Translate

Monday, July 10, 2017

NYATAKAN CINTAMU.


Muhasabah.
... Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta-kekayaan yang kamu usahakan, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Saudara-saudara yang budiman, kalimat pertama yang ingin saya sampaikan kepada Anda semua adalah, “Saya mencintai Anda karena Allah”, ‘Uhibbukum fillah’ wahai para kerabat. Mungkin di antara Anda ada yang bertanya, mengapa harus dimulai dengan kata-kata yang mesra itu? Inilah sebabnya; Suatu ketika Rasulullah saw. berdiri disamping seorang sahabatnya. Tiba-tiba ada sahabat Nabi yang melintas, kemudian sahabat yang berdiri di samping Nabi berkata kepada Beliau, “Ya Rasulullah, aku mencintai dia”, maksudnya menyukai orang yang barusan lewat. Rasulullah saw. lalu menyatakan kepada sahabat yang berdiri di samping Beliau, “Apakah engkau telah menyampaikannya?”. Dia menjawab: “Belum ya Rasulullah”. Kemudian Nabi saw. berkata: “Jika salah seorang dari kalian mencintai saudaranya, hendaknya dia menyatakan perasaan cintanya itu”. (Al Hadist).

Sunnah Yang Dilalaikan Ummat.
Sejak saat itu, mulailah dalam kehidupan para sahabat terdapat pernyataan-pernyataan cinta secara terbuka menjadi kebiasaan. Ungkapan “Uhibbuka fillah” (saya mencintai karena Allah) menjadi sunnah Nabi yang lama bertahan di tengah kehidupan sahabat, tabi’in sampai masa tabi’it tabi’in. Jawaban ucapan ini juga sangat khas menunjukkan semangat Ukhuwwah (persaudaraan) karena Allah, yaitu “Ahabbakallah lima ahbabtanii li-ajlihi” (semoga Allah mencintai Anda pula disebabkan cintamu kepada saya karena Dia). Namun amat sayang, hari ini sudah banyak Ummat Islam yang melupakan sunnah yang indah ini. Sangat sedikit di antara ummat yang masih suka menyebutkan secara terbuka terus terang, “Saya mencintai Anda karena Allah”.

Kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabatnya sangat mesra dan penuh kasih sayang satu dengan lain. Interaksi mereka satu dengan lain dipenuhi cinta, saling menghormati dan menghargai. Karena itu, kita jumpai banyak ungkapan interaktif yang menunjukkan kedekatan dan keakraban. Misalnya, ketika bersin disunnahkan membaca do’a dengan mengucapkan agak keras, “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah). Orang yang mendengar ucapan do’a syukur ini disunnahkan mengucapkan “Yarhamukallah” (semoga Allah menyayangi Anda) ditujukan kepada orang yang bersin. Lantas dia wajib menjawab, “Yah dikumullah wa yuslih baalakum” (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki urusanmu).

Ketika mendapatkan kebaikan atau sesuatu yang menyenangkan, kita hendaklah mengucapkan hamdallah tetapi tatkala mendengar berita buruk, musibah apa saja, kita beristirja’ yaitu mengucapkan “Inna lillahi wa innaa ilayhi rooji’uun” (Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah dan kepadaNya jua kita akan kembali). Kalimat seperti ini bukan hanya untuk orang yang mendengar kabar kematian sanak keluarga atau teman sejawatnya, tetapi berlaku untuk seluruh hal yang merugikan atau membuat hati gundah gulana.

Ketika mengunjungi orang yang sakit kita mendo’akan dengan ucapan sederhana “Syafaakalah” (Semoga Allah menyembuhkan anda). Boleh ditambah dengan memberikan semangat kepadanya, “Laa ba-tsa tohuurun insya Allah” (tidak mengapa, akan membersihkan dosamu dengan idzin Allah). Islam bukan hanya memerintahkan ummatnya ucapan “Syukron” (terimakasih), namun juga mengajarkan ucapan terimakasih yang khas dan bernilai do’a, “Jazakumullah khair” (semoga Allah memberikan balasan kepada anda). Kita juga dapat memberikan semangat kepada saudara kita yang melakukan kebaikan dengan ucapan terus terang, “Ahsanta ya akhi” (anda telah berbuat baik saudaraku) atau “Barokallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu).

Cinta Fillah (Karena Allah).
Ucapan-ucapan sederhana yang mengandung do’a seperti ini menghubungkan kegiatan harian manusia dengan langit sehingga benar-benar kehidupan manusia menjadi ibadah yang diridhai Allah dan jalinan ukhuwwah islamiyah semakin kokoh di tengah kaum Muslimin.

Dasar dari semua ucapan ini adalah “Al hubbu fillah” (mencintai karena Allah) yang merupakan bagian dari aqidah seorang muslim. Seorang yang beriman dinyatakan teramat sangat cintanya kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “Wa minnaasi man yattakhizu min duunillahi andaada – yuhibbunahum kahubbillah, walladzinaa amanuu asyad-du hubban lillah” (Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai sembahan-sembahan itu sebagaimana mereka mencintai Allah, dan orang-orang yang beriman teramat sangat cintanya kepada Allah).

Setiap muslim (muslimah) wajib mencintai Allah dengan teramat-sangat atau tak terhingga, melebihi cintanya kepada apapun dalam hidupnya. Inilah dasar dari keimanan kepada Allah, Rasul dan Hari Akhirat yang teramat sangat. Muslim yang mencintai Allah juga mencintai Rasulullah saw. dan ummatnya. Muslim juga wajib mencintai Rasulullah saw. melebihi cintanya kepada diri sendiri. Yaitu dengan pribadi Beliau, Sunnah Rasul, mencintai Islam dan perjuangan di jalan Allah.
Firman Allah:
... Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta-kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah : 24).

Dengan landasan cinta kepada Allah ini Islam mengajarkan cinta “Syariah”, yaitu cinta karena mengikuti ajaran Allah dan RasulNya. Cinta yang didasari syahwat (nafsu) dilarang dan diganti dengan cinta karena Allah. Maka seseorang boleh mencintai saudaranya karena Allah dan menyatakan hubungan cinta dengan syariat sehingga percintaan antara seorang lelaki dengan wanita dalam hubungan keluarga menjadi ibadah berpahala. Nabi Muhammad saw menyatakan:
“Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya”. (HR.Abu Dawud).

Dengan demikian cinta kepada isteri, anak, ayah dan ibu, keluarga, kerabat, famili, teman-teman diatur secara indah dalam syariat Islam yang berlandaskan ayat di atas. Mencintai para pejuang di jalan Allah merupakan kewajiban yang lahir dari ajaran ini. Hal ini membuat kaum muslimin kokoh dalam berukhuwwah (bersaudara). Nabi Muhammad saw. memberi petunjuk bagaimana menjadi muslim,
“Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Ridhalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati”.
(HR. Ahmad dan Attirmidzi).

Ajaran Islam dalam hubungan antara sesama manusia sudah saatnya dibangkitkan kembali agar kehidupan yang nyaman dan tenteram di tengah-tengah masyarakat dapat terwujud. Hidup dapat menjadi nikmat karena cinta dan bersaudara karena Allah dan akan menjadi bara yang menyakitkan dengan berkurangnya cinta karena Allah ini.

                                                            **$**



No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.