Muhasabah.
Sudah kita maklumi bahwa setiap bulan
mempuyai sejarah apalagi bulan Muharram yang biasa dipakai perhitungan umat
Islam yaitu tanggal apabila nisabnya umat Islam masuk dan tidak masuknya zakat
fitrah atau haji, wuquf di ‘Arafah merupakan perhitungan tarih Islam. Bulan
Muharram merupakan bulan yang diistimewakan oleh Allah SWT. dan dimuliakan.
Semoga kita berada dalam lindungan-Nya. Banyak sekali fenomena akbar yang
terjadi di Bulan Muharram itu. Salah satu kejadian yang amat dahsyat yaitu
terjadinya hijrahnya Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah itu kronolagi besar
hijrahnya Rasulullah saw. Kenapa Rasulullah saw. melakukan hijrah? Karena semua
hanya sebagai taktik Rasulullah saw. saja dalam memenangkan ajaran Allah SWT.
dan untuk menebar ayat-ayat Allah SWT. sehingga ayat-ayat tersebut menyebar ke
seluruh penjuru dunia.
Secara
syari’at, maka strateginya adalah pindah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah
mempunyai tiga makna;
1. HakikiI (benar, sebenarnya),
2. Ma’nawi (dalam arti sifat madzmumah,
seperti hijrah hawa nafsu, sifat syaithan dan jenis sifat buruk lainnya),
3. Hissi (arti yang sesungguhnya).
Secara
Hissi Rasulullah saw. pindah badannya
dari Mekkah ke Madinah, lalu diikuti oleh shahabat-shahabatnya yang telah di
bai’at oleh beliau. Bai’at merupakan janji setia untuk mengamalkan, ta’at pada
beliau yang pada akhirnya mereka rela mengorbankan harta, tenaga, jabatan,
istri, anak dan lain-lain. Semuanya ditinggalkan demi meraih cintanya kepada
Allah secara hakekat dan syari’atnya mengikuti Rasulullah saw.
Dan
di tengah-tengah perjalanan itu hamba-hamba Allah diberi hidayah untuk
mengikuti Rasulullah saw.
Pertama,
Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq ra. ia rela berkorban harta, keluarga dan
lainnya, demi cintanya kepada Rasulullah saw. sehingga ia berani menemani
perjalanan hijrahnya sampai ke Madinah, walaupun di dalamnya terdapat
kegelisahan dan keresahan ancaman kaum kafir, tetapi Rasulullah saw.
menenangkannya dengan mengatakan bahwa Allah bersamanya.
Kedua,
Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Ia berani berkorban bahkan sampai nyawanyapun
ia berikan, dengan sengaja untuk tidur ditempat Rasulullah saw. yang akan dibunuh
oleh lawan-lawan Rasulullah saw., sehingga orang-orang Quraisy mengira itu
adalah Rasullah saw. yang rebahan di dipan.
Demi
Rasulullah saw., maka terharulah kita sebagai pengikut Rasulullah saw. untuk
meraih jalan mardhotillah (jalan yang
diridhai Allah SWT.) yang semoga kita termasuk golongan ummat beliau, amin.
Kemudian
bagaimana dengan diri kita, kita bersilahturahim dengan guru atau kiayi kita,
kadangkala kita membawa rasa pahit dan sesal?. Lalu bagaimana rasa ego kita?.
Lalu dimana rasa taslim kita?. Tetapi
semoga kita termasuk dan bergabung bersama para shahabat dan Rasulullah saw.,
serta kita bergabung dengan hamba-hamba Allah di depan warisannya, amin. Di
akhir hari semuanya, hamba bergabung bersama dengan guru hamba untuk ikut
kepada Allah semata.
Tetapi
bagaimana cara agar semua tersebut diatas dapat terwujud?. Hal utama yang harus
dilakukan seorang hamba adalah berani hijrah, hijrah hati maupun secara fisik
mengikuti kemana imamnya berjalan. Maka terjadilah hijrah dari para shahabat
dan ummat Islam lainnya dan berkumpul di Madinah, maka Rasulullah saw. pada
kesempatan itu dapat mempersatukan antara kaum mereka (Kaum Muhajirin dan Kaum Anshor)
walau di sana terdapat tokoh-tokoh Quraisy termasuk paman Nabi.
Bahkan
Imam Jahid yaitu Sayyidina Hamzah ra. dipersatukan (menjadi saudara) dengan
para budak belia yaitu Bina (seorang anak yang hitam kulitnya menurut ukuran
manusia), tetapi setelah ikut Rasulullah saw. dan para shahabatnya, maka
semuanya bagaikan bintang terang bagi dirinya dan menerangi bagi orang lain.
Abdurahman
bin ‘Auf seorang pedagang yang kaya raya dan beliau berani untuk meninggalkan
barang dagangannya (harta niaganya), karena hatinya telah dihijrahkan kepada
Allah dan Rasulnya, maka oleh Rasulullah saw. disaudarakan dengan Sa’ad bin Abi
Rab’i di Madinah (saudagar di Madinah di persaudarakan dengan Abdurahman bin
‘Auf). Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Aku orang terkaya di Madinah dengan
mempunyai dua istri, sekarang kekayaanku ½ untukmu dan istriku kalau mau kamu
tinggal pilih, nanti akan aku ceraikan setelah selesai ‘iddahnya kamu kawini dia”. Apakah ada terjadi hal seperti itu pada
zaman sekarang?. Paling hanya untuk menjadi sensasi dan viral bagi masyarakat
dan di medsos. Kenapa Sa’ad melakukan hal seperti itu?. Karena beliau begitu cintanya
kepada Allah SWT. dan Rasulullah saw.
Andai
kita sekarang tidak mendapatkan Thariqat (bukan untuk bermaksud menyelidiki
atau menyalahi disiplin ilmu yang baik), bersama mursyidnya Syekh Mursyid
Kamil, maka beliau melihat kejadian-kejadian seperti itu hanyalah sejarah
semata.
Padahal
itu semua sebagai pedoman yang harus kita ikuti, alhamdulillah Allah memberikan
dan melanjutkan keRasulan (ke Muhammadan) yaitu kepada warisannya tiga kali
sampai hari kiamat. Ketahulah dan ingatlah kepada hadits Rasulullah saw.:
“Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah
dan RasulNya, berarti mereka telah berhijrah kepada Allah dan RasulNya, dan
barangsiapa yang berhijrah pada dunia yang dicarinya, maka mereka berhijrah
kepada yang diinginkannya”.
Kemudian
apa makna hijrah untuk masa sekarang?. Artinya berhijrah dari kemusyrikan ke
arah ketauhidan, dari lupa kepada Allah menjadi ingat kepada Allah SWT. Karena
titik sentral hijrah itu sendiri tetap karena untuk mengagungkan kalimat
tayyibah yaitu ‘Laa Ilaaha Illallaah’.
Firman Allah SWT. QS. Al-Anfal : 72,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan
orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang
muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan terhadap
orang-orang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban
sedikitpun atasmu untuk melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.
Akan tetapi jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan
mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dikala
itu ada empat kategori (bagian) hijrah pada masa Rasulullah saw;
Pertama; ada yang hijrah dzohir dan ada yang hijrah bathin yaitu
hatinya dihijrahkan kepada Allah dan RasulNya dan badannya ikut pindah dari
Mekkah ke Madinah.
Kedua;
ada juga yang berhijrah sebagaian kecil (badannya hijrah tetapi hatinya belum hijrah),
karena urusannya dunia semata.
Ketiga;
tidak ikut hijrah tetapi benar-benar tertindas dikarenakan seorang ‘abid dan
lain-lain. Yang tak mampu untuk melakukan hijrah tetapi hati kecilnya ingin
melakukan hijrah sehingga ia berusaha terus karena ingin dirinya bersama
Rasulullah saw.
Keempat; lahirnya tidak
hijrah dan hatinyapun tidak ingin hijrah.
Sekarang
tergantung kita akan tinggal pilih golongan yang mana?.
Jadi
marilah kita untuk bermuhasabah, semoga kita termasuk golongan yang terbawa
hijrah lahir dan bathin. Banyak sekali firman Allah yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu mengenai masalah hijrah ini.
Mereka
yang tidak mengikuti hijrah berbicara: “Wahai malaikat-malaikat Allah aku ini
tertindas di bumi (teraniaya) sehingga kami tidak dapat melakukan hijrah”. Maka
malaikatpun berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas?, kalau memang di Mekkah
orang-orang kafir harbi menindasmu (menyesatkan)”. (Asbabun Nuzulnya).
Hal
itu semua bukan hanya untuk dibaca sejarahnya dan dilihat, tetapi ayat ini bila
diartikan secara Tharekat harus kita resapi dan hayati serta ma’nanya harus
kita jalankan. Seperti pada pengajian Tharekat kenapa suka dikaitkan dengan
kalimat tayyibah “Laa Ilaaha Illallaah”?,
karena “Laa Ilaaha Illallaah” merupakan
titik sentral dari segala kalimat toyyibah
yang lain. Karena Ismu dzat
menghimpun semua lafadz Asmaul Husna.
Kalau
kita ambil kalimat lain, misal ‘Ar-Rahman,
Takbir, Tahmid’ dan lain-lain, semua kalimat itu tak akan berarti, kenapa?.
Karena titik sentral awal dan akhir hanyalah kalimat toyyibah “Laa Ilaaha Illallaah”. Para jama’ah
tharekat dibawa mursyidnya untuk mengenal Allah dan Rasulnya dengan sama-sama
melakukan dzikir berjama’ah disertai dengan ‘khotaman’nya
pada akhirnya arti dan makna “Iyyaaka na’budu
wa Iyyaaka nasta’iin” akan terasa dalam dirinya sendiri.
Firman
Allah SWT:
“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya
(untuk berhijrah) kepada Allah dan Rasulnya serta mereka menemukan ditengah
perjalanan dengan maut, maka Allah telah menempatkan pahalanya untuk
orang-orang yang menuju kepadaNya, Allah Maha Besar dan Maha Pengampun”.
Semoga
ayat ini untuk kita semua, amin. Kita dimasa-masa lalu lebih banyak melakukan
apa? Apakah beribadah atau bermain. Mana yang lebih banyak waktu dihabiskan,
beribadah atau bermain. Harus diingat bahwa waktu yang diberikan tidak dapat
diulang dan kembali lagi kepada kita, namun pertanggungan jawab kepadaNya tetap
harus kita lakukan. (KH. Beben AD).
**&**

No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis saran dan kritik anda.