Translate

Friday, July 14, 2017

MAKNA HIJRAH.



Muhasabah.

Sudah kita maklumi bahwa setiap bulan mempuyai sejarah apalagi bulan Muharram yang biasa dipakai perhitungan umat Islam yaitu tanggal apabila nisabnya umat Islam masuk dan tidak masuknya zakat fitrah atau haji, wuquf di ‘Arafah merupakan perhitungan tarih Islam. Bulan Muharram merupakan bulan yang diistimewakan oleh Allah SWT. dan dimuliakan. Semoga kita berada dalam lindungan-Nya. Banyak sekali fenomena akbar yang terjadi di Bulan Muharram itu. Salah satu kejadian yang amat dahsyat yaitu terjadinya hijrahnya Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah itu kronolagi besar hijrahnya Rasulullah saw. Kenapa Rasulullah saw. melakukan hijrah? Karena semua hanya sebagai taktik Rasulullah saw. saja dalam memenangkan ajaran Allah SWT. dan untuk menebar ayat-ayat Allah SWT. sehingga ayat-ayat tersebut menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Secara syari’at, maka strateginya adalah pindah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah mempunyai tiga makna;
1. HakikiI (benar, sebenarnya),
2. Ma’nawi (dalam arti sifat madzmumah, seperti hijrah hawa nafsu, sifat syaithan dan jenis sifat buruk lainnya),
3. Hissi (arti yang sesungguhnya).

Secara Hissi Rasulullah saw. pindah badannya dari Mekkah ke Madinah, lalu diikuti oleh shahabat-shahabatnya yang telah di bai’at oleh beliau. Bai’at merupakan janji setia untuk mengamalkan, ta’at pada beliau yang pada akhirnya mereka rela mengorbankan harta, tenaga, jabatan, istri, anak dan lain-lain. Semuanya ditinggalkan demi meraih cintanya kepada Allah secara hakekat dan syari’atnya mengikuti Rasulullah saw.

Dan di tengah-tengah perjalanan itu hamba-hamba Allah diberi hidayah untuk mengikuti Rasulullah saw.
Pertama, Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq ra. ia rela berkorban harta, keluarga dan lainnya, demi cintanya kepada Rasulullah saw. sehingga ia berani menemani perjalanan hijrahnya sampai ke Madinah, walaupun di dalamnya terdapat kegelisahan dan keresahan ancaman kaum kafir, tetapi Rasulullah saw. menenangkannya dengan mengatakan bahwa Allah bersamanya.
Kedua, Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Ia berani berkorban bahkan sampai nyawanyapun ia berikan, dengan sengaja untuk tidur ditempat Rasulullah saw. yang akan dibunuh oleh lawan-lawan Rasulullah saw., sehingga orang-orang Quraisy mengira itu adalah Rasullah saw. yang rebahan di dipan.

Demi Rasulullah saw., maka terharulah kita sebagai pengikut Rasulullah saw. untuk meraih jalan mardhotillah (jalan yang diridhai Allah SWT.) yang semoga kita termasuk golongan ummat beliau, amin.

Kemudian bagaimana dengan diri kita, kita bersilahturahim dengan guru atau kiayi kita, kadangkala kita membawa rasa pahit dan sesal?. Lalu bagaimana rasa ego kita?. Lalu dimana rasa taslim kita?. Tetapi semoga kita termasuk dan bergabung bersama para shahabat dan Rasulullah saw., serta kita bergabung dengan hamba-hamba Allah di depan warisannya, amin. Di akhir hari semuanya, hamba bergabung bersama dengan guru hamba untuk ikut kepada Allah semata.

Tetapi bagaimana cara agar semua tersebut diatas dapat terwujud?. Hal utama yang harus dilakukan seorang hamba adalah berani hijrah, hijrah hati maupun secara fisik mengikuti kemana imamnya berjalan. Maka terjadilah hijrah dari para shahabat dan ummat Islam lainnya dan berkumpul di Madinah, maka Rasulullah saw. pada kesempatan itu dapat mempersatukan antara kaum mereka (Kaum Muhajirin dan Kaum Anshor) walau di sana terdapat tokoh-tokoh Quraisy termasuk paman Nabi.

Bahkan Imam Jahid yaitu Sayyidina Hamzah ra. dipersatukan (menjadi saudara) dengan para budak belia yaitu Bina (seorang anak yang hitam kulitnya menurut ukuran manusia), tetapi setelah ikut Rasulullah saw. dan para shahabatnya, maka semuanya bagaikan bintang terang bagi dirinya dan menerangi bagi orang lain.

Abdurahman bin ‘Auf seorang pedagang yang kaya raya dan beliau berani untuk meninggalkan barang dagangannya (harta niaganya), karena hatinya telah dihijrahkan kepada Allah dan Rasulnya, maka oleh Rasulullah saw. disaudarakan dengan Sa’ad bin Abi Rab’i di Madinah (saudagar di Madinah di persaudarakan dengan Abdurahman bin ‘Auf). Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Aku orang terkaya di Madinah dengan mempunyai dua istri, sekarang kekayaanku ½ untukmu dan istriku kalau mau kamu tinggal pilih, nanti akan aku ceraikan setelah selesai ‘iddahnya kamu kawini dia”. Apakah ada terjadi hal seperti itu pada zaman sekarang?. Paling hanya untuk menjadi sensasi dan viral bagi masyarakat dan di medsos. Kenapa Sa’ad melakukan hal seperti itu?. Karena beliau begitu cintanya kepada Allah SWT. dan Rasulullah saw.

Andai kita sekarang tidak mendapatkan Thariqat (bukan untuk bermaksud menyelidiki atau menyalahi disiplin ilmu yang baik), bersama mursyidnya Syekh Mursyid Kamil, maka beliau melihat kejadian-kejadian seperti itu hanyalah sejarah semata.

Padahal itu semua sebagai pedoman yang harus kita ikuti, alhamdulillah Allah memberikan dan melanjutkan keRasulan (ke Muhammadan) yaitu kepada warisannya tiga kali sampai hari kiamat. Ketahulah dan ingatlah kepada hadits Rasulullah saw.:
“Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya, berarti mereka telah berhijrah kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang berhijrah pada dunia yang dicarinya, maka mereka berhijrah kepada yang diinginkannya”.

Kemudian apa makna hijrah untuk masa sekarang?. Artinya berhijrah dari kemusyrikan ke arah ketauhidan, dari lupa kepada Allah menjadi ingat kepada Allah SWT. Karena titik sentral hijrah itu sendiri tetap karena untuk mengagungkan kalimat tayyibah yaitu ‘Laa Ilaaha Illallaah’.

Firman Allah SWT. QS. Al-Anfal : 72,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan terhadap orang-orang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu untuk melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.
Akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

Dikala itu ada empat kategori (bagian) hijrah pada masa Rasulullah saw;
Pertama; ada yang hijrah dzohir dan ada yang hijrah bathin yaitu hatinya dihijrahkan kepada Allah dan RasulNya dan badannya ikut pindah dari Mekkah ke Madinah.
Kedua; ada juga yang berhijrah sebagaian kecil (badannya hijrah tetapi hatinya belum hijrah), karena urusannya dunia semata.
Ketiga; tidak ikut hijrah tetapi benar-benar tertindas dikarenakan seorang ‘abid dan lain-lain. Yang tak mampu untuk melakukan hijrah tetapi hati kecilnya ingin melakukan hijrah sehingga ia berusaha terus karena ingin dirinya bersama Rasulullah saw.
Keempat;  lahirnya tidak hijrah dan hatinyapun tidak ingin hijrah.
Sekarang tergantung kita akan tinggal pilih golongan yang mana?.

Jadi marilah kita untuk bermuhasabah, semoga kita termasuk golongan yang terbawa hijrah lahir dan bathin. Banyak sekali firman Allah yang tidak mungkin disebutkan satu persatu mengenai masalah hijrah ini.

Mereka yang tidak mengikuti hijrah berbicara: “Wahai malaikat-malaikat Allah aku ini tertindas di bumi (teraniaya) sehingga kami tidak dapat melakukan hijrah”. Maka malaikatpun berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas?, kalau memang di Mekkah orang-orang kafir harbi menindasmu (menyesatkan)”. (Asbabun Nuzulnya).

Hal itu semua bukan hanya untuk dibaca sejarahnya dan dilihat, tetapi ayat ini bila diartikan secara Tharekat harus kita resapi dan hayati serta ma’nanya harus kita jalankan. Seperti pada pengajian Tharekat kenapa suka dikaitkan dengan kalimat tayyibah “Laa Ilaaha Illallaah”?, karena “Laa Ilaaha Illallaah” merupakan titik sentral dari segala kalimat toyyibah yang lain. Karena Ismu dzat menghimpun semua lafadz Asmaul Husna.

Kalau kita ambil kalimat lain, misal ‘Ar-Rahman, Takbir, Tahmid’ dan lain-lain, semua kalimat itu tak akan berarti, kenapa?. Karena titik sentral awal dan akhir hanyalah kalimat toyyibah “Laa Ilaaha Illallaah”. Para jama’ah tharekat dibawa mursyidnya untuk mengenal Allah dan Rasulnya dengan sama-sama melakukan dzikir berjama’ah disertai dengan ‘khotaman’nya pada akhirnya arti dan makna “Iyyaaka na’budu wa Iyyaaka nasta’iin” akan terasa dalam dirinya sendiri.

Firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya (untuk berhijrah) kepada Allah dan Rasulnya serta mereka menemukan ditengah perjalanan dengan maut, maka Allah telah menempatkan pahalanya untuk orang-orang yang menuju kepadaNya, Allah Maha Besar dan Maha Pengampun”.

Semoga ayat ini untuk kita semua, amin. Kita dimasa-masa lalu lebih banyak melakukan apa? Apakah beribadah atau bermain. Mana yang lebih banyak waktu dihabiskan, beribadah atau bermain. Harus diingat bahwa waktu yang diberikan tidak dapat diulang dan kembali lagi kepada kita, namun pertanggungan jawab kepadaNya tetap harus kita lakukan. (KH. Beben AD).

                                                          **&**


No comments:

Post a Comment

Silahkan tulis saran dan kritik anda.