Translate

Thursday, July 13, 2017

Abu Dzar Al-Ghiffari.


Embun Qolbu.

Nama aslinya adalah Jundub bin Janadah, dari kabilah Ghiffar, suatu suku Pengembara yang amat terkenal kuat berjalan jauh, juga dikenal sebagai kabilah perampok. Tapi yang menjadi sasaran perampok hanya orang kaya dan penguasa yang kikir.

Suatu ketika salah seorang saudaranya yang bernama Anis pulang dari Mekkah. Ia menceritakan kepada Abu Dzar perihal datangnya Nabi terakhir, Muhammad saw. yang akan menyampaikan risalah Islam. Beliau mewajibkan setiap orang kaya untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin. Seperti halnya Abu Dzar, Nabi tersebut juga mengecam orang-orang kaya dan penguasa yang tidak memiliki rasa kesetiakawanan terhadap sesama. Setelah mendengar berita itu, serta-merta Abu Dzar bergegas berangkat ke Mekkah. Sesampainya di sana ia segera menemui Nabi Muhammad saw. untuk merealisasikan niatan masuk Islam. Dengan segala keterbukaan, Nabipun menerima ucapan bai’atnya. Karena ia termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama yang memeluk agama Islam), bersama Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar ash Shiddiq, Ustman bin Affan, Zaid bin Harits, Abdurahman bin Auf, Talha bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam.

Sepulang dari tempat Rasul, ia segera menuju Masjidil Harram. Karakternya yang dikenal keras menyebabkan ia berani untuk berteriak dihadapan orang-orang kafir Quraisy secara lantang, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah!”.

Sikap Abu Dzar membuatnya dipukuli habis-habisan oleh orang Qurasy. Seluruh tubuhnya bersimbah darah. Tapi ia justru telah merasakan betapa manisnya iman.

Peristiwa itu senantiasa terulang, sehingga Rasulullah memerintahkan Abu Dzar untuk kembali berdakwah kepada kaumnya.

Beberapa waktu kemudian Nabi saw. bersama kaum muslimin hijrah ke Madinah. Abu Dzar menyusul membawa rombongan kabilah Ghifar dan Aslam untuk menjumpai Nabi. Keberhasilannya dalam menyampaikan dakwah telah mengantarkan kedua suku tersebut tergugah untuk masuk Islam.

Seketika bersabda: “Suku Ghifar telah dighafarkan (diampuni) oleh Allah. Suku Aslam telah disalamkan (diselamatkan) oleh Allah”.

Sedangkan terhadap Abu Dzar beliau menghaturkan pujian: “Di bawah langit ini, tak akan pernah lagi dijumpai orang yang telah benar ucapannya selain Abu Dzar”.

Pada tahun kesembilan Hijriah, Nabi saw. mengerahkan pasukan kaum muslimin ke Tabuk. Ketika itu sedang berlangsung musim kemarau. Udara panas sangat menyengat. Abu Dzar juga berada dalam rombongan. Pada saat perjalanan pulang, keledai yang ditunggangi Abu Dzar keletihan. Jalannya sangat lambat hingga menyebabkan Abu Dzar ketinggalan dari rombongan.

Setelah berpikir bahwa keledainya tak mungkin lagi untuk ditunggangi, ia memutuskan untuk berjalan kaki. Keledainya ditinggalkan di tengah perjalanan, sedangkan segala barang bawaan dipikul sendiri. Tertatih-tatih ia berjalanan di tengah terik gurun sahara yang luas.

Di suatu tempat rombongan Nabi meluangkan waktu sejenak untuk beristirahat. Para sahabat melihat dari kejauhan nampak sesuatu menyerupai kepulan debu. Nabi saw. berkata: “Mudah-mudahan itu adalah Abu Dzar”. Ternyata benar yang diharapkan Rasul.

Terseok-seok Abu Dzar bergabung dalam rombongan. Begitu sampai di hadapan Nabi saw., ia terjatuh. Bibirnya tampak kering kehausan. Seketika beberapa sahabat Nabi memapahnya. Ketika hendak diberi minum ia menolak secara halus: “Aku tidak akan minum sebelum engkau minum”.

Rasulullah saw. berkata: “Hai Abu Dzar, engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, bahkan kelak engkau pun akan mati sendirian”.

Pada tahun ke sepuluh hijrah, Rasulullah saw. wafat. Pemerintah Islam dipegang oleh Khalifah Abu Bakar yang terkenal lunak dan bijaksana. Setelah Abu Bakar wafat, pemerintah dipegang oleh Umar bin Khattab. Kehidupan di zaman Umarpun masih baik. Umar terkenal keras dan adil. Tidak ada penyelewengan dan semua pejabat pemerintah hidup sederahana, jauh dari kemewahan.

Tetapi pada masa pemerintah Utsman bin Affan, Abu Dzar melihat sebagian orang-orang yang dahulu dikenal sebagai elit Jahiliyah tampil kembali. Di antara mereka Marwan bin Hakam yang pernah diusir Nabi dari Madinah, kini ia menjadi sekretaris negara. Sedangkan Al-Walid bin Uqbah yang digelari fasiq dalam Al-Qur’an diberi seratus ribu dirham oleh sanak keluarga Muawiyah. Ketika itu Muawiyah sebagai gubernur Syiria.

Daerah Mahzur yang dahulu milik umat, sekarang didominasikan hanya kepada Marwan bin Hakam. Ladang rumput yang luas dimonopoli oleh keluarga Umayah.

Ketika Muawiyah membangun istana megah, Al-Khadra, Abu Dzar tidak bosan-bosan berteriak di depan istana: “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, kabarkan kepada mereka siksaan yang pedih!”

Dengan perasaan penuh simpati Ali berkata: “Wahai, Abu Dzar, sesungguhnya engkau mengkhawatirkan mereka karena dunia mereka. Sedangkan mereka takut kepadamu karena keyakinanmu”.

Mendengar demikian Abu Dzar melinangkan air mata. Dengan suara berat ia berkata: “Kalian telah mengingatkanku kepada Rasulullah saw”.

Akhirnya di daerah pengasingan itu ia menemui ajalnya. Seperti yang disabdakan Nabi, Abu Dzar meninggal dalam keadaan sendiri. Meninggal karena mempertahankan keyakinannya dan setia kepada bai’atnya. (Wahyuddin Sarkan).

                                                            **&**


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.