Muhasabah.
... Katakanlah: “Jika bapa-bapa,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta-kekayaan yang
kamu usahakan, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya. Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusanNya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik.
Saudara-saudara
yang budiman, kalimat pertama yang ingin saya sampaikan kepada Anda semua
adalah, “Saya mencintai Anda karena Allah”, ‘Uhibbukum
fillah’ wahai para kerabat. Mungkin di antara Anda ada yang bertanya,
mengapa harus dimulai dengan kata-kata yang mesra itu? Inilah sebabnya; Suatu
ketika Rasulullah saw. berdiri disamping seorang sahabatnya. Tiba-tiba ada
sahabat Nabi yang melintas, kemudian sahabat yang berdiri di samping Nabi
berkata kepada Beliau, “Ya Rasulullah, aku mencintai dia”, maksudnya menyukai
orang yang barusan lewat. Rasulullah saw. lalu menyatakan kepada sahabat yang
berdiri di samping Beliau, “Apakah engkau
telah menyampaikannya?”. Dia menjawab: “Belum ya Rasulullah”. Kemudian Nabi
saw. berkata: “Jika salah seorang dari
kalian mencintai saudaranya, hendaknya dia menyatakan perasaan cintanya itu”.
(Al Hadist).
Sunnah
Yang Dilalaikan Ummat.
Sejak
saat itu, mulailah dalam kehidupan para sahabat terdapat pernyataan-pernyataan
cinta secara terbuka menjadi kebiasaan. Ungkapan “Uhibbuka fillah” (saya mencintai karena Allah) menjadi sunnah Nabi
yang lama bertahan di tengah kehidupan sahabat,
tabi’in sampai masa tabi’it tabi’in.
Jawaban ucapan ini juga sangat khas menunjukkan semangat Ukhuwwah (persaudaraan) karena Allah, yaitu “Ahabbakallah lima ahbabtanii li-ajlihi” (semoga Allah mencintai
Anda pula disebabkan cintamu kepada saya karena Dia). Namun amat sayang, hari
ini sudah banyak Ummat Islam yang melupakan sunnah yang indah ini. Sangat
sedikit di antara ummat yang masih suka menyebutkan secara terbuka terus
terang, “Saya mencintai Anda karena Allah”.
Kehidupan
Rasulullah saw. dan para sahabatnya sangat mesra dan penuh kasih sayang satu
dengan lain. Interaksi mereka satu dengan lain dipenuhi cinta, saling
menghormati dan menghargai. Karena itu, kita jumpai banyak ungkapan interaktif
yang menunjukkan kedekatan dan keakraban. Misalnya, ketika bersin disunnahkan
membaca do’a dengan mengucapkan agak keras, “Alhamdulillah”
(segala puji bagi Allah). Orang yang mendengar ucapan do’a syukur ini
disunnahkan mengucapkan “Yarhamukallah”
(semoga Allah menyayangi Anda) ditujukan kepada orang yang bersin. Lantas dia
wajib menjawab, “Yah dikumullah wa yuslih
baalakum” (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki urusanmu).
Ketika
mendapatkan kebaikan atau sesuatu yang menyenangkan, kita hendaklah mengucapkan
hamdallah tetapi tatkala mendengar berita buruk, musibah apa saja, kita
beristirja’ yaitu mengucapkan “Inna
lillahi wa innaa ilayhi rooji’uun” (Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah
dan kepadaNya jua kita akan kembali). Kalimat seperti ini bukan hanya untuk
orang yang mendengar kabar kematian sanak keluarga atau teman sejawatnya,
tetapi berlaku untuk seluruh hal yang merugikan atau membuat hati gundah
gulana.
Ketika
mengunjungi orang yang sakit kita mendo’akan dengan ucapan sederhana “Syafaakalah” (Semoga Allah
menyembuhkan anda). Boleh ditambah dengan memberikan semangat kepadanya, “Laa ba-tsa tohuurun insya Allah” (tidak
mengapa, akan membersihkan dosamu dengan idzin Allah). Islam bukan hanya
memerintahkan ummatnya ucapan “Syukron”
(terimakasih), namun juga mengajarkan ucapan terimakasih yang khas dan bernilai
do’a, “Jazakumullah khair” (semoga
Allah memberikan balasan kepada anda). Kita juga dapat memberikan semangat
kepada saudara kita yang melakukan kebaikan dengan ucapan terus terang, “Ahsanta ya akhi” (anda telah berbuat
baik saudaraku) atau “Barokallahu fiik”
(semoga Allah memberkahimu).
Cinta
Fillah (Karena Allah).
Ucapan-ucapan
sederhana yang mengandung do’a seperti ini menghubungkan kegiatan harian
manusia dengan langit sehingga benar-benar kehidupan manusia menjadi ibadah
yang diridhai Allah dan jalinan ukhuwwah islamiyah semakin kokoh di tengah kaum
Muslimin.
Dasar
dari semua ucapan ini adalah “Al hubbu
fillah” (mencintai karena Allah) yang merupakan bagian dari aqidah seorang
muslim. Seorang yang beriman dinyatakan teramat sangat cintanya kepada Allah,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “Wa
minnaasi man yattakhizu min duunillahi andaada – yuhibbunahum kahubbillah,
walladzinaa amanuu asyad-du hubban lillah” (Dan di antara manusia ada orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai
sembahan-sembahan itu sebagaimana mereka mencintai Allah, dan orang-orang yang
beriman teramat sangat cintanya kepada Allah).
Setiap
muslim (muslimah) wajib mencintai Allah dengan teramat-sangat atau tak
terhingga, melebihi cintanya kepada apapun dalam hidupnya. Inilah dasar dari
keimanan kepada Allah, Rasul dan Hari Akhirat yang teramat sangat. Muslim yang
mencintai Allah juga mencintai Rasulullah saw. dan ummatnya. Muslim juga wajib
mencintai Rasulullah saw. melebihi cintanya kepada diri sendiri. Yaitu dengan
pribadi Beliau, Sunnah Rasul, mencintai Islam dan perjuangan di jalan Allah.
Firman
Allah:
... Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta-kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalanNya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya”. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah : 24).
Dengan
landasan cinta kepada Allah ini Islam mengajarkan cinta “Syariah”, yaitu cinta karena mengikuti ajaran Allah dan RasulNya.
Cinta yang didasari syahwat (nafsu) dilarang dan diganti dengan cinta karena
Allah. Maka seseorang boleh mencintai saudaranya karena Allah dan menyatakan
hubungan cinta dengan syariat sehingga percintaan antara seorang lelaki dengan
wanita dalam hubungan keluarga menjadi ibadah berpahala. Nabi Muhammad saw
menyatakan:
“Barangsiapa memberi karena Allah,
menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan menikah
karena Allah, maka sempurnalah imannya”. (HR.Abu Dawud).
Dengan
demikian cinta kepada isteri, anak, ayah dan ibu, keluarga, kerabat, famili,
teman-teman diatur secara indah dalam syariat Islam yang berlandaskan ayat di
atas. Mencintai para pejuang di jalan Allah merupakan kewajiban yang lahir dari
ajaran ini. Hal ini membuat kaum muslimin kokoh dalam berukhuwwah (bersaudara).
Nabi Muhammad saw. memberi petunjuk bagaimana menjadi muslim,
“Jauhilah segala yang haram niscaya kamu
menjadi orang yang paling beribadah. Ridhalah dengan pembagian (rezeki) Allah
kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik
kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada
hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan
janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu
mematikan hati”.
(HR. Ahmad dan Attirmidzi).
Ajaran
Islam dalam hubungan antara sesama manusia sudah saatnya dibangkitkan kembali
agar kehidupan yang nyaman dan tenteram di tengah-tengah masyarakat dapat terwujud.
Hidup dapat menjadi nikmat karena cinta dan bersaudara karena Allah dan akan
menjadi bara yang menyakitkan dengan berkurangnya cinta karena Allah ini.
**$**

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.