Muhasabah.
"Permintaanmu
dari Allah menunjukkan bahwa Anda masih menyangsikan Allah. Pencarianmu pada
Allah, menunjukkan bahwa anda telah kehilangan Allah dari diri Anda. Sedangkan
permintaanmu kepada selain Allah menunjukkan betapa anda tidak punya rasa malu
di hadapan Allah. Dan permintaanmu melalui selain Allah. menunjukkan betapa
jauhnya dirimu dari Allah."
"Permintaanmu
dari Allah menunjukkan bahwa Anda masih menyangsikan Allah."
Yaitu
permohonan seorang hamba kepada Allah terhadap kebutuhan yang selama ini ia
inginkan, baik kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan primer lainnya dalam
kehidupan sehari-hari, menunjukkan bahwa seorang hamba masih menyangsikan
rahmat, fadla'il dan janji-janjinya Allah. Padalah dalam al-Qur'an ditegaskan,
"Bukanlah Allah telah mencukupi hambaNya?".
Karena
itu jika Anda berpijak pada ilmunya Allah yang ada pada perilaku jiwa Anda
(haal), Anda tidak membutuhkan permintaan seperti itu. Jika Anda berpijak pada
rahmat-Nya, Anda sudah merasa cukup dari sekadar permintaan itu. Bahkan kalau Anda
berpijak pada janji-janji Allah, Anda tidak berharap-harap atau bahkan
ragu-ragu pada bagian-bagian yang sudah dibagi untuk diri Anda melalui
janji-janjiNya, sebelum Anda lahir di dunia. Karena itu para
sufi menegaskan, "Janganlah Anda begitu hasrat untuk mencari rizki,
sementara Anda merasa sangsi terhadap Pemberi Rizki."
Dalam
sebuah Hadits Qudsi, Allah berfirman: "Siapa yang sibuk dengan
mengingat-Ku namun jauh dari permintaan kepada-Ku, ia akan Kuberi sesuatu yang
lebih utama, dibanding permintaaan orang-orang yang meminta kepada-Ku."
Pada
wacana ini sangat tegas, agar kita tetap mengalir pada aliran takdir Allah
Ta'ala. Karena kepasrahan ini lebih baik - menurut orang-orang yang arif kepada Allah - ketimbang orang-orang yang berhasrat memohon
kepada-Nya. Syekh
al-Arabi mengatakan, "Sufi yang benar tidak menyisakan sedikit pun
keinginan meminta, kalaupun harus ada permintaan, maka yang ia pinta hanyalah
ma'rifat kepada-Nya."
Kalau
ia memohon dan berdoa setiap hari, bukan karena meminta bagian-bagian yang
terwujud dalam permintaan, tetapi berdoa itu hanya sebagai ibadah belaka. Bukan
menyiratkan permohonan apa yang diminta.
"Pencarianmu
pada Allah, menunjukkan bahwa Anda telah kehilangan Allah dari diri Anda."
Orang
yang mencari Allah, berarti Allah tidak hadir dalam kalbunya, Allah gaib dari
jiwanya, sehingga yang ada dan hadir di hatinya adalah selain Allah. Padahal
Allah itu tidak pernah hilang, juga tidak punya sifat gaib. Allah juga tidak
jauh, ketika hati Anda jauh dan Allah. Allah
itu Maha Dekat, bahkan sampai Anda tahu bahwa Allah lebih dekat dari segala
yang ada, termasuk lebih dekat dibanding jiwa Anda sendiri.
Dalam
al-Qur'an disebutkan, "Dan jika bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka
sesungguhnya Aku itu Maha Dekat."
Di
lingkungan kita, banyak orang yang merasa belum menemukan Allah, termasuk belum
menemukan Allah dalam kehadiran hatinya. Lalu kita mencari Allah, sedangkan
yang kita cari itu lebih dekat dibanding angan-angan kita tentang "dekat"
itu sendiri. Di sinilah pentingnya dzikrullah, agar kehadiran Allah bisa
istiqamah dalam hati kita, sehingga kita tidak pernah merasa kehilangan Allah. Inilah
yang kemudian disebutkan oleh Ibnu Atha' illah dengan kalimat berikutnya:
"Sedangkan
permintaanmu kepada selain Allah menunjukkan betapa Anda tidak punya rasa malu
di hadapan Allah."
Padahal
sudah jelas, bahwa rasa malu itu sebagian dari iman. Kalau orang sudah tidak
punya rasa malu di hadapan Allah, maka ia tidak akan punya malu di hadapan makhluk
Allah lainnya.
Manusia
cenderung mengandalkan pertolongan kepada selain Allah, padahal Allah
senantiasa memanggilnya agar si hamba dekat dan memohon kepada-Nya. Bayangkan
kalau Anda menghadap seorang raja, dan sang raja menatap penuh perhatian kepada
Anda, tetapi tiba-tiba Anda berpaling dari raja itu, lalu mencari yang lain di
sana, apakah berarti Anda masih punya rasa malu dengan raja itu?
Selain
itu Anda juga tidak memiliki rasa mesra dalam keindahan Allah di sana, sebab
kalau kemesraan itu ada pada diri Anda, pasti Anda takut untuk berpaling kepada
selain Allah. Syekh Ibnu Ajibah al-Hasani menyindir, bahwa rasa asyik dengan
sesama manusia atau makhluk Allah, itu merupakan tanda-tanda kebangkrutan. Menghadap
Allah itu berarti membelakangi makhluk Allah. Menghadap makhluk Allah berarti
membelakangi Allah. Padahal dalam prinsip Tarekat Sufi ada satu kaidah, yaitu
berpaling pada selain Allah, baik dalam keadaan menghadap atau membelakangi.
"Dan
permintaanmu melalui selain Allah, menunjukkan betapa jauhnya dirimu dari
Allah."
Orang
seringkali mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi ketika
ia kekurangan, ia meminta melalui orang atau makhluk Allah. Di sinilah
sesungguhnya ukuran jauh dekatnya seorang hamba dengan Allah. (M. Luqman Hakim).
***+***

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.