Embun Qolbu.
Nama
aslinya adalah Jundub bin Janadah, dari kabilah Ghiffar, suatu suku Pengembara
yang amat terkenal kuat berjalan jauh, juga dikenal sebagai kabilah perampok.
Tapi yang menjadi sasaran perampok hanya orang kaya dan penguasa yang kikir.
Suatu
ketika salah seorang saudaranya yang bernama Anis pulang dari Mekkah. Ia
menceritakan kepada Abu Dzar perihal datangnya Nabi terakhir, Muhammad saw.
yang akan menyampaikan risalah Islam. Beliau mewajibkan setiap orang kaya untuk
memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin. Seperti halnya Abu Dzar, Nabi
tersebut juga mengecam orang-orang kaya dan penguasa yang tidak memiliki rasa
kesetiakawanan terhadap sesama. Setelah mendengar berita itu, serta-merta Abu
Dzar bergegas berangkat ke Mekkah. Sesampainya di sana ia segera menemui Nabi
Muhammad saw. untuk merealisasikan niatan masuk Islam. Dengan segala
keterbukaan, Nabipun menerima ucapan bai’atnya. Karena ia termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama
yang memeluk agama Islam), bersama Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar
ash Shiddiq, Ustman bin Affan, Zaid bin Harits, Abdurahman bin Auf, Talha bin
Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam.
Sepulang
dari tempat Rasul, ia segera menuju Masjidil Harram. Karakternya yang dikenal
keras menyebabkan ia berani untuk berteriak dihadapan orang-orang kafir Quraisy
secara lantang, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah Rasulullah!”.
Sikap
Abu Dzar membuatnya dipukuli habis-habisan oleh orang Qurasy. Seluruh tubuhnya
bersimbah darah. Tapi ia justru telah merasakan betapa manisnya iman.
Peristiwa
itu senantiasa terulang, sehingga Rasulullah memerintahkan Abu Dzar untuk
kembali berdakwah kepada kaumnya.
Beberapa
waktu kemudian Nabi saw. bersama kaum muslimin hijrah ke Madinah. Abu Dzar
menyusul membawa rombongan kabilah Ghifar dan Aslam untuk menjumpai Nabi.
Keberhasilannya dalam menyampaikan dakwah telah mengantarkan kedua suku
tersebut tergugah untuk masuk Islam.
Seketika
bersabda: “Suku Ghifar telah dighafarkan
(diampuni) oleh Allah. Suku Aslam telah disalamkan
(diselamatkan) oleh Allah”.
Sedangkan
terhadap Abu Dzar beliau menghaturkan pujian: “Di bawah langit ini, tak akan
pernah lagi dijumpai orang yang telah benar ucapannya selain Abu Dzar”.
Pada
tahun kesembilan Hijriah, Nabi saw. mengerahkan pasukan kaum muslimin ke Tabuk.
Ketika itu sedang berlangsung musim kemarau. Udara panas sangat menyengat. Abu
Dzar juga berada dalam rombongan. Pada saat perjalanan pulang, keledai yang
ditunggangi Abu Dzar keletihan. Jalannya sangat lambat hingga menyebabkan Abu
Dzar ketinggalan dari rombongan.
Setelah
berpikir bahwa keledainya tak mungkin lagi untuk ditunggangi, ia memutuskan
untuk berjalan kaki. Keledainya ditinggalkan di tengah perjalanan, sedangkan
segala barang bawaan dipikul sendiri. Tertatih-tatih ia berjalanan di tengah
terik gurun sahara yang luas.
Di
suatu tempat rombongan Nabi meluangkan waktu sejenak untuk beristirahat. Para
sahabat melihat dari kejauhan nampak sesuatu menyerupai kepulan debu. Nabi saw.
berkata: “Mudah-mudahan itu adalah Abu Dzar”. Ternyata benar yang diharapkan
Rasul.
Terseok-seok
Abu Dzar bergabung dalam rombongan. Begitu sampai di hadapan Nabi saw., ia
terjatuh. Bibirnya tampak kering kehausan. Seketika beberapa sahabat Nabi
memapahnya. Ketika hendak diberi minum ia menolak secara halus: “Aku tidak akan
minum sebelum engkau minum”.
Rasulullah
saw. berkata: “Hai Abu Dzar, engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian,
bahkan kelak engkau pun akan mati sendirian”.
Pada
tahun ke sepuluh hijrah, Rasulullah saw. wafat. Pemerintah Islam dipegang oleh
Khalifah Abu Bakar yang terkenal lunak dan bijaksana. Setelah Abu Bakar wafat,
pemerintah dipegang oleh Umar bin Khattab. Kehidupan di zaman Umarpun masih
baik. Umar terkenal keras dan adil. Tidak ada penyelewengan dan semua pejabat
pemerintah hidup sederahana, jauh dari kemewahan.
Tetapi
pada masa pemerintah Utsman bin Affan, Abu Dzar melihat sebagian orang-orang
yang dahulu dikenal sebagai elit Jahiliyah tampil kembali. Di antara mereka
Marwan bin Hakam yang pernah diusir Nabi dari Madinah, kini ia menjadi
sekretaris negara. Sedangkan Al-Walid bin Uqbah yang digelari fasiq dalam
Al-Qur’an diberi seratus ribu dirham oleh sanak keluarga Muawiyah. Ketika itu
Muawiyah sebagai gubernur Syiria.
Daerah
Mahzur yang dahulu milik umat, sekarang didominasikan hanya kepada Marwan bin
Hakam. Ladang rumput yang luas dimonopoli oleh keluarga Umayah.
Ketika
Muawiyah membangun istana megah, Al-Khadra, Abu Dzar tidak bosan-bosan
berteriak di depan istana: “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya di jalan Allah, kabarkan kepada mereka siksaan yang pedih!”
Dengan
perasaan penuh simpati Ali berkata: “Wahai, Abu Dzar, sesungguhnya engkau
mengkhawatirkan mereka karena dunia mereka. Sedangkan mereka takut kepadamu
karena keyakinanmu”.
Mendengar
demikian Abu Dzar melinangkan air mata. Dengan suara berat ia berkata: “Kalian
telah mengingatkanku kepada Rasulullah saw”.
Akhirnya
di daerah pengasingan itu ia menemui ajalnya. Seperti yang disabdakan Nabi, Abu
Dzar meninggal dalam keadaan sendiri. Meninggal karena mempertahankan
keyakinannya dan setia kepada bai’atnya. (Wahyuddin Sarkan).
**&**

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.