di Hadapan Allah
saja bermursyid, masak anda bisa terbang ke Arasy sana tanpa Mursyid. Kalau
Imam Ghazali saja bermursyid, Junaid al-Baghdady saja bermusyid, para Khulafaur
Rasyidin saja bermursyid, alangkah sombongnya intelektual anda untuk tidak
bermursyid?”
“Kenapa
anda mengatakan saya sombong?”
“Karena
anda telah terjebak oleh nafsu anda. Nafsu merasa sudah paling dekat dengan
Allah seperti Iblis dulu, sampai akhirnya ia menolak bersujud pada Adam as.
.... Itu karena ada hijab formalisme yang membungkus hati anda, sehingga anda
menduga sudah dekat dengan Allah padahal dugaan itu hanyalah imajinasi produk
dari pabrik kesombongan. Nah ... hayoo .”
Orang
itu terdiam antara ingin mempertahankan keyakinannya yang salah atas faham yang
salah, lalu salah faham atas informasi dunia Ilahi. Wallahu A’lam, tipis sekali
batas antara syurga dan meraka, lebih tipis dibanding rambut dibelah tujuh.
Tipis sekali batas hawa nafsu dan cahaya ruhani, lebih tipis dari
perasaan-perasaan dan dugaan.
** & **
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.